Sukses

Banyak Pasien COVID-19 Antre Oksigen di IGD Sejumlah RS

Banyak pasien COVID-19 antre mendapatkan oksigen di IGD sejumlah rumah sakit.

Liputan6.com, Jakarta COVID-19 yang melonjak di Tanah Air pasca libur Lebaran 2021 berujung pada banyak pasien yang mengantre oksigen di Instalasi Gawat Darurat (IGD) sejumlah rumah sakit. Pasien-pasien COVID-19 tersebut mengalami sesak napas dan membutuhkan oksigen.

Yang terjadi saat ini adalah ada peningkatan kebutuhan oksigen, sementara itu pasokan oksigen di IGD sendiri terbatas. Fenomena di atas disampaikan dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi (paru) Erlina Burhan.

"Pasien membutuhkan oksigen segera itu antre di IGD. Ini akan menjadi masalah. Di IGD, titik (pasokan) oksigen itu terbatas. Misalnya, oksigen hanya ada 9, lalu pasien yang butuh 20 orang," ujar Erlina aat konferensi pers 5 Organisasi Profesi tentang Situasi Terkini Pandemi COVID-19 di Indonesia, Jumat (18/6/2021).

"Nah, itu akan dilematis bagi dokter untuk memutuskan (pasien) mana yang akan diberikan oksigen lebih dulu."

Situasi pasien COVID-19 yang membutuhkan oksigen dan terbatasnya tabung di IGD, menurut Erlina, termasuk situasi yang tidak menyenangkan. Fenomena ini pun sudah terjadi di beberapa rumah sakit.

"Ini sungguh situasi tidak menyenangkan, baik bagi petugas kesehatan, pasien, keluarga pasien sendiri. Kita tahu, misalnya, pasien sudah sangat sesak, tapi tidak diberikan oksigen. Ini sudah terjadi pada beberapa rumah sakit," lanjutnya.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

Pasien COVID-19 Gejala Berat Butuh Oksigen

Banyaknya pasien COVID-19 yang masuk rumah sakit, kata Erlina Burhan juga seiring dengan terjadinya peningkatan kasus COVID-19. Bahwa penularan virus Corona sangat cepat.

"Kalau tahun lalu kan memang naik kasus COVID-19, ya naiknya juga bertahap. Kalau sekarang, misalnya, pas bulan Mei 2021, naiknya 20-30 persen. Tiba-tiba (keterisian) ICU naik 80 persen," katanya.

"Jangan-jangan ini menunjukkan bahwa ada peningkatan luar biasa dari penularan. Bila banyak pasien COVID-19 yang dirawat, tentunya banyak (gejala) yang berat, maka butuh oksigen yang tidak sedikit serta support (dukungan) terapi lainnya."

Melihat situasi di atas, Erlina yang juga anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) bersama keempat organisasi profesi dokter lain, yakni Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) meminta pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dilakukan menyeluruh.

"Kami minta kepada Pemerintah pusat lebih tegas berani. Kami minta pelaksanaan PPKM pun menyeluruh. Jangan hanya bersifat sporadis, karena kan kita tidak bisa mencegah orang masuk dan keluar," terang Erlina. (Selengkapnya: COVID-19 RI Melonjak Tajam, 5 Organisasi Profesi Dokter Minta PPKM Total)

3 dari 4 halaman

Cegah Penumpukan Pasien COVID-19

Menurut Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto, saat ini kondisi Indonesa menuju ke arah second wave (gelombang kedua) COVID-19. Ini karena penularan virus Corona yang tinggi dan kenaikan kasus COVID-19 dalam hitungan hari.

"Solusi utama adalah bagaimana mencegah dengan penerapan PPKM. Kalau kita tidak menjalankan itu, yang akan terjadi penumpukan pasien COVID-19 dirawat, sehingga bisa berujung kolapsnya sistem kesehatan," ucapnya.

"Saat ini, pasien COVID-19 yang masuk rumah sakit sudah melebih perawatan di daerah zona merah Pulau Jawa. Banyak pasien antre di IGD. Kita tidak ingin apa yang terjadi di India sampai pasien antre di luar rumah sakit itu akan terjadi di Indonesia."

Upaya maksimal harus dilakukan Pemerintah, yakni penerapan PPKM dalam skala yang besar dan ketat, sehingga transmisi bisa dikurangi. Dalam hal ini, PPKM menyeluruh atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang pernah diterapkan tahun lalu.

"PPKM mikro sebenarnya kurang tepat. Sebaiknya PPKM yang sifatnya seperti pada awal bulan Januari 2021 atau PSBB seperti tahun lalu. Itu akan lebih kuat dampaknya mengurangi transmisi penularan," tutup Agus.

4 dari 4 halaman

Infografis Waspada Klaster Baru Covid-19 Bermunculan