Liputan6.com, Jakarta Terkait rencana pembelajaran tatap muka (PTM) yang akan dimulai dalam tahun ajaran baru 2021/2022, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) meminta agar dipertimbangkan secara cermat dengan memperhitungkan kondisi di lapangan.
“Kami mengharapkan setiap keputusan satuan pendidikan melakukan PTM, maka prinsip dasar yang harus dilakukan adalah terjaminnya kesehatan dan keselamatan anak pada seluruh proses sebelum ke sekolah, saat di sekolah, dan setelah pulang sekolah,” kata Menteri PPPA, Bintang Puspayoga dalam keterangan pers dikutip Kamis (24/6/2021).
Baca Juga
Ia juga mengatakan pemberlakuan PTM harus didasarkan kepada asesmen yang kuat dan terukur oleh pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat.
Advertisement
“Sosialisasi PTM secara luas, matang, dan memberikan kewenangan yang kuat kepada pemerintah daerah, satuan pendidikan, keluarga dan orangtua/wali untuk merumuskan keikutsertaan anak didik dalam proses tersebut.”
Hal tersebut perlu diikuti monitoring dan evaluasi secara berjenjang dengan sistem pengawasan yang ketat dan diikuti SOP pencegahan dan penanggulangan yang melibatkan tenaga kesehatan. Selain itu, penyiapan mitigasi terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi saat perjalanan ke sekolah, di sekolah, perjalanan pulang, dan saat kembali ke keluarga.
Penyiapan mitigasi terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi saat perjalanan ke sekolah, di sekolah, perjalanan pulang, dan saat kembali ke keluarga, sekaligus mempersiapkan mekanisme referal/rujukan jika anak mengalami kondisi sakit yang memerlukan pertolongan medis dan perawatan.
Simak Video Berikut Ini
Perlindungan Anak Kewajiban Semua Pihak
Bintang menambahkan, pemenuhan hak dan perlindungan anak di tengah pandemi COVID-19 adalah kewajiban semua pihak, baik dalam keluarga maupun masyarakat.
Ia berharap, semua pihak dapat memberikan perhatian serius terhadap tingginya angka penularan COVID-19 kepada anak.
Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), proporsi kasus COVID-19 pada anak usia 0-18 mencapai 12,5 persen atau 1 dari 8 kasus konfirmasi COVID-19 adalah anak-anak.
“Fakta ini merupakan tantangan yang perlu segera kita atasi. Kepentingan terbaik anak adalah prioritas di tengah pandemi ini,” kata Bintang.
Sebagai kementerian yang mendapat mandat mengoordinasikan implementasi Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, salah satu fokus KemenPPPA adalah melindungi anak dan meyakinkan kalau hak-hak anak terpenuhi secara baik, meskipun dalam suasana pandemi COVID-19, tambahnya.
Advertisement
Memperkuat Gerakan Berjarak
Semua pihak yang sudah mendapat sosialisasi seperti Dinas terkait PPPA di daerah, serta berbagai lembaga yang diinisiasi oleh KemenPPPA, seperti PUSPAGA, Satuan Pendidikan Ramah Anak, Rumah Ibadah Ramah Anak, Forum Anak, serta berbagai lembaga masyarakat, diminta untuk memperkuat gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (Berjarak) dalam rangka pencegahan penyebaran COVID-19.
Bintang juga mengingatkan pentingnya penerapan protokol kesehatan dalam keluarga selama masa pandemi. Mengingat, munculnya klaster keluarga dapat diakibatkan adanya anggota keluarga yang beraktivitas di luar rumah dan terpapar COVID-19, kemudian saat kembali ke rumah menularkan kepada anggota keluarga lainnya.
“Terlebih jika di dalamnya terdapat kelompok rentan dan memiliki riwayat komorbid (penyakit penyerta).”
Setiap anggota keluarga, utamanya orangtua, harus senantiasa menerapkan protokol kesehatan 6 (enam) M. Keenam M itu adalah memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, menjaga jarak, menjauhi keramaian, mengurangi mobilitas, dan menghindari makan bersama.
"Bagi anggota keluarga yang beraktivitas di luar rumah, tetap terapkan protokol kesehatan saat kembali ke rumah. Pakai masker di rumah jika dalam rumah ada bayi, anak, dan lansia yang rentan terhadap penularan COVID-19," tegas Bintang.
Infografis Waspada 5 Gejala COVID-19 pada Anak
Advertisement