Sukses

Waspada, Penyakit Radang Usus Bisa Picu Stres dan Depresi

Kasus inflammatory bowel disease (IBD) atau penyakit peradangan usus mulai meningkat di Indonesia terutama di kalangan masyarakat urban atau perkotaan.

Liputan6.com, Jakarta Kasus inflammatory bowel disease (IBD) atau penyakit radang usus mulai meningkat di Indonesia terutama di kalangan masyarakat urban atau perkotaan.

Menurut dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan gastroenterologi hepatologi RSCM-FKUI, Prof. Marcellus Simadibrata, penyakit menahun ini dapat disebabkan berbagai faktor seperti lingkungan, diet, obat-obatan, makanan, genetik, dan stres.

Akibat pengobatan yang membutuhkan waktu lama dan menguras biaya banyak, IBD juga sangat berpotensi memicu masalah psikologi atau gangguan kesehatan mental seperti gangguan kecemasan dan depresi.

“Pasien IBD ini banyak mengalami hal berat yang memicu masalah psikis. Kualitas hidup menurun, jadi sulit bekerja bahkan beberapa pasien yang sering tidak masuk kerja akibat IBD akhirnya dipecat,” ujar Marcellus dalam seminar daring PT. Takeda, Sabtu (22/5/2021).

Pasien tidak bisa masuk kerja karena mengalami diare yang terus-menerus. Bagi orang dewasa IBD menghambat produktivitas kerja, sedangkan bagi anak-anak penyakit ini dapat menghambat aktivitas belajar.

Walau banyak kasus IBD yang memicu gangguan psikologi, tapi sejauh ini Marcellus belum menemukan kasus bunuh diri akibat IBD.

“Kasus bunuh diri saya belum dapat data, tapi banyak berhubungan dengan stres dan depresi yang disebabkan IBD. Mungkin bisa saja (ada kasus bunuh diri) tapi saya belum dapat datanya.”

Simak Video Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien

Marcellus menambahkan, untuk meningkatkan kualitas hidup pasien IBD maka diperlukan terapi yang komprehensif.

“Mulai dari pengobatan non farmakologi (tanpa obat) yakni dietnya harus hati-hati, jadi jangan sampai pasiennya malnutrisi dan jangan makan makanan yang memicu peradangannya jadi aktif.”

Edukasi terkait IBD juga sangat penting diberikan pada para pasien dan keluarga karena penyakit ini membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun untuk pengobatannya, tambahnya.

“Pasien enggak sembuh-sembuh terus dia pindah dari dokter satu ke dokter yang baru karena dia tidak mengerti penyakitnya. Kita harus jelaskan bahwa penyakitnya memang progresif dan berulang serta kambuh-kambuhan.”

Untuk mengurangi pembengkakan, maka dapat diberi obat anti inflamasi mulai dari yang ringan hingga yang berat. Ini tidak menghilangkan gejala tapi dapat memperbaiki mukosa (lapisan usus).

Marcellus juga mengimbau para pasien untuk makan makanan sehat dan olahraga rutin sesuai kemampuan agar meningkatkan sistem imun.

 

KONTAK BANTUAN

Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.

Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku

Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.

Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.

3 dari 3 halaman

Infografis 9 Waktu Tepat Cuci Tangan Hindari COVID-19