Sukses

HEADLINE: Libur Lebaran Harus Aman dari COVID-19, Awas Rawan Lonjakan!

Jangan sampai terulang lonjakan kasus COVID-19 seperti libur panjang sebelum-sebelumnya yang berimbas pada lonjakan kasus.

Liputan6.com, Jakarta - Libur Lebaran sudah di depan mata. Namun, COVID-19 yang masih menghantam Indonesia membuat kita tidak bisa mudik ataupun berwisata layaknya tahun-tahun sebelum pandemi. Pergerakan manusia seperti mudik dan piknik rentan meningkatkan kasus mengingat kondisi kasus COVID-19 di negara ini belum terkendali.

Jauh-jauh hari, pemerintah sudah mendengungkan pesan agar masyarakat tidak mudik Lebaran. Lewat penerbitan Surat Edaran (SE) No.13/2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idulfitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Selama Bulan Suci Ramadan 1442 Hijriah, pemerintah tak mau lagi usai Lebaran muncul lonjakan kasus COVID-19 seperti tahun silam.

Selain mudik, pemerintah juga menutup dan membatasi beberapa pusat keramaian seperti pusat perbelanjaan dan lokasi wisata. Hal ini semua demi menekan kasus COVID-19 seperti libur Lebaran kali ini. 

Sebenarnya tak cuma Lebaran, setiap libur panjang pasti berakhir dengan peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia. Peningkatan kasus terjadi sekitar dua minggu sesudah libur panjang. Hal ini terjadi karena banyak orang melakukan pergerakan, entah berwisata maupun ke luar kota. 

"Sepanjang tahun 2020, setiap periode libur panjang berdampak pada peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia," kata Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers daring 22 April 2021.

Berikut rincian lonjakan kasus yang terjadi selama 1,5 tahun terakhir:

- Libur Lebaran/Idulfitri 22-25 Mei 2020: Peningkatkan kasus konfirmasi 78-95 persen

- Libur HUT RI 15-17 Agustus 2020: Peningkatkan kasus positiif 59-119 persen

- Libur Maulud Nabi Muhammad dan cuti bersama Oktober 2020: Peningkatan kasus positif 37-95 persen

- Libur Natal Tahun Baru : peningkatan  kasus positif 37-78 persen.

 

Simak Juga Video Berikut Ini

2 dari 8 halaman

Bila Nekat Mudik, Bisa Saja Alami Lonjakan Kasus Seperti India

Larangan mudik yang diberlakukan pemerintah berlangsung selama 6-17 Mei 2021. Selama masa pelarangan mudik 2021, aktivitas berkaitan dengan sektor esensial dapat beroperasi dengan tetap mematuhi protokol kesehatan secara ketat.

Adapun kebijakan larangan mudik 2021 diputuskan Pemerintah bukan tanpa alasan. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai upaya mencegah potensi kenaikan kasus COVID-19 yang seringkali terjadi pascalibur panjang.

Jika abai terhadap protokol kesehatan dan tetap pergi mudik, bukan tidak mungkin kasus COVID-19 di Indonesia meloncat drastis dalam waktu cepat seperti di India saat ini.

"Apabila kita tidak sama-sama menjaga agar penularan COVID-19 tidak semakin meluas contohnya dengan tetap mudik dan mengunjungi saudara di kampung halaman, bukan tidak mungkin kasus COVID-19 meningkat bahkan sama parahnya seperti India," kata Wiku.

Wiku mencontohkan India yang mengalami kenaikan positivity rate dari tiga persen menjadi 22 persen dalam waktu kurang dari dua bulan. Kenaikan kasus terjadi akibat kegiatan keagamaan dan acara politik yang menimbulkan kerumunan.

"Ini menunjukkan tidak butuh waktu lama untuk menaikkan kasus akibat abai terhadap protokol kesehatan," kata Wiku dalam konferensi pers pada 11 Mei 2021.

Positivity rate yang tinggi di India membuat kondisi COVID-19 di sana parah. Seperti rumah sakit tidak lagi mampu menampung pasien COVID-19 maupun non-COVID-19, lalu alat kesehatan dan obat-obatan yang tidak lagi mencukupi.

"Jangan sampai kita berada di kondisi ini," pesannya.

Jelang hari Lebaran, Majelis Ulama Indonesia pun mengingatkan masyarakat yang berada di zona merah COVID-19 untuk solat Id di rumah. Sementara yang berada di zona hijau, dibolehkan untuk solat Idulfitri di masjid atau lapangan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Wiku pun kembali mengingatkan usai solat Id tidak melakukan silaturahmi fisik. Bila masih memaksakan mengunjungi sanak saudara dan teman secara langsung, kemungkinan bisa tertular dan menularkan virus SARS-CoV-2.

"Saya mohon agar masyarakat menyadari ada banyak cara menekan kasus COVID-19. Salah satunya dengan silaturahmi virtual," kata Wiku.

Jika memang ada pemudik yang lolos, Wiku mengatakan agar orang tersebut melakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui status dari COVID-19. Lalu, melakukan isolasi mandiri selama lima hari. 

3 dari 8 halaman

Tempat Wisata di Zona Kuning atau Hijau COVID-19 yang Boleh Buka

Di saat pemberlakuan pengetatan mobilitas masyarakat dengan larangan mudik, pemerintah masih memperbolehkan kunjungan ke sejumlah lokasi wisata. Liburan di masa Lebaran tetap bisa dilakukan tapi dengan beberapa pembatasan. Tempat wisata yang berada di zona merah dan zona oranya COVID-19 tidak diizinkan untuk beroperasi. Sementara yang berada di kawasan zona kuning dan hijau, boleh buka dengan pembatasan maksimal 50 persen dari kapasitas.

Satgas COVID-19 meminta tempat wisata yang bakal buka saat libur Lebaran 2021 untuk berkoordinasi dengan Satgas COVID-19 setempat. Tempat wisata yang dibolehkan buka wajib menegakkan protokol kesehatan COVID-19. Hal ini dilakukan semata-mata demi mencegah penularan kasus virus Corona. 

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengajak seluruh elemen bangsa untuk disiplin protokol kesehatan COVID-19, khususnya saat liburan Idulfitri yang berpotensi menimbulkan kerumunan di berbagai tempat, baik lingkungan keluarga hingga tempat wisata.

Sejauh ini, Kemenparekraf gencar mensosialisasikan program Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability (CHSE) di setiap lokasi wisata. Tentunya, sanksi menanti bagi setiap tempat yang kedapatan menyalahi aturan prokes Covid-19.

"Yang melanggar ditutup," kata Sandiaga dalam diskusi virtual yang diselenggarakan KPCPEN itu.

Saat libur Lebaran nanti, Bogor yang sering jadi tempat wisata tujuan warga Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi bisa tetap berlibur ke Kota Hujan.

Wakil Walikota Bogor Dedie A Rachim menyebut para pendatang wajib menunjukkan hasil tes rapid antigen, swab antigen, dan swab PCR, dengan hasil negatif COVID-19.

"Pemerintah Kota Bogor masih merujuk pada Peraturan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat). Kalau dengan dasar Surat Edaran Walikota tentang PPKM masih relevan, pengunjung wajib menunjukkan hasil tes negatif COVID-19," kata Dedie A Rachim, ketika dihubungi melalui telepon selulernya, Minggu (9/5/2021) yang dikutip dari Antara.

4 dari 8 halaman

Pengetatan Arus Balik Lebaran

Sementara itu upaya mencegah penularan COVID-19 terus dilakukan usai Lebaran 2021. Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menegaskan tetap ada pengetatan mobilitas pascaLebaran. Kebijakan pengetatan mobilitas, salah satunya adanya surat tanda negatif COVID-19 yang berlaku 1x24 jam.

"Untuk mengendalikan mobilitas arus balik penduduk pascaLebaran, ada kebijakan pengetatan mobilitas, yaitu penetapan surat tanda negatif COVID-19 yang berlaku 1x24 jam," kata Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito saat konferensi pers di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (11/5/2021).

"Kebijakan ini kembali diberlakukan mulai dari tanggal 18 Mei sampai dengan 24 Mei 2021 (H+7 peniadaan mudik Lebaran 2021)."

Sebagaimana Addendum Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan No. 13 Tahun 2021 Tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idulfitri 1442 Hijriyah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Virus Corona Disease 2019 COVID-19 Selama Bulan Suci Ramadan 1441 Hijriyah, termaktub ketentuan khusus pengetatan mobilitas Pelaku Perjalanan Dalam Negeri pada periode jelang peniadaan mudik pada 22 April-5 Mei 2021 dan 18-24 Mei 2021.

Bahwa pelaku perjalanan, baik transportasi darat, laut, dan udara wajib menunjukkan surat keterangan hasil tes PCR/Rapid Test Antigen yang sampelnya diambil kurun waktu 1x24 jam sebelum keberangkatan atau surat keterangan hasil tes negatif GeNose C19 di bandar udara sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan dan mengisi e-HAC Indonesia.

5 dari 8 halaman

Kemenkes Siapkan Skenario Terburuk

Kebijakan larangan mudik serta pembatasan tempat wisata dan pusat keramaian sudah ada tapi Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin melakukan langkah antisipasi penambahan kasus COVID-19 setelah Lebaran telah dilakukan. Salah satunya dengan penambahan kapasitas tempat tidur di rumah sakit.

“Lebaran sudah dekat. Tugas kami adalah mempersiapkan kondisi terburuk, saya merasa dan berharap insyaAllah ini tidak terjadi, tetapi kalaupun terjadi peningkatan penularan kita ingin melakukan antisipasi agar kita tidak kaget. Sejak Januari yang penting diantisipasi adalah kesediaan tempat tidur RS, kesiapan obat-obatan dan fasilitas lainnya yakni oksigen,” kata Menkes, melalui keterangan pers usai rapat terbatas, Senin (10/5/2021).

Secara keseluruhan, berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Kesehatan jumlah tempat tidur yang tersedia sebanyak 390 ribu unit, yang mana 70 ribu di antaranya digunakan untuk pelayanan COVID-19. Saat ini tingkat keterisian tempat tidur untuk pasien COVID-19 sekitar 23 ribuan.

Sementara untuk ruang ICU, secara nasional ada sekitar 22 ribu, yang diperuntukkan untuk COVID-19 sebanyak 7.500 unit. Dengan tingkat keterisian ICU sekitar 2.500.

“Kapasitas RS dan ICU yang kita miliki, itu masih 3 kali lebih besar dibandingkan yang kita dedikasikan untuk COVID-19,” katanya.

Dari kalkulasi ini, Budi Gunadi memperkirakan masih ada ketersediaan tempat tidur hingga 2 kali lipat untuk mengantisipasi apabila sewaktu-waktu terjadi lonjakan kasus COVID-19 terutama pascalibur Lebaran 2021.

Juga apabila terdapat kekurangan permintaan tempat tidur maupun ICU, pihaknya siap melakukan relaksasi dengan mengonversi RS menjadi RS khusus COVID-19.

“Sejumlah persiapan telah kita lakukan, saya berdoa persiapan itu tidak terpakai dan tetap kosong, tapi kalau ada setidaknya kita sudah melakukan persiapan,” kata Budi.

Selain persiapan ketersediaan tempat tidur RS secara nasional, Kementerian Kesehatan juga melakukan monitoring terhadap kapasitas tempat tidur bagi pasien COVID-19 di seluruh daerah terutama daerah yang mengalami kenaikan kasus signifikan dalam beberapa waktu terakhir.

Budi meminta kepada seluruh kepala daerah untuk turut melakukan langkah antisipasi sekaligus pencegahan agar tidak terjadi kenaikan kasus COVID-19 yang tinggi pascalibur panjang Lebaran.

6 dari 8 halaman

IDI: Fasilitas Pelayanan Kesehatan Harus Siap

Ketua Tim Mitigasi IDI Adib Khumaidi mengingatkan potensi lonjakan kasus COVID-19 usai libur Lebaran. Bahkan, saat ini sudah terlihat kenaikan kasus COVID-19 kembali seperti tahun lalu walau program vaksinasi terus berjalan.

"Kami mengingatkan agar seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, klinik) serta para dokter dan tenaga kesehatan lainnya menyiapkan ketersediaan ventilator, obat-obatan, Alat Pelindung Diri (APD), tempat tidur, ruangan," kata Adib melalui keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Selasa (11/5/2021).

"Upaya ini untuk mengantisipasi lonjakan kasus pascalibur Hari Raya Idulfitri sampai 1-2 bulan ke depan."

Faktor lonjakan COVID-19 usai Lebaran di atas, menurut Adib, diperkirakan karena adanya klaster-klaster COVID-19 yang muncul selama beberapa bulan terakhir. Misal, klaster perkantoran, klaster keluarga, klaster ibadah bersama, dan klaster buka puasa bersama.

"Ditambah juga adanya momentum-momentum Idulfitri, arus balik mudik, mudik serta mutasi virus Corona di tengah semakin banyaknya masyarakat yang abai protokol kesehatan, meski sudah divaksinasi," lanjutnya.

Adib Khumaidi, yang juga Ketua Lembaga Kesehatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau agar materi terkait protokol kesehatan saat pandemi COVID senantiasa disosialisasikan melalui khotbah Idulfitri di seluruh Indonesia.

Protokol kesehatan harus tetap dilakukan, walau vaksinasi COVID-19 sudah diterima. Ini karena vaksinasi belum menjamin tubuh kebal dari virus Corona.

"Vaksinasi saja tidak menjamin tubuh kita akan kebal terhadap virus, apalagi mutasi virus Corona. Protokol kesehatan 5M (Memakai Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak, Menghindari Kerumunan, Membatasi Mobilitas) tetap wajib dilakukan," tegas Adib.

7 dari 8 halaman

Epidemiolog: Libur Lebaran di Rumah Saja

Epidemiolog Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani menyoroti larangan mudik namun di sisi lain tempat wisata dibuka. Menurut dia, mudik lebih berpotensi dalam penyebaran covid-19 ketimbang dibukanya tempat wisata.

"Kalau mudik berbicara banyak orang, mungkin enggak bisa dibatasi. Kalau tidak ada larangn mudik, otomatis orang akan berkumpul pada tempat umum. Tapi kalau tempat wisata bisa dikontrol dari pengelolanya," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (11/5/2021).

Kendati demikian, pembukaan tempat wisata saat libur lebaran berpotensi dalam penyebaran virus COVID-19. Karena itu, ia menyarankan agar masyarakat tetap berada di rumah.

"Tapi kita tidak bisa membatasi ya mungkin saja masyarakat ini merasa bosan, kemudian juga perekonomian ini harus segera ditumbuhkan, diaktifkan makanya kemudian diberikan kesempatan atau relaksasi pada tempat wisata," ucap dia.

"Jadi memang ini dilema, pemerintah ingin mengaktifkan kembali perekonomian kita, di sisi lain amat risiko. Harusnya memang kita sebagai masyarakat harus memilih bijak jadi kalau kondisi kita sehat kita bisa liburan ke tempat tempat wisata yang dekat dekat dengan rumah saja," imbuh Laura.

Selain itu, dipastikan tempat wisata itu harus menerapkan protokol kesehatan ketat. Juga hindari tempat wisata yang berpotensi berkumpulnya orang banyak. "Jangan memaksakan diri untuk tetep masuk ke wilayah yang  banyak orang berkerumun," kata dia.

Untuk itu, Laura memastikan libur Lebaran ke tempat ramai memiliki risiko tinggi terhadap paparan COVID-19. Pemerintah pun diharapkan tetap harus waspda terhadap kemungkinan pelonjakan kasus.

 

Laura pun mengimbau kepada masyarakat untuk berlibur dengan cara aman dari virus SARS-CoV-2.

"Masyarakat sekarang sudah merasakan pandemi lebih dari setahun yang seharusnya bisa berpikir secara bijak informasi yang didapat cukup banyak. Jadi kalau mau liburan, berlibur dengan cara aman, cara aman gimana? Penerapan prokes kemudian lihat kondisi tubuh dan kesehatan sepeeti apa. Kalau ada yang sakit anggota keluarganya, lebih baik di rumah saja," ujar dia.

Selanjutnya masa setelah liburan perlu dipikiran dengan baik. "Tidak hanya pemerintah berpikir pada durasi mudik saja tapi juga harus dipikirkan ketika ada arus balik yaitu harus diatur," ujar dia.

"Jadi pembatasan arus balik harus dipikirkan setelah tanggal 17 Mei membludak orang mencari transportasi umum untuk kembali ke kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang," ujar dia.

8 dari 8 halaman

Langkah Antisipasi Lonjakan Kasus Usai Libur Lebaran

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama memberikan tiga kiat pencegahan dan antisipasi terjadinya lonjakan kasus usai libur Lebaran di masa pandemi COVID-19.

Tiga aspek pencegahan tersebut yakni:

Pertama “kesadaran kita semua bahwa 3M dan menghindari kerumunan serta mengurangi mobilisasi adalah demi perlindungan kita sendiri,” kata Tjandra kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks, dikutip Selasa (11/5/2021).

Kiat kedua dalam mencegah terjadinya risiko kerumunan libur Lebaran menurut Tjandra adalah mempertegas aturan-aturan yang ada dan mengimplementasikannya dengan baik.

Kiat pencegahan ketiga berkaitan dengan anjuran World Health Organization. Jika terpaksa ada dalam kerumunan, maka orang-orang harus menjaga jarak, mempersingkat waktu, dan menempatkan diri di tempat terbuka akan lebih baik, katanya.

Selain tiga kiat pencegahan, Tjandra juga membagikan tiga aspek antisipasi. Ketiga aspek antisipasi tersebut menyangkut fasilitas layanan kesehatan, surveilans, dan dampak sosial ekonomi.

Menurutnya, fasilitas layanan kesehatan harus memiliki kesiapan untuk menghadapi lonjakan kasus yang mungkin terjadi. Bahkan, jika diperlukan maka simulasi dapat dilakukan oleh fasilitas layanan kesehatan agar lebih siap menghadapi kemungkinan buruk.

“Kalau perlu simulasi,” katanya.

Surveilans juga harus dilakukan secara ketat dan menyeluruh, lanjut Tjandra. Terakhir, antisipasi dampak sosial ekonomi dan juga komunikasi risiko perlu dilakukan, tutupnya.