Sukses

Pentingnya Komunikasi Risiko Menurut Satgas COVID-19

Kepala Bidang Penanganan Kesehatan, Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Brigjen TNI (Purn) dr Alexander K Ginting S., Sp.P(K) menjelaskan terkait pentingnya komunikasi risiko sebagai upaya penanganan COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Bidang Penanganan Kesehatan, Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Brigjen TNI (Purn) dr Alexander K Ginting S., Sp.P(K) menjelaskan terkait pentingnya komunikasi risiko sebagai upaya penanganan COVID-19.

Menurutnya, komunikasi risiko COVID-19 pada masyarakat penting dilakukan agar tidak abai dan tidak menganggap bahwa orang yang dapat menularkan virus hanyalah orang yang sakit.

“Banyak yang menularkan (COVID-19) itu adalah orang-orang yang tidak bergejala, masyarakat harus benar-benar paham dengan apa yang dimaksud pandemi,” kata Alex kepada Health Liputan6.com ditulis Selasa (15/6/2021).

Komunikasi risiko atau risk communication juga penting diketahui masyarakat agar hal-hal yang tidak boleh dilakukan bisa dihindari.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Berikut Ini

2 dari 4 halaman

Contoh Kasus

Alex memberi contoh kasus di Jawa Tengah baru-baru ini. Di mana seseorang mengantar pasien positif COVID-19 ke rumah sakit tanpa menggunakan masker atau alat pelindung lainnya. Akhirnya yang mengantar pun terinfeksi.

Terlebih, sebelum mengetahui bahwa dirinya terinfeksi, pengantar itu kembali ke rumah dengan membawa virus. Penularan pun kemungkinan besar dapat terjadi di rumah.

“Jadi komunikasi risiko ini diperlukan agar penularan-penularan itu tidak semakin meluas. Komunikasi risiko juga perlu disampaikan agar jika terjadi kejadian luar biasa, masyarakat tidak panik dan cemas. Karena kalau panik dan cemas serta imun turun maka akan memperumit keadaan.”

3 dari 4 halaman

Penyampaian Komunikasi Risiko

Komunikasi risiko yang bertujuan mengedukasi masyarakat terkait penanganan COVID-19 perlu disampaikan dengan baik.

Menurut Alex, salah satu cara agar komunikasi risiko tersampaikan dengan baik adalah penggunaan bahasa lokal.

“Komunikasi ini harus terus disampaikan dengan bahasa lokal, bahasa setempat. Kita tidak boleh menggunakan bahasa akademik atau bahasa klinik.”

Alex menambahkan, penggunaan bahasa akademik atau klinik dalam penyampaian komunikasi risiko akan sulit dimengerti atau mudah dimulti tafsir sehingga pesan tidak tersampaikan dengan baik.

Selain bahasa yang mudah dimengerti, hal lain yang dapat dilakukan dalam penyampaian komunikasi risiko adalah penggunaan media seperti infografis, pertemuan sosial, atau media sosial.

Berlangsungnya penyampaian komunikasi risiko juga perlu disertai aspek perubahan perilaku. Maka dari itu, Satgas COVID-19 di samping memiliki bidang komunikasi, juga memiliki bidang perubahan perilaku.

“Jadi bidang penanganan kesehatan enggak bisa berdiri sendiri, dia harus didampingi bidang perubahan perilaku dan komunikasi publik supaya masyarakat bisa berubah, jika perilaku tidak berubah maka kesalahan dapat terulang kembali,” pungkas Alex.

4 dari 4 halaman

Infografis Bisakah Vaksin COVID-19 Diberikan Bersamaan dengan Vaksin Lain?