Liputan6.com, Jakarta Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar mengatakan dari hasil telaah yang dilakukan KemenPPPA ditemukan beberapa aspek yang telah dilanggar dalam produksi sinetron tentang pernikahan dini di salah satu stasiun teve.
“Terkait peran istri dalam sinetron ini yang diperankan seorang pemain usia anak, hal ini adalah bentuk stimulasi pernikahan usia dini yang bertentangan dengan program pemerintah khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan,” kata Nahar dalam keterangan pers KemenPPPA dikutip Jumat (4/6/2021).
Baca Juga
5 Cara Mengonsumsi Alpukat untuk Menurunkan Kolesterol dan Mendapatkan 3 Manfaat untuk Jantung Anda
Dosakah Suami jika Memberi Nafkah Selalu Kurang? Buya Yahya Menjawab
Pertandingan Langsung Timnas Indonesia Melawan Filipina di Piala AFF 2024 Akan Berlangsung pada Sabtu 21 Desember 2024, Kick Off Pukul 20:00
Nahar menambahkan, sinetron tersebut juga memperlihatkan kekerasan psikis berupa bentakan dan makian dari pemeran pria, serta pemaksaan melakukan hubungan seksual.
Advertisement
Adegan dalam sinetron tersebut dinilai mempromosikan kekerasan psikis dan seksual terhadap anak yang bertentangan dengan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Simak Video Berikut Ini
Memengaruhi Kondisi Psikologis Masyarakat
Tayangan ini secara tidak langsung akan memengaruhi kondisi psikologis masyarakat dan menimbulkan toxic masculinity, lanjut Nahar.
Toxic masculinity berkaitan dengan terbangunnya konstruksi sosial di masyarakat bahwa pria identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan merendahkan perempuan.
Nahar juga mengingatkan tayangan tersebut berisiko memengaruhi masyarakat untuk melakukan perkawinan usia anak dan kekerasan seksual.
Bahkan, sinetron tersebut juga menunjukkan adanya tindak pidana perdagangan orang (TPPO), karena pada tayangan tersebut diceritakan bahwa pemeran anak dinikahkan dengan alasan untuk membayar utang keluarganya.
“Jika nanti ditemukan kasus serupa di lapangan dan setelah digali peristiwa tersebut merupakan bentuk imitasi dari tayangan yang disiarkan oleh TV tersebut, maka pihak TV dapat dipidanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tutup Nahar.
Advertisement