Liputan6.com, Jakarta Pandemi COVID-19 berdampak begitu besar ke semua sektor. Tak hanya dalam perekonomian, tapi juga mempengaruhi kesehatan mental manusia. Dalam penelitian trauma menunjukkan bahwa sebagian besar akan mengalami trauma.
Rinciannya, 80 persen akan pulih dalam beberapa bulan, 10 persen akan mengalami gejala gangguan stres pascatrauma (Post Traumatic Stress Disorder/PTSD), seperti kilas balik, kewaspadaan berlebihan, atau perasaan mati rasa. Lantas bagaimana dengan 10 persen lainnya?
Baca Juga
Dikutip dari Mind Body Green, psikiater ahli saraf klinis, Daniel Amen, mengatakan bahwa 10 persen tersebut adalah orang-orang yang beruntung yang akan mengalami kebangkitan pascapandemi.
Advertisement
"Pendapat saya tentang istilah "pertumbuhan pascatrauma/ "post-traumatic-growth(PTG) yang diciptakan oleh psikolog Richard Tedeschi dan Lawrence Calhoun. Pada dasarnya, bagi individu-individu ini, melalui peristiwa traumatis memiliki efek positif yang bertahan lama yang membuat mereka merasa lebih kuat dan lebih hidup," kata Amen.
Â
Simak Video Berikut Ini:
Apa yang dimaksud dengan PTG?
Penelitian telah menemukan bahwa PTG mungkin melibatkan salah satu dari lima faktor berikut yang disingkat SPARK:
1. Spiritualitas: Kehidupan spiritual yang mendalam atau rasa makna dan tujuan yang diperbarui
2. Possibilities (Kemungkinan): Kemampuan untuk melihat peluang baru karena (atau terlepas dari) peristiwa atau pengalaman traumatis
3. Apresiasi: Menjadi lebih bersyukur atas hal-hal kecil dalam hidup yang membuat Anda bahagia
4. Relationship (Hubungan): Rasa ikatan yang lebih dalam dalam hubungan atau berhubungan dengan orang lain dengan cara yang lebih bermakna
5. Kick-ass Personal Strength (Kekuatan pribadi yang luar biasa): Ketika Anda merasa selamat dari pengalaman ini, Anda dapat bertahan dari apa pun.
Â
Advertisement
Cara Bangkit dari Trauma
Amen menegaskan, untuk mengoptimalkan respons PTG ini, pikirkan tentang perubahan yang dapat Anda lakukan untuk memelihara lima faktor PTG di atas.
"Saya biasanya merekomendasikan menghabiskan 10 sampai 20 menit sehari dalam meditasi atau doa. Ini tidak hanya dapat membantu Anda berhubungan dengan sisi spiritual Anda, tetapi keduanya juga merupakan alat pengurang stres yang fantastis," imbuh Amen.
Faktanya, sebuah studi pencitraan otak dari peneliti UCLA menemukan hippocampus (yang terlibat dalam memori dan suasana hati) dan korteks frontal secara signifikan lebih besar pada orang yang bermeditasi secara teratur.
"Saya merekomendasikan praktik ini kepada semua pasien saya untuk kesehatan otak dan mental yang lebih baik," tegas Amen.
Selain itu, Amen juga menyarankan untuk berfokus pada pikiran positif sebanyak mungkin, untuk memicu pelepasan zat kimia saraf yang membuat Anda merasa baik. "Ini dapat membantu kemungkinan dan aspek apresiasi PTG, di antara dampak konstruktif lainnya pada kesejahteraan. Membangun praktik bersyukur yang konsisten juga bisa bermanfaat," kata Amen.
Amen menyadari, pengalaman ini tentu saja akan terlihat berbeda untuk semua orang. Yang penting adalah menemukan cara yang paling cocok untuk Anda secara pribadi dan mudah-mudahan mengambil langkah menuju masa depan yang lebih positif dan bermakna.
Infografis Biang Kerok Lonjakan Covid-19 di Indonesia
Advertisement