Liputan6.com, Jakarta Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan lonjakan kasus dan kematian akibat COVID-19 yang terjadi di Garut merupakan representasi apa yang terjadi di Indonesia. Dicky menduga kenaikan kasus konfirmasi COVID-19 dan kematian bukan karena libur Lebaran saja tapi sudah lama sebelumnya.
"Ketika kota-kota kecil seperti Garut sudah memiliki kasus serius terutama angka kematian di atas rata-rata angka dunia dan nasional, ini menunjukkan kasusnya sudah lama kronis," kata Dicky kepada Liputan6.com via pesan suara pada Rabu (19/5/2021).
Baca Juga
Dicky menyebut penularan kasus sudah masuk ke tingkat terendah yakni komunitas sejak April 2020. Namun, penghentian kasus tidak pernah tuntas alhasil virus SARS-CoV-2 terus ada di masyarakat.
Advertisement
"Sebagian besar kasus infeksi tidak bisa ditemukan, ketika tidak bisa ditemukan bagaimana bisa menyelesaikan," kata kandidat doktor dari Griffith University Australia itu.
Mengingat transimisi sudah berada di rumah-rumah, Dicky menyarankan adanya kader-kader yang menjangkau ke rumah untuk membantu mendeteksi kasus COVID-19.
"Dalam konteks Garut, kita harus temukan dan putuskan kasusnya. Sekali lagi, di kasus kita ini enggak akan membludak di rumah sakit, enggak gitu di Indonesia, tapi ada di rumah-rumah. Makanya perlu penjangkauan kader ke rumah," tuturnya.
Â
Simak Video Berikut Ini:
Lacak sampai ke rumah-rumah
Dicky berharap ada peningkatan tes COVID-19 di kalangan masyarakat Garut sehingga bisa terdeteksi orang yang terinfeksi virus SARS-CoV-2. Bila memang APBD terbatas, pemerintah daerah bisa meminta warga melakukan isolasi mandiri selama 10-14 hari.
"Dukung meraka untuk berada di dalam rumah 10-14 hari, terutama masyarakat miksin agar bisa tetap makan," saran Dicky.
Mengenai upaya Bupati Garut menyiagakan Puskesmas, hal itu memang sudah seharusnya. "Kesiapan puskesmas iya, tapi cari sumber penularan ke sumbernya ya ke rumah-rumah tangga."
Advertisement