Liputan6.com, Jakarta Bahaya merokok bagi remaja bukan hanya soal adiksi, namun juga mempengaruhi sistem kerja otak yang mengendalikan emosi dan membuatnya sulit memutuskan sesuatu.
Begitu disampaikan dr. Tribowo Tuahta G, Sp.KJ dalam Webinar Hari Tanpa Tembakau Sedunia dengan tema “Commit to Quit” yang diadakan Pergerakan anggota Muda Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (PAMI) Nasional, ditulis Rabu (9/6/2021).
Baca Juga
"Nikotin dalam rokok dapat mengganggu perkembangan otak remaja sehingga mengganggu keseimbangan emosional remaja. Jadi, kalau remaja sudah menggunakan zat dalam hal ini adalah nikotin sebelum usia 20 tahun, maka akan mengganggu system kelistrikan Prefontal Korteks sehingga remaja tersebut tidak dapat mengendalikan emosi dan impuls, serta sulit untuk memutuskan sesuatu yang baik," katanya.
Advertisement
Dalam materinya, dr Tribowo juga mengungkapkan bahaya adiksi nikotin yang 5-10 kali lebih kuat menimbulkan efek psikoaktif pada manusia dibandingkan kokain dan morfin. Selain itu, nikotin dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh sampai ke Sistem Saraf Pusat (SSP) dalam 10-20 detik setelah dihisap.
"Di otak, prokok akan mengalami respons farmakologis yang sangat kuat berupa: rasa nikmat, relaksasi, berkurangnya stres, meningkatnya kewaspadaan, meningkatnya konsentrasi dan perubahaan mood," jelasnya.
Simak Video Berikut Ini:
upaya promotif dan preventif
Untuk menanggulangi masalah perokok remaja tersebut perlu dilakukan upaya promotif dan preventif melalui berbagai pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan remaja dan usia remaja seperti pendekatan edukatif-afektif, pendekatan alternatif dan pemberian informasi yang memadai.
"Remaja merupakan periode kritis dari perkembangan otak. Perubahan genetik karena efek karsinogenik tembakau akan meningkatkan kerentanan munculnya masalah kesehatan," kata dr Tribowo.
Ia juga menyampaikan risiko kesehatan yang bisa dialami remaja jika merokok yaitu masalah jantung, penyakit paru, kanker, risiko infeksi, risiko diabetes melitus serta gangguan atau perubahan sirkuit otak terkait mekanisme belajar, memori dan mood.
"Usia remaja merupakan usia yang rentan akan gangguan penggunaan zat karena otak remaja masih berkembnag dan lunak (neuroplasticity) dan ada beberapa area otak yang belum berkembang," ujarnya.
Dan bagian otak yang memproses perasaan, reward, emosi dan nyeri (dorongan penting penggunaan zat) menjadi area yang matang terlebih dahulu selama masa anak-anak sehingga berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan yang berisiko pada remaja.
"Prefrontal korteks dan hubungannya dengan regio otak lainnya merupakan area yang belum matang pada remaja, selain itu nukleus akumbens masih terus berkembang. Prefrontal korteks inilah yang bertanggung jawab untuk menilai situasi, memutuskan sesuatu, dan mengendalikan emosi dan impuls. Bagian otak yang belum matang sampai seseorang mencapai pertengahan 20 tahunan," jelasnya.
Advertisement
Perokok remaja semakin banyak
Permasalahan remaja pada saat ini yaitu adanya rokok elektronik yang makin digandrungi dibandingkan dengan rokok konvensional.
Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau IAKMI Ridhwan Fauzi, SKM., MPH. menyampaikan beberapa riset penelitian yang menunjukkan, banyak remaja di Indonesia yang sudah beralih dari rokok konvensional menuju rokok elektronik.
"Jumlah perokok elektronik pada remaja makin naik dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan riset yang pernah saya lakukan dan beberapa riset lainnya pada tahun 2015 dan tahun 2018 menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan jumlah perokok rokok elektronik pada remaja khususnya di Jakarta," ungkapnya.
Padahal rokok konvensional maupun rokok eletronik memiliki kandungan yang hampir sama yaitu nikotin dan bahan karsinogen lainnya yang sama berbahayanya terhadap kesehatan.
Infografis Bahaya Merokok
Advertisement