Liputan6.com, Jakarta - Semasa menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo juga ditunjuk menjadi Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Sosok Doni pun menjadi salah satu sorotan publik Tanah Air selama pandemi COVID-19.
Kini, posisi Doni Monardo digantikan Letjen TNI Ganip Warsito sebagai Kepala BNPB yang baru. Pelantikan Ganip menyusul Doni akan memasuki masa pensiun dari TNI tepat pada 1 Juni 2021 mendatang. Dalam hal ini, posisi Kepala BNPB harus perwira TNI yang aktif.
Advertisement
Kembali pada kiprah Doni Monardo, ia dilantik menjadi Kepala BNPB pada Januari 2019. Setahun kemudian, ketika COVID-19 melanda, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Doni menjadi Ketua Gugus Tugas (sekarang Satuan Tugas) pada Maret 2020.
Posisi tersebut seiring dengan dibentuknya Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di bawah koordinasi BNPB. Peran Gugus Tugas yang diketuai Doni pun terkait percepatan penanganan COVID-19. Strategi Doni Monardo sejak awal menangani pandemi COVID-19 berbasis pentahelix.
Istilah pentahelix diperkenalkan Doni Monardo pada 2019, yang diterapkan dalam penanganan bencana alam. Makna istilah pentahelix menitikberatkan semangat kegotongroyongan seluruh sumber daya dan kearifan lokal tatkala bencana terjadi. Ada pelibatan para pihak dalam perencanaan, implementasi, dan pemantauan proses pembangunan kembali yang lebih baik, meliputi kerja sama pemerintah daerah, masyarakat setempat, pakar dan akademisi, media, serta sektor swasta.
Serupa dengan penanganan bencana alam, implementasi pentahelix diterapkan Doni Monardo menangani COVID-19. Penanganan COVID-19 tak hanya pelibatan pemerintah pusat dan daerah, melainkan seluruh komponen masyarakat.
Di Kantor BNPB, Jakarta pada 14 Maret 2020, Doni menyampaikan, Gubernur dalam pelaksanaan tugasnya akan dibantu oleh Pangdam/Danrem, Kapolda, Kadiskes dan Kepala BPBD serta OPD dan para pihak yang terkait (Pentahelix). Bupati/Wali Kota dalam pelaksanaan tugasnya akan dibantu oleh Dandim, Kapolres, Kadiskes dan Kepala BPBD serta OPD dan para pihak yang terkait (Pentahelix).
Untuk penanganan penyakit berada di jajaran sektor kesehatan, baik dari pemerintah maupun para pihak dari BUMN. Kemudian sektor lembaga usaha swasta, IDI, lembaga non pemerintah, dan perguruan tinggi. Lembaga riset akan terlibat secara terencana dan terpadu untuk melakukan penguatan pencegahan, percepatan deteksi dan respons.
Masyarakat turut memegang peranan yang sangat penting dalam mencegah penyebaran COVID-19. Masyarakat menjadi subjek berperan aktif dalam pencegahan dan deteksi dini. Dalam hal ini, masyarakat adalah garda terdepan dalam penanganan pandemi COVID-19.
Dengan menjaga kesehatan dan meningkatkan imunitas diri, upaya pengurangan kontak fisik, memberikan informasi jika merasakan gejala atau memiliki riwayat mengunjungi negara yang terjangkit COVID-19. Lalu melakukan karantina diri dengan mengacu protokol dari Kementerian Kesehatan, penyebaran COVID-19 dapat ditekan.
Doni Monardo juga menekankan, adanya semangat gotong royong dari masyarakat yang saling membantu, seperti berbagi masker, berbagi makanan kepada masyarakat yang kurang sejahtera agar imunitas diri mereka meningkat.
"Bantuan tersebut pada dasarnya tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang dibantu, tetapi juga bagi kita yang membantu karena telah mengurangi risiko terjadinya penularan yang lebih luas," bebernya.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Status Darurat COVID-19 sebagai Bencana Nasional
Seiring perkembangan COVID-19, tak lama menduduki posisi Ketua Gugus Tugas, Doni Monardo meneken Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Status Keadaan Darurat Bencana Nonalam COVID-19 sebagai Bencana Nasional. Surat edaran ini menjelaskan status keadaan darurat yang masih diberlakukan oleh Presiden Joko Widodo terhadap pandemi COVID-19.
Meskipun status Keadaan Tertentu Darurat Bencana yang ditetapkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berakhir pada 29 Mei 2020, status keadaan darurat masih diberlakukan. Ini merujuk pada peraturan yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai Penetapan Status Bencana Nonalam COVID-19 sebagai Bencana Nasional belum berakhir.
Melalui surat tersebut, Doni Monardo menetapkan bahwa Kepala BNPB, gubernur, bupati dan wali kota tidak perlu lagi menetapkan status keadaan darurat bencana COVID-19. Status keadaan darurat bencana non alam akan berakhir pada saat ditetapkannya keputusan Presiden tentang Penetapan Berakhirnya Status Bencana Nonalam COVID-19 sebagai Bencana Nasional.
Pada Juni 2020, Doni Monardo menandatangani Surat Edaran No 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru menuju masyarakat produktif dan Aman Coronavirus Disease 2019.
Tertulis bagi setiap orang yang akan melakukan perjalanan menggunakan transportasi umum baik melalui darat, udara, laut, hingga kereta api, wajib membawa hasil tes PCR atau rapid test yang berlaku selama 14 hari. Di Surat Edaran Nomor 7 sebelumnya, masa berlaku tes PCR dan rapid test berbeda, masing-masing PCR 7 hari dan rapid test 3 hari pada saat keberangkatan.
Advertisement
Dari Gugus Tugas Menjadi Satuan Tugas
Memasuki Juli 2020, Presiden Joko Widodo membubarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Nama berubah menjadi Satuan Tugas Penanganan COVID-19 yang berada di bawah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Aturan itu diteken Jokowi pada Senin, 20 Juli 2020.
Pasal 20 Perpres itu berisi pencabutan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dalam Keppres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. "Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 daerah dibubarkan," demikian bunyi Pasal 20 Ayat 2 huruf b Perpres.
Lalu, dalam Pasal 20 Ayat 2 huruf c, kewenangan Gugus Tugas akan dilanjutkan oleh Komite Kebijakan dan atau Satuan Tugas Penanganan COVID-19/Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Daerah.
Adanya perubahan nama dari Gugus Tugas tak mengubah tampik kepemimpinan Doni Monardo. Doni tetap menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Doni Monardo selalu mengatakan, seluruh masyarakat perlu bergerak bersama-sama dalam penanganan COVID-19, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Pada September 2020, Doni Monardo menyoroti hasil survei Badan Pusat Statistik yang menunjukkan 17 persen responden menyangka tidak mungkin tertular. Melalui "Rilis Hasil Survei Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi COVID-19, survei ini dilakukan oleh BPS dari tanggal 7 September - 14 September 2020 secara daring dengan jumlah responden 90.967 responden.
Doni menyebutkan temuan survei 17 persen responden tidak yakin terpapar COVID-19 itu merupakan angka yang cukup besar jika dikalikan jumlah penduduk Indonesia. Padahal, semua tahu statusnya pandemi. Tidak ada satu jengkal tanah (tempat) pun di Indonesia yang aman dan bebas dari COVID-19.
"Masalahnya media pengantarnya manusia. Kalau manusia sudah dirawat di rumah sakit kita bisa menghindari. Masalahnya sebagai OTG yang karier itu cepat atau lambat pasti tertular," ujar Doni Monardo.
Abai Protokol Kesehatan, Pertanggungjawaban Juga di Akhirat
Pernyataan Doni Monardo, yang juga mantan Danjen Kopassus ini cukup ramai diperbincangkan. Salah satunya merespons situasi demo yang terjadi di beberapa kota besar, termasuk ibu kota DKI Jakarta di tengah pandemi pada Oktober 2020.
“Ingat, mereka yang mengabaikan protokol kesehatan sehingga menimbulkan korban jiwa bukan hanya dimintai pertanggungjawaban di dunia, tetapi juga di akhirat,” kata Doni dengan kalimat yang jelas dan tegas saat sesi “Media Bertanya, Doni Monardo Menjawab” di Media Center Satgas COVID-19 Graha BNPB Jakarta pada Jumat (9/10/2020).
Doni tegas berpesan kepada publik agar menghindari aktivitas berkerumun, "Hindari yang menyebabkan mengancam keselamatan diri sendiri, apalagi orang lain," paparnya.
Doni Monardo menekankan orang yang berbahaya bukan pasien COVID-19 yang sudah sembuh, melainkan orang positif yang belum melakukan pemeriksaan atau yang biasa disebut orang tanpa gejala (OTG). Begitu tiba di rumah usai aktivitas di luar, termasuk demo, tanpa sengaja OTG ini dapat menulari keluarga terdekat lain, terutama orangtua yang memiliki penyakit penyerta (komorbid), seperti lansia dan komorbid sangat rentan tertular virus Corona.
Demi memutus penyebaran COVID-19, Doni Monardo juga mengapresiasi peran media. Ini karena masih ada sebagian masyarakat yang tidak percaya COVID-19 ataupun merasa tidak mungkin terpapar virus Corona sebagaimana data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlahnya ada 17 persen.
"Jika saat ini penduduk Indonesia ada 270 juta orang, maka dari 17 persen-nya ada sebanyak 44,9 juta orang merasa tidak akan terpapar COVID-19. Ini suatu angka yang sangat besar. Artinya, masih ada 44,9 juta orang yang merasa tidak mungkin dan sangat tidak mungkin terpapar COVID,” kata Doni pada 2 November 2020.
Oleh karena itu, Doni Monardo menilai peran media sangat penting guna menekan angka ketidakpercayaan tersebut. Menurutnya, 63 persen keberhasilan sosialisasi COVID-19 ada di tangan media.
Advertisement
Kebijakan Protokol Kesehatan dan Ketentuan Pelaku Perjalanan
Sejumlah kebijakan dikeluarkan Satgas COVID-19. Pada Desember 2020, Doni Monardo meneken Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Penerbitan SE ini dilataribelakangi oleh telah ditemukannya SARS-CoV-2 varian baru di South Wales, Inggris (SARS-CoV-2 varian B117) dan terjadinya peningkatan persebaran virus SARS-CoV-2 dan SARS-CoV-2 varian B117.
“Diperlukan ketentuan khusus bagi pelaku perjalanan dari luar negeri untuk memproteksi warga negara Indonesia (WNI) dari imported case,” demikian tertuang dalam latar belakang surat edaran yang diteken Doni pada Senin, 28 Desember 2020. Tujuan surat edaran untuk penerapan protokol kesehatan COVID-19 yang disertai dengan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi dalam rangka mencegah terjadinya peningkatan penularan COVID-19, termasuk varian baru yang telah bermutasi menjadi SARS-CoV-2 varian B117 yang dilaporkan di Inggris.
Adapun ruang lingkupnya adalah protokol kesehatan terhadap pelaku perjalanan internasional, yaitu seseorang yang melakukan perjalanan orang dari luar negeri pada 14 hari terakhir. Sebagaimana termaktub dalam surat edaran, keputusan Rapat Terbatas tanggal 28 Desember 2020 menjadi salah satu dasar hukum penerbitan Surat Edaran ini. Dalam rapat tersebut telah diputuskan bahwa Pemerintah menutup sementara masuknya warga negara asing (WNA) dari semua negara ke Indonesia dari tanggal 1 hingga 14 Januari 2021.
Selanjutnya, Doni Monardo juga meneken Surat Edaran (SE) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) tertanggal 9 Januari 2021. Surat berlaku mulai 9 Januari-25 Januari 2021. Surat Edaran ini juga dilatarbelakangi atas tingkat penularan COVID-19 di wilayah Indonesia yang masih tinggi ditandai dengan positivity rate, kasus aktif, dan penambahan kasus positif di tingkat nasional.
Selain itu, dalam masa pandemi dan menuju Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Masyarakat Produktif dan Aman COVID-19 penyebaran COVID-19 berpotensi meningkat akibat perjalanan orang. Doni Monardo menegaskan, ketentuan perjalanan orang ini disusun dengan maksud sebagai panduan perjalanan orang dalam masa pandemi COVID-19.
Kriteria dan persyaratan disusun dengan tujuan meningkatkan penerapan protokol kesehatan dalam kebiasaan baru bagi terciptanya kehidupan yang produktif dan aman COVID-19 dan mencegah terjadinya peningkatan penularan COVID-19.
Kemudian Doni Monardo menandatangani Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tertanggal 9 Februari 2021. Surat Edaran ini dilatarbelakangi atas tingkat penularan COVID-19 di wilayah Indonesia yang masih tinggi ditandai dengan positivity rate, kasus aktif, dan penambahan kasus positif di tingkat nasional.
Doni menegaskan, ketentuan perjalanan orang ini disusun dengan maksud untuk memperpanjang masa berlaku penerapan protokol kesehatan terhadap pelaku perjalanan orang di dalam negeri dalam masa pandemi COVID-19. Tujuannya, meningkatkan penerapan protokol kesehatan dalam kebiasaan baru bagi terciptanya kehidupan yang produktif dan aman COVID-19, mencegah terjadinya peningkatan penularan COVID-19, dan melakukan pembatasan pelaku perjalanan jarak jauh darat dan menggunakan moda kereta api selama libur panjang atau libur keagamaan.
Upaya mencegah dan memutus rantai penyebaran COVID-19 yang berpotensi meningkat akibat mobilitas manusia atau perjalanan orang, diperlukan ketentuan yang mengatur perjalanan orang dalam negeri selama masa pandemi.
Pada 26 Maret 2021, Doni Monardo meneken Surat Edaran (SE) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang berlaku mulai 1 April 2021.
Dalam surat termaktub, penggunaan alat deteksi dini COVID-19 berbasis embusan napas hasil produksi dalam negeri, yaitu GeNose C19, akan diperluas pada seluruh moda transportasi sebagai alternatif skrining kesehatan pelaku perjalanan orang dalam negeri dalam masa pandemi COVID-19,” demikian bunyi surat.
Maksud surat edaran ini adalah untuk memperpanjang masa berlaku penerapan protokol kesehatan terhadap pelaku perjalanan orang di dalam negeri dalam masa pandemi COVID-19. Perjalanan orang dalam negeri adalah pergerakan orang dari satu daerah ke daerah lainnya berdasarkan batas wilayah administrasi provinsi/kabupaten/kota dengan menggunakan moda transportasi pribadi maupun umum baik melalui jalur darat (jalan), perkeretaapian, laut, sungai, danau, penyeberangan, dan udara.
Narasi Larangan Mudik Lebaran Harus Sama
Pemerintah sudah menetapkan larangan mudik Lebaran demi mencegah penularan virus Corona. Menindaklanjuti keputusan Pemerintah, Doni Monardo tak hentinya mengingatkan kepada masyarakat agar tidak melaksanakan mudik pada Hari Raya Idulfitri tahun ini.
Sebab, pandemi COVID-19 belum berakhir dan potensi penularan dari mobilitas manusia pada hari raya dan libur nasional sangat tinggi.
“Tidak mudik. Dilarang mudik,” tegas Doni dalam Rapat Koordinasi Penanganan COVID-19 bersama jajaran Pemerintah Provinsi Bengkulu di Bengkulu, Jumat (16/4/2021).
Melalui pelarangan mudik tersebut, Pemerintah tidak ingin adanya pertemuan silaturahmi yang dilakukan oleh masyarakat kemudian menimbulkan penularan COVID-19 dan berakhir pada angka kematian yang tinggi. Adapun pelarangan mudik sebagaimana yang tertuang pada Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idulfitri 1442 H telah dikeluarkan pada 7 April 2021.
Melalui surat edaran tersebut, Doni meminta agar masyarakat tidak keberatan. "Kita tidak ingin pertemuan silaturahmi berakhir dengan hal yang sangat tragis. Kehilangan orang-orang yang kita sayangi. Kehilangan orang-orang yang kita cintai. Jangan sampai terjadi,” kata Doni.
“Jangan ada yang keberatan. Menyesal nanti."
Pemerintah melarang aktivitas mudik pada tanggal 6-17 Mei 2021, bukan berarti sebelum atau sesudah waktu yang ditentukan itu diperbolehkan mudik. Masyarakat diminta betul-betul memahami bahwa konteks aturan pemerintah itu juga lebih kepada upaya pencegahan. Mobilisasi orang dari suatu daerah ke daerah lain dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan potensi, mengantarkan COVID-19 ke daerah yang landai, kata Doni.
Surat edaran larangan mudik juga ditegaskan Addendum Surat Edaran Nomor 13 tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Lebaran yang ditandatangani Doni Monardo pada 21 April 2021. Doni Monardo menegaskan maksud dari addendum Surat Edaran ini adalah mengatur pengetatan persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) selama H-14 peniadaan mudik (22 April - 5 Mei 2021) dan H+7 peniadaan mudik (18 Mei-24 Mei 2021).
Sementara itu, selama masa peniadaan mudik 6 - 17 Mei 2021 tetap berlaku Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.
Masih dalam pelarangan mudik, Doni Monardo menekankan bahwa larangan mudik Lebaran 2021 merupakan keputusan politik negara yang diambil atas berbagai pertimbangan. Ia meminta agar pejabat lain tak membuat narasi berbeda soal pelarangan mudik Lebaran 2021.
"Keputusan dilarang mudik ini mohon kiranya narasinya adalah narasi tunggal. Tidak boleh ada pejabat mana pun yang berbeda narasinya dari narasi pusat. Ini adalah keputusan politik negara, kepala negara adalah Bapak Presiden Jokowi," kata Doni di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (3/5/2021).
Keputusan larangan mudik Lebaran 2021 ini diambil setelah pemerintah mendapat masukan dan mengkaji data-data Covid-19 selama satu tahun terakhir. Salah satunya, momentum libur panjang selalu menyebabkan kasus COVID-19 melonjak naik.
Advertisement
Fenomena 'Pingpong' dan 'Balon'
Memasuki masa arus balik mudik Lebaran, yang mana sebagian besar warga tetap ada yang mudik, Doni Monardo mengemukakan, fenomena 'pingpong' dan 'balon'. Bukan tanpa sebab analogi 'pingpong' dan 'balon' mencuat, Doni Monardo menerima laporan dari pihak PT ASDP (Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan). Bahwa sejak 22 April-15 Mei 2021, tercatat 440.014 orang menyeberang dari Jawa ke Sumatera.
Yang dimaksud Doni soal fenomena 'pingpong' adalah pergerakan tik-tok, bolak-balik antara Jawa dan Sumatera dalam mengoper virus Corona. Ibarat kata, saat Pulau Jawa banyak zona merah dan Sumatera berzona kuning dan hijau, lalu para penyeberang dari Jawa membawa virus Corona ke Sumatera.
Saat ini, kondisinya terbalik, kasus COVID-19 di Jawa relatif landai. Banyak daerah berzona kuning dan hijau, sedangkan hampir sebagian besar daerah di Sumatera berzona oranye dan merah. Nah, mantan Danjen Kopassus ini tidak mau karena keteledoran di perbatasan atau area penyeberangan, yang mana virus Corona balik lagi ke Jawa.
“Sebab, kalau itu yang terjadi, sama saja 'pingpong' ya tidak akan selesai-selesai (menekan kasus COVID-19),” pungkas Doni Monardo.
Selain 'pingpong', Doni Monardo juga menyoroti fenomena Corona 'balon' dalam pelaksanaan protokol kesehatan. Ibarat balon yang ditekan, bagian lain akan menggelembung. Ketika bagian yang ditekan dilepas, akan kempes seperti semula.
Dalam hal ini, kepatuhan protokol kesehatan harus terus disiplin dilakukan. Tidak boleh kendor. Penanganan pandemi COVID-19 pun membutuhkan keterlibatan dan kerjasama dari seluruh pihak, baik pemerintah pusat, daerah, TNI Polri hingga masyarakat.
"Satu lagi yang harus dihindari adalah fenomena pengendalian Corona 'balon.' Balon kan kalau ditekan di satu sisi, sisi lain akan menggelembung. Kuncinya ada di disiplin dan kerjasama semua pihak," terang Doni. "Petugasnya bergerak satu komando, pemerintah pusat dan daerah bekerjasama dengan baik, didukung masyarakat yang sadar menerapkan protokol kesehatan."
Upaya yang ditekankan Ketua Satgas COVID-19 Doni Monardo adalah perhatian semua petugas agar tidak terjadi penumpukan di satu titik. Pola koordinasi yang sudah dipaparkan Kapolda, harus bisa dilaksanakan dengan baik di lapangan.
Pemeriksaan tes antigen bagi pemudik yang akan menyeberang ke Pulau Jawa atau kembali ke Jabodetabek harus dilakukan maksimal. Pemudik dan pelaku perjalanan yang positif COVID-19 segera mendapat perawatan dan harus jalani karantina.
Selain itu, jika ada 5 rumah positif COVID-19, RT juga dapat menerapkan mikro lockdown demi menekan penyebaran COVID-19, demikian pesan Doni Monardo yang selalu diulanginya....