Liputan6.com, Jakarta Pada awal Maret 2021, varian virus Corona COVID-19 B117 dari Inggris terdeteksi masuk Indonesia. Dua bulan berselang, tepatnya pada 3 Mei 2021 Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan bahwa dua varian virus Corona asing lainnya sudah masuk ke Tanah Air, yakni B1617 dari India dan B1351 dari Afrika Selatan.
Varian virus Corona asal India B1617 itu masuk ke Indonesia dalam dua kasus lewat pintu masuk Jakarta.
Baca Juga
"Sudah ada mutasi baru yang masuk, yaitu dari India. Ada dua insiden yang kita lihat, dua-duanya di Jakarta," kata Budi saat konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta.
Advertisement
Sementara varian virus Corona yang dari Afrika Selatan B1351 sudah ditemukan di Bali. "Ini harus kita jaga mumpung masih sedikit, karena mereka pasti akan segera menyebar karena penularannya relatif lebih tinggi dibanding yang lain," kata Budi.
Kehadiran varian virus Corona ini tidak bisa dianggap remeh. Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Siti Nadia Tarmizi mengatakan kemunculan varian-varian baru tersebut menjadi salah satu alasan terjadinya lonjakan kasus di beberapa negara.
“Selain karena mobilitas tinggi, lonjakan kasus juga disebabkan munculnya varian baru B117 asal Inggris, B1617 India, dan B1351 Afrika Selatan,” ujar Nadia dalam konferensi pers daring, Selasa (4/5/2021).
Nadia menyebutkan bahwa World Health Organization (WHO) memasukkan varian B117 dan B1351 sebagai Variant of Concern (VOC) atau varian yang amat diperhatikan. VOC adalah ketika variasi yang terbentuk meningkatkan risiko terhadap manusia, baik mengenai transmisi, virulensi, dan efektivitas tatalaksana serta vaksin.
Varian B117 diketahui memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi sekitar 36 sampai lebih dari 70 persen dibandingkan dengan jenis virus yang beredar sebelumnya.
“Kita tahu bahwa varian B117 ini adalah yang saat ini paling banyak dilaporkan oleh berbagai negara. Namun, di India varian B1617 justru yang paling mendominasi dibandingkan varian B117. Varian yang juga disebut mutasi ganda ini sudah ditemukan di Singapura dan Malaysia,” kata Nadia.
WHO memasukkan dua varian tersebut dalam VOC dengan beberapa alasan. Varian-varian ini memiliki beberapa karakteristik terutama bisa menyebabkan penularan yang lebih cepat (superspreader) dan dapat memengaruhi tingkat keparahan penyakit.
“Jadi seseorang yang terinfeksi dari gejala ringan kemudian dalam waktu singkat menjadi berat bahkan berujung pada kematian. Sementara kalau untuk B1617, sampai saat ini masih digolongkan sebagai Variant of Interest (VOI) jadi bukan VOC,” kata Nadia.
Varian virus Corona yang tergolong VOI sejauh ini ada 6 hingga 7 varian, lanjut Nadia. Di mana VOI berarti memiliki potensi memengaruhi sifat penularan, kepekaan alat tes, keparahan gejala, hingga kemampuan virus menghindari sistem imunitas. Namun, masih sedikit bukti terkait potensi tersebut.
Simak Video Pilihan Berikut Ini
Jejak Varian Virus Corona B117, B1617 dan B1351 di Indonesia
Berdasarkan hasil Whole Genome Sequencing data GISAID temuan insiden varian virus Corona B117, B1617, dan B1351 ada di sejumlah daerah di Indonesia.
"Berdasarkan hasil uji genome sequencing per tanggal 3 Mei 2021 yang bersumber dari Bank Data telah ditemukan 13 virus dengan varian B117 atau varian yang asalnya dari Inggris di Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Utara, Bali, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara," kata Wiku di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Selasa, 4 Mei 2021.
"Untuk B1617 atau varian asal India ditemukan dua insiden di Jakarta, sedangkan B1351 varian asal Afrika Selatan di Bali."
Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa pada kasus B1351 spesimen diambil pada 25 Januari 2021. Namun, saat ini warga negara Indonesia yang terineksi varian virus Corona itu sudah meninggal dunia pada 16 Februari 2021.
Sementara itu, warga yang terinfeksi varian B1617 spesimen diambil pada 22 April 2021. Warga negara India ini dalam kondisi stabil dan menjalani perawatan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso Jakarta.
Advertisement
Bahaya yang Ditimbulkan Virus Corona B117, B1617 dan B1351
Berdasarkan sejumlah data yang dihimpun, berikut fakta mengenai tiga varian virus Corona B117, B1617, B1351.
B117
Varian ini pertama kali terdeteksi di Inggris pada musim gugur 2020.
Pada Desember 2020, jenis mutasi kemudian menyebar ke seluruh dunia, dengan kasus yang muncul di seluruh Eropa, Amerika Utara hingga Asia.
Saat ini, varian tersebut telah dilaporkan di sekitar 94 negara.
Penelitian awal menunjukkan jenis varian ini 50 persen lebih mudah menular daripada varian lain, dan berpotensi 35 persen lebih mematikan daripada virus standar. Untungnya, penelitian menunjukkan bahwa beberapa vaksin yang sudah ada dapat bekerja dengan baik untuk melawannya.
Jenis mutasi ini sudah diumumkan masuk ke Indonesia sejak 2 Maret 2021. Saat itu, Kemenkes melaporkan 6 kasus yang tersebar di lima provinsi yakni Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Jawa Barat.
Kemenkes juga melaporkan bahwa penularan mutasi ini memiliki sifat penularan lebih cepat hingga 50-74 persen.
B1617
Jenis mutasi ini pertama kali dideteksi di India, yang kemudian ditemukan juga di 17 negara lain termasuk Jerman, Belgia, Inggris, Swiss, AS, Singapura, hingga Fiji.
Varian B1617 berisi dua mutasi kunci ke bagian lonjakan luar virus, yang disebut sebagai E484Q dan L452R.
Keduanya secara terpisah ditemukan di banyak varian virus Corona lainnya, tetapi ini pertama kalinya mereka dilaporkan bersama.
Ahli virologi Shahid Jameel menjelaskan bahwa "mutasi ganda di area utama protein lonjakan virus dapat meningkatkan risiko ini dan memungkinkan virus keluar dari sistem kekebalan".
Kepala penasihat medis Gedung Putih Anthony Fauci mengatakan bahwa bukti awal dari penelitian laboratorium menunjukkan bahwa Covaxin, vaksin yang dikembangkan di India, tampaknya mampu menetralkan varian tersebut.
B1351
Jenis mutasi ini pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan pada Oktober 2020, tetapi kemudian pada akhir tahun menyebar ke Inggris, Swiss, Australia, dan Jepang.
Ada sekitar 48 negara dengan kasus yang dilaporkan, dan penelitian menunjukkan beberapa vaksin COVID-19 yang ada mungkin tidak efektif melawan varian ini.
Varian ini juga diketahui lebih mudah menular dan menyebar.
Peneliti dan pejabat melaporkan bahwa prevalensi varian lebih tinggi di antara orang muda tanpa kondisi kesehatan yang mendasarinya, dan lebih sering menyebabkan penyakit serius dalam kasus seperti itu daripada varian lainnya.
Departemen kesehatan Afrika Selatan juga mengindikasikan bahwa varian tersebut mungkin mendorong gelombang kedua pandemi COVID-19 di negara tersebut, karena varian tersebut menyebar lebih cepat daripada varian virus lainnya yang sudah ada sebelumnya.
Mutasi Virus Lazim Terjadi
Terkait dengan masuknya varian virus Corona yang juga menjadi variant of concern serta variant of interest WHO, dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Persahabatan Jakarta, Erlina Burhan angkat bicara. Ia mengatakan bahwa mutasi virus Corona merupakan hal yang normal. Sehingga tidak usah ditakutkan karena hal tersebut lazim terjadi.
SARS-CoV-2 adalah virus RNA yang sangat lazim untuk bermutasi. Dan, kalau mutasinya terlalu sering serta banyak menimbulkan perubahan, kelompok yang baru itu disebut sebagai varian baru.
Jika kita tidak mau banyak mutasi dan tidak mau ada varian baru virus Corona lagi, maka upaya yang harus dilakukan adalah dengan mencegah penularan di populasi.
"Karena virus ini kalau dia menular, lalu menular lagi, dan menular lagi, akan terjadi replikasi virus di dalam tubuh," kata Erlina dalam sebuah webinar.
"Replikasi ini adalah virus berkembang biak dengan meng-copy-paste dirinya. Pada saat proses copy paste ini, bisa terjadi kesalahan. Sehingga yang terbentuk adalah varian baru," Erlina menambahkan.
Menurut Erlina, proses salin dan tempel yang salah menimbulkan varian baru. Ketika kejadian berulang-ulang terjadi, contohnya pada infeksi yang berulang-ulang, kemungkinan mutasi akan selalu terjadi.
"Mutasi itu normal, tidak usah ditakutkan. Itu biasa terjadi pada virus," ujarnya.
Advertisement
Gejala Kritis Mungkin Lebih Berat
Pergerakan varian virus Corona B117, B1617 dan B1351 di Indonesia masih terus diamati. Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio juga mengatakan, temuan tiga varian ini memang patut dikhawatirkan.
"Varian virus Corona punya sifat, yang mana ketiga mutasi ini memang dikhawatirkan punya salah satu dari empat sifat. Pertama, cepat menular. Kedua, mungkin bisa lolos tes PCR," kata Amin saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Selasa, 4 Mei 2021.
"Ketiga, gejala kritis mungkin lebih berat. Keempat, mungkin skip (tidak efektif) dari vaksin COVID-19. Yang ada di Indonesia sementara ini karena jumlahnya masih sedikit, kita memang masih mengamati."
Lebih lanjut, Amin menambahkan, satu orang yang terinfeksi varian B1351 dan meninggal, belum dapat disimpulkan lebih jelas apakah itu terkait dengan jenis variannya yang menimbulkan gejala kritis atau bukan.
"Kita belum tahu persis kerja penyakit (terpapar B1351) seperti apa. Karena sekali lagi baru satu kasus. Belum disimpulkan, apakah terkait dengan variannya atau memang pasien terpapar virus Sars-CoV-2 dalam jumlah tinggi atau ada komorbid," imbuhnya.
Varian Baru Virus Corona Ubah Efikasi Vaksin
Salah satu hal yang dikhawatirkan dari kehadiran varian baru virus Corona adalah dampaknya ke vaksin COVID-19. Terkait ini Nadia mengatakan bahwa varian B1351 juga diduga mempengaruhi penurunan efikasi vaksin COVID-19.
"B1351 ini diduga penurunan efektivitas vaksin, kalau pun memang ada penurunan vaksin ini terjadi, memberikan penanganan COVID-19 kita upayakan vaksinasi ini harus bisa segera dilakukan," ujarnya.
Melihat adanya informasi bahwa varian virus Corona B1351 diketahui dapat menurunkan efektivitas vaksin maka perlu dikaji vaksin COVID-19 mana yang efektif.
"Itu harus diketahui dari pemeriksaan lab juga. Kalau dia sampai mendominasi dan bersirkulasi di Indonesia tentu kita mesti mempertimbangkan vaksin COVID-19 mana yang masih efektif," Amin Soebandrio.
Di kesempatan berbeda, Erlina Burhan memaparkan studi terkait efek variant of concern dari varian virus Corona terhadap jenis-jenis vaksin COVID-19 yang sudah ada. Ringkasannya sebagai berikut:
1. Novavax
"Ada trial Novavax di Afrikan Selatan untuk melihat bagaimana efek strain ini terhadap vaksin. Di Inggris, tidak ada perubahan terhadap virus varian baru B117, tapi untuk B1351 ternyata ada penurunan efikasi," kata Erlina.
Beberapa penelitian di Afrika Selatan yang melihat bagaimana pengaruh vaksin COVID-19 terhadap varian B1351, disebutkan bahwa efikasi vaksin Novavax menurun sampai 49 persen.
2. Johnson & Johnson
"Efikasi menurun terhadap B1351, yaitu 57 persen," ujarnya.
3. AstraZeneca
Untuk B1351 terlampir : 'Perlindungan minimal vs infeksi sedang', detail menunggu keputusan.
Sedangkan terhadap B117, kata Erlina, tidak ada masalah.
Advertisement
Pengawasan Ketat di Pintu Masuk
Setelah ditemukan kasus dari tiga varian virus Corona tersebut, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi meminta agar upaya pelacakan kasus semakin diperketat. Budi juga berpesan kepada masyarakat agar tidak mengendorkan protokol kesehatan.
"Yang paling penting sekali lagi pakai masker, cuci tangan, jaga jarak," katanya.
"Apapun mutasinya, apapun virusnya kalau kita disiplin protokol kesehatan insyaAllah penularan tidak terjadi," pesan Budi.
Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito juga mengingatkan masyarakat agar waspada karena tiga varian ini sudah masuk, tapi jangan panik.
"Kita harus waspada karena varian virus COVID-19 yang berasal dari India, yaitu B1617 telah masuk ke Indonesia. Saya minta masyarakat untuk tidak panik," kata Wiku.
Kehadiran varian virus Corona membuat Pemerintah mengklaim sudah menetapkan pengawasan di pintu masuk wilayah Indonesia. Cara ini juga memastikan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang masuk menjalani protokol kesehatan.
"Ini sebagai upaya mencegah adanya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dalam meloloskan WNA tanpa karantina," tambahnya.
"Selain itu, sesuai dengan surat edaran dari Ditjen Imigrasi Kemenkumham, WNA yang memiliki riwayat perjalanan dari India dalam kurun waktu 14 hari terakhir ataupun berdomisili di negara India harus di karantina ketika masuk Indonesia."
Syarat Masuk Indonesia Wajib Karantina Lebih dari 14 Hari
Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan dengan sudah masuknya varian virus Corona dari India dan Afrika Selatan, Indonesia wajib memperketat pintu masuk. Test PCR itu sudah pasti wajib tapi Dicky mengusulkan agar karantina orang yang masuk Indonesia lebih dari 14 hari.
"Karantina minimal 14 hari sajalah (bila melihat situasi saat ini). Jangan lima hari, enggak memadai. Berbahaya," kata peneliti Global Health Security and Policy, Center for Environment and Population Health, Griffith University, Australia ini.
Kepada orang yang bakal masuk Indonesia terutama dari India, Brasil, dan Afrika Selatan, Dicky menyarankan pemerintah membuat aturan agar karantina lebih dari 14 hari. Bisa meniru Singapura dengan memberlakukan karantina 21 hari.
"Bahkan dari negara-negara yang variannya berpotensi memburuk, seperti India, Brasil, dan Afrika Selatan ditambah isolasinya. Bukan 14 hari. Terkadang, hasil tes seseorang positif baru ketahuan di akhir isolasi karantina hari 14," kata Dicky.
Erlina juga menyampaikan agar tidak tertular COVID-19 dengan varian yang baru masih menggunakan cara lama yakni 3T dan 5M.
"Silakan mutasi atau varian baru ada, yang penting tidak masuk ke dalam tubuh kita. Bagaimana caranya? Tetap menggalakkan upaya preventif, yaitu 5M. Memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, membatasi mobilisasi, dan menjauhi kerumunan. Dan, untuk pemerintah melakukan 3T dengan lebih masif," Erlina menambahkan.
Erlina lalu mengingatkan agar kita tidak lupa untuk meningkatkan imunitas. Dia, mengingatkan, walaupun sudah vaksinasi COVID-19, kemungkinan untuk terinfeksi masih bisa terjadi.
Oleh sebab itu, jaga daya tahan tubuh dengan baik, dan tidak mengendurkan protokol kesehatan COVID-19.
Advertisement