Liputan6.com, Jakarta Walau program vaksinasi COVID-19 sudah berjalan sejak 13 Januari 2021, tapi tak dapat dimungkiri masih ada sebagian masyarakat yang ragu untuk menerima vaksin.
Epidemiolog, Griffith University dr. Dicky Budiman, M.Sc.PH, turut menekankan peran puskesmas dalam merespons keragu-raguan masyarakat terhadap vaksin COVID-19.
Baca Juga
“Indonesia beruntung memiliki layanan kesehatan primer, dalam hal ini puskesmas. Keterlibatan komunitas seperti kader posyandu, kader jumantik dan lintas sektor dalam upaya kesehatan di puskesmas berkontribusi positif dalam mengisi kekurangan yang ada,” kata Dicky dalam keterangan pers Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dikutip Rabu (5/5/2021).
Advertisement
Dalam konteks Indonesia, satu puskesmas bisa mengampu 40.000 jiwa. Jika bicara target vaksinasi 1 juta, target ini akan realistis jika bisa melibatkan seluruh komponen yang ada di masyarakat. Namun, perlu disadari bahwa vaksin COVID-19 ini adalah hal baru yang belum banyak dikenal oleh masyarakat, tambah Dicky.
“Ketidaktahuan ini memunculkan potensi penolakan atau keragu-raguan. Oleh karenanya, kita juga perlu melibatkan tokoh masyarakat termasuk tenaga kesehatan puskesmas.”
Tenaga kesehatan puskesmas yang dimaksud adalah dokter, perawat dan bidan yang dapat menjalankan strategi komunikasi berbasis kearifan lokal agar penolakan vaksin dapat menurun.
Dengan optimalisasi puskesmas dalam menjalankan komunikasi intens seputar manfaat klinis dan sosioekonomi dari vaksin COVID-19, fungsi monitoring yang tepat, hingga pemenuhan sisi logistik vaksin COVID-19, diharapkan dapat meningkatkan proteksi dari angka kesakitan akibat varian baru COVID-19, imbuhnya.
Simak Video Berikut Ini
Melibatkan Sektor Swasta
Di sisi lain, CEO Lipotek sekaligus pengembang drug delivery system, Dr. Ines Atmosukarto menyampaikan perlunya keterlibatan sektor swasta dalam mengakselerasi distribusi vaksin dan meningkatkan edukasi publik.
“Di Indonesia ada banyak sekali wacana seputar pelibatan sektor swasta, seperti yang sebelumnya disebut dengan program vaksin gotong royong. Di Indonesia, cara pengadaan vaksin yang melibatkan swasta adalah suatu eksperimen yang tidak dilakukan di negara lain,” kata Ines dalam keterangan yang sama.
Di sisi lain, lanjutnya, ia melihat ada banyak sekali bentuk keterlibatan sektor swasta di luar pengadaan vaksin. Sektor swasta bisa mengurangi beban pemerintah dalam bidang logistik, distribusi, dan penyimpanan vaksin. Sektor swasta juga bisa membantu meningkatkan animo masyarakat, meningkatkan kepercayaan terhadap vaksin itu sendiri, hingga mendatangkan vaksinator ke tempat pelaksanaan usaha.
Sektor swasta juga bisa meringankan biaya vaksinasi untuk pegawainya. Termasuk biaya transportasi untuk menjangkau vaksinasi. Jika ada pegawai yang merasakan gejala-gejala Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) bisa difasilitasi agar tidak dipotong cutinya, tutup Ines.
Advertisement