Liputan6.com, Jakarta - Peningkatan kasus COVID-19 di India yang sangat tinggi menjadi sorotan dunia. Hingga Selasa, 27 April 2021, tercatat ada 147,5 juta kasus COVID-19 di dunia, dan 17,3 juta di antaranya terjadi di India.
Berdasarkan data Johns Hopkins University, India memang tak menempati posisi pertama kasus virus Corona tertinggi di dunia. Urutan pertama ditempati Amerika Serikat dengan 32,1 juta kasus. Namun, kasus harian COVID-19 di India telah tembus 350 ribu dan total kematian 3,1 juta kasus. Sementara di Amerika Serikat kasus harian sedang melandai ke level 30 ribu kasus per 25 April 2021.
Baca Juga
Lonjakan kasus COVID-19 di dunia, terutama di India juga mendapat sorotan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan dalam konferensi pers di awal pekan ini bahwa situasi di India sangat memilukan.
Advertisement
Tedros mengungkapkan bahwa WHO telah mengerahkan bantuan untuk India, termasuk peralatan penting, ribuan konsentrator oksigen, rumah sakit lapangan bergerak prefabrikasi, serta suplai laboratorium.
Selain itu, WHO juga mengirim lebih dari 2.600 staf untuk mendukung respon di lapangan, memberikan dukungan untuk pengawasan, saran teknis, dan upaya vaksinasi COVID-19.
Di Indonesia, kewaspadaan terhadap peningkatan kasus COVID-19 di India juga ikut meningkat. Utamanya usai diketahui ada 127 warga negara India masuk ke Indonesia menggunakan pesawat charter pada Rabu petang, 21 April 2021. Hasil tes PCR terhadap WNA tersebut menunjukkan, 12 orang di antaranya positif COVID-19.
"Dari 127 WN India yang dilakukan tes COVID-19 sudah semua. Sampai saat ini, sudah 12 penumpang di antaranya positif COVID-19," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat Media Gathering Perkembangan Perekonomian Terkini dan Kebijakan PC-PEN pada Jumat, 23 April 2021.
Tindak lanjut dari temuan tersebut dilakukan karantina dan pengurutan genom guna mengetahui ada tidaknya varian baru lain virus Corona di Indonesia dan tengah menunggu hasil. Sementara 32 orang lainnya dipulangkan pada 25 April 2021 dini hari.
Dalam keterangan pers di Kantor Presiden pada Senin, 26 April 2021, Menkes Budi mengajak publik Tanah Air untuk mengambil pelajaran dari kondisi pandemi COVID-19 di India. Dia mengatakan, melonjaknya kasus COVID-19 di negara tersebut antara lain disebabkan oleh dua hal utama.
"Yang pertama adalah mutasi baru yang masuk B117 dan juga ada mutasi lokal B1617 di sana. Yang kedua adalah tidak konsistennya menjalankan protokol kesehatan. Jadi karena merasa jumlah kasusnya sudah turun dan vaksinasi di India itu tinggi dan cepat sekali, mereka menjadi lengah, menjadi lalai, menjadi tidak waspada. Oleh karena itu kami sampaikan, teman-teman harus waspada," tuturnya.
Selain itu, Budi mengatakan varian virus COVID-19 yang menginfeksi masyarakat India juga sudah ditemukan di Indonesia. Budi menyebut, ada 10 orang di Jawa Barat, Sumatera, dan Kalimantan yang telah terinfeksi, tanpa merinci jenis variannya.
Keterangan mengenai 10 orang yang terinfeksi varian virus Corona yang juga ditemukan di India diperjelas oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi M.Epid. Nadia mengatakan, varian baru yang menginfeksi 10 orang di Indonesia adalah B117, bukan varian lokal India B1617.
"Itu maksudnya B117 yang kemarin sudah ditemukan 10 kasus," kata Nadia lewat pesan singkat ke Health Liputan6.com pada Selasa (27/4/2021).
"Lalu, semua yang positif (terinfeksi varian virus Corona B117) sudah kita genom sekuensing. Dan saat ini semua sudah negatif," terang Nadia.
"Antisipasi ke depan di mana ada 6 dari 10 kasus itu transmisi lokal maka spesimen positif yang digenom sekuensing diperbanyak," katanya lagi.
Nadia meminta kepada seluruh masyarakat untuk tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan (prokes). Pastikan untuk memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak dan mengurangi mobilitas. "Yang penting prokes ketat harus dilaksanakan," tegasnya.
Diketahui, varian B117 yang awalnya teridentifikasi di Inggris, telah ditemukan pertama kali di Indonesia sejak 2 Maret 2021. Ketika itu, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono mengatakan, varian tersebut telah masuk ke Indonesia melalui pekerja migran dari Arab Saudi.
Sementara, identifikasi terhadap mutasi SARS-CoV-2 yang berpotensi dibawa pendatang dari India, Nadia mengatakan masih ditangani intensif Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes).
"Kita sedang melakukan 'whole genome sequencing' (pengurutan keseluruhan genom) dari sejumlah warga negara India yang terkonfirmasi positif COVID-19. Baru mungkin Jumat (30/4/2021) ya (hasilnya)," katanya seperti dikutip dari Antara, Selasa (27/4/2021).
Pengurutan keseluruhan genom diteliti oleh Balitbangkes bekerja sama dengan 17 laboratorium di Indonesia.
Simak Juga Video Berikut Ini
Tes Genom
Senada dengan yang disampaikan oleh Siti Nadia, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menegaskan, tes genom ke-12 Warga Negara Asing (WNA) India positif Corona belum selesai.
"Sampai dengan saat ini, hasil whole genome sequencing yang dilakukan kepada 12 WNA dari India belum selesai. Akan segera kami informasikan jika hasilnya sudah keluar," tegas Wiku di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta pada Selasa, 27 April 2021.
Pemeriksaan whole genome sequencing digunakan untuk mendeteksi jenis varian virus Corona. Langkah ini diperlukan mengingat beberapa varian virus Corona tengah menyebar di India, seperti B117 yang juga sudah terdeteksi di Indonesia, kemudian varian lokal B1617.
Dalam kesempatan berbeda, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama menjelaskan mengenai sejumlah varian virus Corona yang menyebar di India. Bahkan disebut-sebut menjadi salah satu penyebab kenaikan kasus COVID-19 di India.
"India memang sudah melaporkan adanya jenis Variant of Concern (VOC), yang sudah dikenal luas," ujarnya saat dikonfirmasi Health Liputan6.com, Selasa, 27 April 2021.
Pertama, B.1.1.7 yang pertama kali dideteksi di Inggris pada 20 September 2020 dan kini sudah ada di 130 negara di dunia, termasuk Indonesia.
Kedua, B.1.351 yang pertama kali dilaporkan di Afrika Selatan awal Agustus 2020 dan sekarang sudah ada di lebih dari 80 negara dan dilaporkan mungkin memengaruhi efikasi vaksin, termasuk AstraZeneca.
Ketiga, P 1 atau B.1.1.28.1 yang awalnya dilaporkan di Brasil dan Jepang yang sudah menyebar ke sekitar 50 negara di dunia.
"Ketiga jenis VOC di atas tentu mungkin jadi salah satu penyebab kenaikan kasus COVID-19 di India," lanjut Tjandra, yang pernah menjabat Direktur WHO SEARO.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna membentengi negara dari kasus impor menurut Tjandra adalah pemeriksaan PCR ulang bagi pendatang setibanya di Indonesia.
“Perkembangan mutasi virus COVID-19 di India dan mungkin nanti juga di negara lain memang membuat kita harus terus waspada. Bila ada pesawat dari luar negeri, maka memang sebaiknya dilakukan pemeriksaan PCR ulangan setibanya di negara kita,” kata Tjandra, Selasa (27/4/2021).
“Kalau hasilnya negatif maka tetap saja harus dikarantina sesuai masa inkubasinya, dan kalau positif maka tentu harus ditangani, diisolasi dan diperiksa whole genome sequencing-nya, sehingga kita dapat mengantisipasi berbagai varian dan mutan baru COVID-19,” tambahnya.
Varian virus Corona B117 diketahui memiliki karakteristik lebih cepat menular dibandingkan varian lainnya, namun dampak infeksinya tidak lebih parah. Hal tersebut dijelaskan oleh Ketua Tim Riset Uji Klinis Covid-19 Sinovac dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Kusnandi Rusmil.
"Dia itu bukan lebih ganas tapi dia lebih cepat menular tapi (tingkat) keganasannya sama," ujar Kusnandi, Maret 2021 lalu.
Kusnandi menyatakan sampai saat ini belum ada bukti varian baru virus Corona B117 mengganggu kinerja vaksin. Bahkan, vaksin Sinovac yang tengah ia teliti diklaim masih bisa menjangkau varian baru virus Corona tersebut.
Advertisement
Indonesia Perketat Pintu Kedatangan
Sebagai langkah antisipasi, Pemerintah memperketat pintu kedatangan usai ditemukannya 10 orang di Indonesia yang tertular mutasi dari varian B117 virus Corona yang juga ditemukan di India.
Menkes Budi Gunadi menjelaskan bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) maupun asing, khususnya yang memiliki riwayat perjalanan ke India akan diperiksa ketat, baik menjalani skrining, karantina maupun pengambilan genom sequencing untuk mendeteksi mutasi virus Corona.
"Kita pastikan semua WNI maupun asing yang pernah datang atau mengunjungi India akan dilakukan genom sequencing agar dapat diketahui, apakah ada mutasi (virus Corona) baru atau tidak," kata Budi usai Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 26 April 2021.
"Protokol kesehatan ketat juga dilakukan untuk tenaga migran Indonesia, karena puluhan ribu yang masuk. Mereka sudah masuk di atas 100.000 orang dan akan masuk (lagi) puluhan ribu (lainnya)," Budi melanjutkan.
Pengetatan kedatangan dilakukan di titik-titik, seperti Batam, Kepulauan Riau, dan perbatasan Indonesia dengan Sabah dan Sarawak, yakni Entikong, Nunukan, Malinau. Di sana juga akan diperkuat skrining dan proses karantina.
"Sehingga orang yang masuk akan kita tes dan pastikan semua hasil tesnya dikirim untuk diteliti genom sequencing. Tujuannya, untuk melindungi rakyat Indonesia dari potensi virus Corona baru yang masuk," Budi Gunadi menjelaskan.
Adanya pengetatan di pintu perbatasan guna mencegah varian baru virus Corona tak masuk lagi. Upaya ini menekan penyebaran varian baru virus Corona di Indonesia.
"Karena ada mutasi virus Corona baru, supaya enggak masuk (lebih banyak lagi), kita harus tetap memperketat seluruh pintu kedatangan dan perbatasan. Agar mutasi baru ini tidak terus-terusan masuk ke Indonesia," terang Budi Gunadi Sadikin.
Pintu kedatangan yang diperketat antara lain, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Soekarno-Hatta Tangerang Banten, Bandara Kualanamu Medan, dan Bandara Sam Ratulangi Manado. Kemudian ada 2 pelabuhan, yakni Pelabuhan Tanjungpinang, Batam dan Dumai Riau.
Untuk di Kalimantan Barat ada Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kalimantan Utara ada PLBN Nunukan. Di Nusa Tenggara Timur ada PLBN Motaain dan juga termasuk Papua, PLBN Indonesia-Papua.
Epidemiolog: Wajib 14 Hari Karantina, Bukan 5 Hari
Dalam menghadapi varian virus Corona yang ditemukan di India, epidemiolog Masdalina Pane menegaskan, karantina bagi para pelaku perjalanan dari negara tersebut harus 14 hari. Karantina tersebut berlaku untuk orang yang punya riwayat berkunjung dan transit di India, sebelum masuk ke Indonesia.
Prosedur karantina 14 hari ini pun tidak hanya berlaku dalam menghadapi varian virus Corona dari India, melainkan apapun jenis varian virusnya. Adapun varian virus Corona yang berkembang di India dan harus diwaspadai Indonesia, di antaranya B117 yang sudah terdeteksi di Indonesia, lalu varian lokal India B1617 yang hingga kini belum terdeteksi.
"Apapun jenis strain virus harus melalui karantina 14 hari. 14 hari ya, bukan 5 hari. Kenapa karantina 14 hari? Jangka waktu tersebut merupakan masa inkubasi terpanjang virus Sars-CoV-2 penyebab COVID-19," tegas Masdalina kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Selasa, 27 April 2021.
"Orang yang memiliki daya tahan tubuh baik, kadang pada hari ke-14 baru muncul gejala. Jadi, setelah satu kali dites PCR di pintu masuk kedatangan, seperti airport, kemudian mereka masuk karantina. Dan itu harus 14 hari."
Untuk karantina 14 hari dalam menghadapi varian virus Corona, terang Masdalina, khususnya juga berlaku pada wilayah yang menjadi fokus internasional.
"Pengamatan hanya ada pada wilayah yang memiliki concern international, misal India sekarang. Di sana kasus COVID-19 lagi melonjak, mutasi pun menjadi perhatian dunia. Atau juga fokus perhatian internasional terhadap mutasi B117 dari Inggris atau Afrika (B151)," terangnya.
Senada dengan Tjandra Yoga, Masdalina Pane mengatakan, seluruh pelaku perjalanan dari India harus dilakukan tes PCR ulang setibanya di Indonesia. Upaya ini merupakan salah satu protokol kesehatan yang diterapkan di pintu kedatangan.
"Kita punya protokol di pintu kedatangan, terutama untuk pendatang dari India ataupun transit dari India. Jadi, bukan hanya orang India saja, tapi juga termasuk Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di India dan warga negara asing India yang sempat transit di India," tambahnya.
"Protokolnya, mereka harus testing (tes PCR) ulang. Sewaktu naik pesawat kan harus dites, ada surat tes PCR-nya. Nah, itu harus tes ulang (saat masuk ke Indonesia)."
Intervensi lain lagi, yaitu penghentian sementara visa dari India. Pemerintah Indonesia juga sudah menghentikan pemberian visa.
"Itu adalah tahapan yang diakukan, walaupun terlambat. Kenapa terlambat? Kalau kita lihat, Hong Kong, Singapura sudah tiga minggu lalu menghentikan visa (India)," Masdalina menjelaskan.
Sementara itu, guna mengantisipasi penularan virus Corona yang lebih luas, epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan agar lebih disiplin menegakkan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas) dan 3T (testing, tracing, treatment).
Selain itu, pesan penting dari masuknya varian baru virus Corona ke Indonesia ini adalah perlunya pemerintah melakukan pengetatan pintu masuk.
"Pesan penting dari masuknya varian baru ini berarti pintu masuk kita harus diperketat," katanya.
Pemeriksaan PCR di setiap kedatangan itu pasti. Lalu, karantina disarankan paling tidak 14 hari. "Jangan lima hari, itu tidak memadai, berbahaya," katanya via pesan suara untuk Liputan6.com.
Dicky juga menyarankan untuk orang yang memasuki Indonesia dari negara-negara dengan varian virus Corona baru yang berpotensi berbahaya seperti India, Afrika Selatan, Brasil agar masa karantina lebih dari 14 hari.
Advertisement