Liputan6.com, Jakarta - Ada beberapa faktor yang bisa ikut memengaruhi titer antibodi atau kekebalan tubuh setelah seseorang menjalani vaksinasi COVID-19. Mulai dari usia, gender, faktor genetika, faktor gizi dan nutrisi, bahkan faktor eksternal seperti penggunaan obat-obatan tertentu yang dapat memengaruhi respons tubuh.
Penjelasan tersebut disampaikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit Husada Utama, Dr dr Gatot Soegiarto SpPD-KAI FINASIM, dalam webinar Pentingnya Imunitas Tubuh Meski Sudah Divaksinasi pada Rabu, 28 April 2021.
Baca Juga
Gatot pun mencontohkan yang terjadi antara dia dan istrinya,"Saya delapan tahun lebih tua dari istri saya. Titer antibodi saya lebih rendah, dia lebih tinggi. Ini faktor usia.".
Advertisement
Faktor kedua adalah jenis kelamin. Gatot, mengatakan, wajar jika kekebalan tubuh istrinya lebih tinggi, karena ternyata titer antibodi pada wanita lebih tinggi dari pria.
Dari segi faktor eksternal seperti penggunaan obat tertentu yang dapat memengaruhi respons tubuh, lanjut Gatot, bisa terjadi pada pasien yang menggunakan obat steroid atau obat penangkal rasa sakit dalam jangka waktu yang lama.
"Bahkan, obat penurun panas bisa juga menurunkan titer antibodi, kalau (digunakan) berkepanjangan. Kalau cuma satu atau dua hari untuk mengatasi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) setelah vaksinasi COVID-19, sih, tidak masalah. Akan tetapi kalau berkepanjangan bisa menekan responsnya," ujarnya.
Simak Video Berikut Ini
Faktor Penunjang untuk Tingkatkan Titer Antibodi COVID-19
Namun, ada faktor penunjang yang justru bisa meningkatkan respons kekebalan tubuh setelah vaksinasi COVID-19, salah satunya penggunaan imunomodulator.
Gatot, menjelaskan, imunomodulator merupakan suatu zat yang dapat memodulasi atau memodifikasi respons imun dengan cara menginduksi aktivitas sistem imun atau di sisi lain juga dapat menghambat aktivitas sistem imun (yang berlebihan).
Dan, imunomodulator dapat bekerja sebagai imunostimulan atau sebagai imunosupresan (tergantung pada kondisi yang dihadapi), yang bertujuan untuk mengendalikan atau menormalkan sistem imun.
"Seperti yang sudah dipublikasikan itu, dia bisa digunakan untuk meningkatkan respons seseorang yang mendapatkan vaksinasi. Meski di dalam penelitian yang dipublikasikan itu adalah vaksinasi influenza, tapi kan konsepnya sama," katanya.
Hal senada diungkap Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan, Dr dr Erlina Burhan MSc SpP (K), yang menyebut bahwa masyarakat butuh suplemen seperti imunomodulator setelah memeroleh vaksin COVID-19.
Walaupun, lanjut Erlina, suplemen atau vitamin bisa diperoleh dari makanan sehari-hari, seperti buah dan sayur, tapi tidak semua orang menyukai kedua sumber makanan menyehatkan tersebut.
"Jadi, menurut saya, harus ada beberapa ikhtiar untuk menghindari terjadinya infeksi COVID-19. Selain vaksinasi, juga bisa menjalankan 5M, termasuk juga dengan meningkatkan imunitas tubuh, salah satunya dengan mengonsumsi imunomodulator," kata Erlina.
Advertisement
Echinacea purpurea, Bahan Herbal Sebagai Imunomodulator
Menurut Gatot, salah satu bahan herbal yang bermanfaat sebagai imunomodulator adalah Echinacea purpurea,"Penggunaan imunomodulator seperti Echinacea purpurea ternyata bisa meningkatkan titer antibodi terhadap vaksinasi. Respons tubuh pun menjadi lebih baik.".
Dalam pemaparannya disebutkan bahwa saat ini Echinacea merupakan bahan herbal yang paling banyak digunakan pada common cold atau flu. Selain itu juga, tanaman yang termasuk dalam famili Astreacea (bunga daisy), digunakan sebagai terapi untuk inflamasi dan beberapa kondisi gangguan kesehatan lainnya.
Lebih lanjut Gatot mengatakan bahwa Echinacea purpurea memiliki tiga efek, yang terbagi dalam tiga lapis.
Lapis pertama :
- Memertahankan integritas jaringan dan viabilitas dan fungsi sel epithel.
- Memiliki efek anti inflamasi yang melindungi sel epithel dari kerusakan
- Mengendalikan hipersekrasi mucin kembali ke tingkat normal.
Lapis kedua :
- Meningkatkan fungsi phenotypic dan maturasi sel dendritik.
- Meningkatkan kemampuan fagositosis dan sekresi sitokin monosit dan makrofaf M1
- Meningkatkan jumlah dan aktivitas sel yang disebut Natural Killer
Lapis ketiga :
- Mengendalikan jumlah dan aktivitas fungsional sel T regulator
- Memerbaiki fungsi limfosit B dalam menghasilkan antibodi (IgA, IgM, dan IgG)
"Nah, pembentukan antibodi ada di lini ketiga," kata Gatot.
"Dari sana bisa dibuktikan di dalam penelitian yang sudah dipublikasikan bahwa penggunaan Echinacea purpurea sebagai pendorong atau suplemen itu ternyata bisa meningkatkan titer antibodi," Gatot menekankan.
Apakah Bisa Dibuat Sendiri di Rumah?
Lantas, apakah Echinacea purpurea, bahan herbal sebagai imunomodulator bisa diracik sendiri di rumah?
"Nah itu dia. Sumbernya memang bisa macam-macam, tetapi salah satu yang harus diperhatikan adalah, apakah dari sumber yang berbeda-beda itu didapatkan bahan yang kemudian menghasilkan miligram yang berbeda dengan kekuatan yang sama?," kata Gatot.
"Kalau di SOHO, mungkin SOHO sudah menerapkan quality control. Sehingga selalu dijaga keseragaman bahan baku, kandungannya. Akan tetapi rasanya kalau buat sendiri tidak dilarang, tapi jangan kemudian mengharap memiliki khasiat yang sama," Gatot menambahkan.
Menanggapi penjelasan dr Gatot, VP Research and Development SOHO Global Health, DR Raphael Aswin Susilowidodo MSi, mengatakan bahwa Echinacea bisa tumbuh banyak daerah di Indonesia.
Meski demikian, lanjut Raphael, SOHO sendiri memiliki kebun research yang berlokasi di Sukabumi, yang ketinggiannya di atas 800 meter di atas permukaan laut (MDPL). Kemungkinan kalau ditanam di tempat lain biasanya belum tentu bisa tumbuh.
"Dan, kita sudah berhasil mengembangkan tanaman Echinacea ini, tapi masih dalam tahap pilot," katanya.
"Kemudian, terkait dengan standarisasi, produk kami ini menggunakan bahan baku berstandar, jadi, ekstraksnya yang berstandar. Kita juga melakukan pendekatan, kita kontrol dari proses awal sehingga kita bisa memastikan dari sisi kualitas, efikasi, safety sesuai dengan standar yang dipersyarakatan Badan POM," Raphael menekankan.
Advertisement