Liputan6.com, Jakarta - Meski produknya banyak digunakan di masa pandemi COVID-19, CEO Zoom Eric Yuan pun mengakui bahwa dirinya sendiri sudah merasa lelah dengan rapat virtual dan harus berjuang karena mengalami "Zoom Fatigue."
"Saya kelelahan rapat. Saya sangat lelah," kata Eric Yuan dalam Wall Street Journal CEO Council Summit pada Selasa pekan lalu, seperti dikutip dari Independent pada Senin (10/5/2021).
Baca Juga
Menurut pria 51 tahun itu, dirinya merasa sulit untuk secara tiba-tiba beralih dari lingkungan kerja sosial dan tatap muka, ke dunia di mana orang hanya melihat gambar wajah di layar.
Advertisement
"Rekor pribadi saya adalah 19 pertemuan Zoom dalam sehari. Ini adalah rekor yang mungkin bisa dikalahkan oleh beberapa orang, tapi harus saya akui bahwa sulit untuk melewatinya," ujarnya.
Yuan pun memberikan tips untuk mengatasi Zoom Fatigue. Ia mencontohkan, cara yang bisa dilakukan misalnya mengakhiri rapat lebih awal agar semua orang bisa pulih secara mental di sela rapat, serta menggunakan chat atau surel untuk menggantikan rapat.
Dikutip dari New York Post, Yuan mendirikan Zoom pada tahun 2011. Perusahaannya saat itu tidak terlalu dikenal hingga akhirnya pandemi melanda dan memaksa banyak orang untuk bekerja dari rumah.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Ingin Pekerja Kembali ke Kantor
Forbes mencatat bahwa saat ini, kekayaan Yuan mencapai 13,2 miliar dolar. Hal ini membuatnya menjadi daftar miliarder nomor 133 menurut media Amerika Serikat tersebut.
Walau sukses karena pandemi, Yuan mengakui bahwa dia juga ingin agar para pekerjanya bisa kembali ke pertemuan tatap muka sepert dahulu. Ia mengatakan bahwa saat ini, dia berharap agar staf Zoom bisa kembali ke kantor paling tidak dua hari dalam seminggu.
Beberapa waktu lalu, Stanford University merilis studi yang mengungkapkan bahwa wanita melaporkan Zoom fatigue lebih tinggi daripada pria.
Mengutip Yahoo News, studi tersebut melaporkan bahwa ada banyak efek gender dalam komunikasi nonverbal yang mungkin terkait dengan mekanisme nonverbal lainnya dalam sebuah konferensi video.
"Wanita, misalnya, cenderung menampilkan lebih banyak ekspresi wajah daripada pria seperti lebih banyak tersenyum dengan bukti yang menunjukkan bahwa perbedaan ini terkait dengan kesadaran saat diamati dan merasakan kesadaran diri," kata para peneliti.
Studi tersebut juga menyebutkan bahwa pertemuan video bisa meningkatkan beban kognitif yang terkait mekanisme nonverbal ini lebih banyak bagi wanita ketimbang pria.
Para peneliti juga mencatat, panggilan video berdampak pada aliran interaksi alami dan memaksa semua orang utnuk saling menatap dengan apa yang mereka sebut "hyper gaze."
Advertisement