Sukses

BPOM: Vaksin Nusantara Tak Akan Diproduksi Massal, Pengawasan oleh Kemenkes

BPOM tegaskan Vaksin Nusantara tak akan diproduksi massal, pengawasan kini oleh Kemenkes.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan pengawasan Vaksin Nusantara kini dilakukan Kementerian Kesehatan. Dalam hal ini, Vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bukan lagi dipegang BPOM.

Kepala BPOM RI Penny K. Lukito mengatakan, Vaksin Nusantara juga bukan produk yang akan diproduksi secara massal, melainkan pelayanan individu berbasis pelayanan kesehatan.

"Sudah bukan melalui jalur BPOM. Bukan produk yang akan digunakan massal, diproduksi massal. Tapi itu pelayanan individual, berbasis pelayanan kesehatan. Jadi, bukan melalui Badan POM," kata Penny melalui pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com, Kamis (17/6/2021).

Pelayanan individual Vaksin Nusantara, yang menggunakan sel dendritik merupakan hasil penandatanganan Nota Kesepahaman, Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2 pada Senin, 19 April 2021.

Pada waktu itu, penandatangan Nota Kesepahaman sel dendritik dilakukan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito. 

Penandatanganan yang berlangsung di Markas Besar TNI Angkatan Darat Jakarta tersebut disaksikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

Pengawasan Penelitian Sel Dendritik dan Tidak Dikomersialkan

Adanya penandatanganan Nota Kesepahaman mengenai sel dendritik kini dilakukan pengawasan oleh Kemenkes.

"Pengawasannya oleh Kemenkes," lanjut Penny K. Lukito.

Penelitian sel dendritik akan dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Selain berpedoman pada kaidah penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan juga bersifat autologus.

Artinya, pelayanan kesehatan berbasis sel dendritik hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri, sehingga tidak dapat dikomersialkan dan tidak diperlukan persetujuan izin edar.

Dari keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, penelitian sel dendritik ini bukan merupakan kelanjutan dari Uji Klinis Adaptif Fase 1 Vaksin yang Berasal dari Sel Dendritik Autolog yang Sebelumnya Diinkubasi dengan Spike Protein Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus-2 (SARS-CoV-2) pada Subjek yang Tidak Terinfeksi COVID-19 dan Tidak Terdapat Antibodi Anti SARS-CoV-2.

Ini karena Uji Klinis Fase 1, yang sering disebut berbagai kalangan sebagai program Vaksin Nusantara masih harus merespons beberapa temuan BPOM yang bersifat Critical dan Major.

3 dari 4 halaman

Komisi VII DPR RI Dukung Pengembangan Vaksin Imun Nusantara

Komisi VII DPR RI mendukung pengembangan Vaksin Imun Nusantara yang digagas Terawan Agus Putranto. Pernyataan merupakan hasil kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR bersama Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19, Direktur Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, dan Terawan Agus Putranto pada Rabu, 16 Juni 2021.

Selain itu, Komisi VII mendesak untuk dilanjutkan uji klinis fase tiga Vaksin Imun Nusantara sesuai kaidah uji klinis sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Dalam rapat di Gedung DPR, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Komisi VII DPR juga mendukung Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 untuk memasukkan riset Vaksin Imun Nusantara yang dikembangkan oleh Terawan ke dalam pengembangan riset Vaksin COVID-19 pada Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19.

4 dari 4 halaman

Infografis 3 Kelompok Harus Dilindungi Saat Jaga Jarak Cegah Covid-19