Liputan6.com, Jakarta - Dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Persahabatan, Erlina Burhan, mengatakan bahwa mutasi virus Corona merupakan hal yang normal. Sehingga tidak usah ditakutkan karena hal tersebut lazim terjadi.
Seiring berjalannya waktu, mutasi pada virus adalah kejadian normal. Ketika variasi yang terbentuk meningkatkan risiko terhadap manusia, baik mengenai transmisi, virulensi, dan efektivitas tatalaksana serta vaksin, itu disebut dengan variants of concern.
Baca Juga
Dan, perlu diperhatikan bahwa semakin banyak infeksi pada suatu populasi, kemungkinan mutasi virus semakin meningkat.
Advertisement
"Tidak semua mutasi akan menjadi perhatian, karena mutasi virus ini adalah sesuatu yang normal, yang berlangsung terus selama penularan terjadi," kata Erlina Burhan di dalam webinar belum lama ini.
Apalagi, lanjut Erlina, SARS-CoV-2 adalah virus RNA yang sangat lazim untuk bermutasi. Dan, kalau mutasinya terlalu sering serta banyak menimbulkan perubahan, kelompok yang baru itu disebut sebagai varian baru.
"Nah, ketika variasi yang terbentuk ini berdampak pada kita, maka itu kita sebut sebagai variant of concern," ujar Erlina.
Erlina pun mengingatkan satu hal, jika kita tidak mau banyak mutasi dan tidak mau ada varian baru virus Corona lagi, maka upaya yang harus dilakukan adalah dengan mencegah penularan di populasi.
"Karena virus ini kalau dia menular, lalu menular lagi, dan menular lagi, akan terjadi replikasi virus di dalam tubuh," kata dia.
"Replikasi ini adalah virus berkembang biak dengan meng-copy-paste dirinya. Pada saat proses copy paste ini, bisa terjadi kesalahan. Sehingga yang terbentuk adalah varian baru," Erlina menambahkan.
Menurut Erlina, proses salin dan tempel yang salah menimbulkan varian baru. Ketika kejadian berulang-ulang terjadi, contohnya pada infeksi yang berulang-ulang, kemungkinan mutasi akan selalu terjadi.
"Mutasi itu normal, tidak usah ditakutkan. Itu biasa terjadi pada virus," ujarnya.
"Silakan mutasi atau varian baru ada, yang penting tidak masuk ke dalam tubuh kita. Bagaimana caranya? Tetap menggalakkan upaya preventif, yaitu 5M. Memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, membatasi mobilisasi, dan menjauhi kerumunan. Dan, untuk pemerintah melakukan 3T dengan lebih masif," Erlina menambahkan.
Erlina lalu mengingatkan agar kita tidak lupa untuk meningkatkan imunitas. Dia, mengingatkan, walaupun sudah vaksinasi COVID-19, kemungkinan untuk terinfeksi masih bisa terjadi.
Oleh sebab itu, jaga daya tahan tubuh dengan baik, dan tidak mengendurkan protokol kesehatan COVID-19.
Â
Simak Video Berikut Ini
Varian Baru Virus Corona yang Menjadi Variant of Concern
Pada kesempatan tersebut, Erlina Burhan menjelaskan lebih rinci mengenai 3 kelompok varian baru virus Corona yang menjadi variant of concern, yang perlu perhatian khusus.
1. B.1.1.7
Varian virus Corona yang pertama kali ditemukan di Inggris, dan dikatakan bahwa varian tersebut memiliki dampak lebih mudah menular. Namun, kata Erlina, apakah dampak itu berhubungan dengan keparahan, masih diteliti.
"Khusus B.1.1.7 sudah ditemukan di Indonesia sejak Maret 2021, dari pekerja yang datang ke Indonesia," katanya.
2. B.1.3.5.1
Varian B.1.3.5.1 disebut Erlina merupakan 'anakan' dari B.1.1.7. Varian virus Corona satu ini pertama kali ditemukan di Afrika selatan, satu bulan setelah ditemukannya B.1.1.7.
Sama dengan B.1.1.7, B.1.3.5.1 yang juga menjadi perhatian karena kemampuannya untuk menularnya lebih tinggi, serta memiliki potensi menurunkan efektivitas atau efikasi dari vaksin COVID-19.
Selanjutnya adalah varian P1 yang ditemukan di Brasil. Sama kayak varian B.1.3.5.1, selain transmisi yang sangat mudah dan tinggi, P1 memiliki potensi menurunkan efikasi dari vaksin COVID-19.
Dalam pemaparannya, Erlina menyebut bahwa varian P1 yang merupakan single-referral center di Brasil diduga berperan dalam peningkatan hospitalisasi sebesar 3,8 kali lipat pada pasien COVID-19.
"Tentang P1 ini menunjukkan bahwa selain meningkatkan penularan, juga meningkatkan pasien yang perlu perawatan. Sepertinya ini berdampak pada keparahan penyakit," ujarnya.
3. E484 (EEK)
- Mutasi pada spike protein (S1) yang dapat memengaruhi efektivitas antibodi terhadap variasi virus.
- Pertama kali ditemukan di Afrika Selatan.
- Mutasi ini terdapat pada varian virus B.1.3.5.1 (Afrika Selatan) dan juga P1 (Brasil)
4. Mutasi N439K
Sama seperti EEK, mutasi juga terjadi pada spike protein (S1). Erlina, mengatakan, sudah ditemukan di Indonesia di Indonesia sejak November 2020 dan efeknya dapat menghindari respons imun poliklonal, sehingga dapat berpengaruh terhadap keberhasilan vaksin Corona.
Advertisement
Studi Terkait Pengaruh Vaksin COVID-19
Erlina juga memaparkan studi terkait efek variant of concern dari varian virus Corona terhadap jenis-jenis vaksin COVID-19 yang sudah ada.
1. Novavax
"Ada trial Novavax di Afsel untuk melihat bagaimana efek strain ini terhadap vaksin. Di Inggris, tidak ada perubahan terhadap virus varian baru B.1.1.7, tapi untuk B.1.3.5.1 ternyata ada penurunan efikasi," kata Erlina.
Beberapa penelitian di Afrika Selatan yang melihat bagaimana pengaruh vaksin COVID-19 terhadap varian B.1.3.5.1, disebutkan bahwa efikasi vaksin Novavax menurun sampai 49 persen.
2. Johnson & Johnson
"Efikasi menurun terhadap B.1.3.5.1, yaitu 57 persen," ujarnya.
3. AstraZeneca
Untuk B.1.3.5.1 terlampir : 'Perlindungan minimal vs infeksi sedang', detail menunggu keputusan.
Sedangkan terhadap B.1.1.7, kata Erlina, tidak ada masalah.
Â
Infografis Sinovac Belum Termasuk Vaksin COVID-19 Syarat Umrah
Advertisement