Liputan6.com, Jakarta COVID-19 yang kini telah menginfeksi nyaris 180 juta penduduk dunia kemungkinan muncul pada awal Oktober 2019 di Provinsi Hubei, China. Ini berarti sekitar dua bulan sebelum kasus pertama terungkap di Wuhan.
Peneliti mengungkapan bahwa kasus tersebut sulit untuk dideteksi dan penyakit tersebut sudah ada di masyarakat sebelum bisa teridentifikasi. Hal ini diungkapkan peneliti dalam sebuah makalah yang terbit paa jurnal PLOS Pathogens.
Baca Juga
Oknum Akademisi Klaim Rokok Elektrik 95 Persen Lebih Aman, RUKKI: Tak Miliki Dasar Ilmiah yang Kuat
Susunan Pemain Timnas Indonesia vs Filipina: Arhan, Asnawi, dan Marselino Starter
Pertandingan Langsung Timnas Indonesia Melawan Filipina di Piala AFF 2024 Akan Berlangsung pada Sabtu 21 Desember 2024, Kick Off Pukul 20:00
"Kemungkinan besar bahwa SARS-CoV-2 sudah beredar di Provinsi Hubei dalam tingkat rendah di November 2019 dan kemungkinan awal Oktober 2019, tapi tidak lebih awal dari itu," kata peneliti mengutip South China Morning Post.
Advertisement
Pemerintah China secara resmi mengakan kasus COVID-19 ditemukan pada Desember 2019 dan ini terkait dengan pasar seafood Huanan, Wuhan.
Meski begitu, pada beberapa kasus tidak ditemukan hubungan dengan kasus di Huanan. Hal ini menunjukkan bahwa virus SARS-CoV-2 sudah beredar di masyarakat sebelum ada di pasar tersebut seperti mengutip Channel News Asia, Sabtu (26/6/2021).
Dalam studi gabunganan China dan World Health Organization yang berakhir pada Maret 2021 disebutkan bahwa ada kemungkian telah terjadi infeksi pada manusia secara sporadis sebelum terjadi pandemi di Wuhan.
Â
Kata Pakar Lain
Dalam sebuah makalah pracetak yang dirilis minggu ini, Jessie Bloom dari Pusat Penelitian Kanker Fred Hutchinson di Seattle, Amerika Serikat mengecek kembali data pengurutan yang dihapus dari kasus awal COVID-19 di China.
Terkaith itu, penghapusan data tersebut adalah bukti lebih lanjut bahwa ada kemungkinan China berusaha menutupi asal-usul virus Corona.
"Mengapa para ilmuwan meminta basis data internasional untuk menghapus data penting yang memberi tahu kita tentang bagaimana COVID-19 dimulai di Wuhan?" kata Alina Chan, seorang peneliti di Harvard's Broad Institute di akun Twitter miliknya.
Professor Kirby Institute, Stuart Turville, menyatakan bahwa sampel-sampel serum masih perlu diuji untuk memperkuat argumen soal asal-usul virus Corona. Kirby Institute adalah sebuah organisasi penelitian medis asal Australia yang menanggapi studi University of Kent.
"Sayang, dengan tekanan saat ini terhadap hipotesis kebocoran laboratorium saat dan kepekaan dalam melakukan penelitian lanjutan ini di China, mungkin perlu waktu sampai kita melihat laporan seperti itu," katanya.
Â
Advertisement