Liputan6.com, Jakarta Persediaan oksigen sentral di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito Yogyakarta menipis pada Sabtu 3 Juli 2021 pukul 16.00 WIB. Selang empat jam, oksigen sentral di rumah sakit pemerintah itu akhirnya habis. Dalam kondisi tersebut, RS mengeluarkan oksigen tabung untuk pasien COVID-19 maupun non-COVID-19 yang membutuhkan.
"Sehingga tidak benar jika (ada pasien) meninggal tanpa dapat bantuan oksigen, tetapi proses meninggalnya karena kondisi klinis yang memburuk," kata Direktur Utama RSUP Dr Sarjdito dr Rukmono Siswihanto dalam keterangan tertulis.
Baca Juga
Sebenarnya, jauh-jauh hari rumah sakit ini telah melakukan upaya antisipasi. Salah satunya berkoordinasi dengan pemasok oksigen PT. Samator dan PT. Surya Gas untuk mendapatkan pasokan oksigen secara rutin untuk memenuhi kebutuhan dan tambahan bila terjadi eskalasi pasien.
Advertisement
Bukan cuma rumah sakit yang kesulitan oksigen. Banyak pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri alami sesak napas dan butuh tabung oksigen beserta isinya.
Selain itu, banyak pula pasien non-COVID-19 yang juga membutuhkan pasokan oksigen, namun langka. Hal ini dirasakan oleh ayah dari Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam.
"Ayah saya 83 tahun karena gangguan paru dan jantung perlu menggunakan oksigen di rumah. Tetapi apa yang terjadi saat ini terjadi kelangkaan oksigen di Bandung karena masyarakat yang hanya untuk jaga-jaga ikut mengisi oksigen," kata Ari dalam unggahan di Instagram @dokterari.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Kebutuhan Oksigen Medis Meningkat Saat Lonjakan Kasus COVID-19
COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2. Pada pasien yang bergejala, salah satu gejala khasnya adalah sesak napas. Lalu, bila saturasi oksigen di bawah 90 harus segera diberi bantuan oksigen.
"Gejala penanda yang khas adalah sesak napas, di mana pasien mengalami kekurangan oksigen akibat infeksi di paru yang hebat. Karenanya oksigen adalah hal yang penting," kata dokter spesialis paru dari RSUP Persahabatan Jakarta, Praseno Hadi.
Tak heran, seiring dengan lonjakan kasus COVID-19 maka kebutuhan oksigen medis meningkat. Bukan cuma rumah sakit yang kewalahan stok oksigen, mereka yang jalani isolasi mandiri pun ketar-ketir. Anggota keluarga yang sehat pun rela berjam-jam ikut antrean pengisian tabung oksigen demi bisa mendapatkan oksigen medis bagi keluarganya yang terpapar virus SARS-CoV-2.
Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan terjadi kenaikan permintaan oksigen menjadi lima kali lipat.
Pemerintah lewat Koordinator PPKM Darurat Jawa dan Bali, Luhut Binsar Pandjaitan pun mengakui bahwa memang terjadi kelangkaan oksigen di beberapa rumah sakit. Namun, ia tegaskan hal itu segera diatasi, terutama oleh Kementerian Kesehatan.
"Soal oksigen kurang, segera kita atasi. Kekurangan oksigen sebenarnya karena ada peningkatan (kebutuhan oksigen) 3-4 kali lipat dari jumlah yang dibutuhkan," lanjutnya.
"Jadi, tempat dan distribusi oksigen agak tersendat."
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) Lia Gardenia Partakusuma pun mengatakan hal senada. Menurutnya memang ada kekurangan dalam pemenuhan oksigen medis di rumah sakit. Namun, bukan karena kurang melainkan distribusi yang kurang lancar.
"Sebenarnya, oksigen bukan kurang tapi bagaimana caranya agar distribusi bisa cepat," kata Lia dalam rapat kerja virtual bersama Komisi IX DPR RI pada Senin, 5 Juli 2021.
Lia mencontohkan, bahwa sebelum ada lonjakan kasus COVID-19 oksigen liquid dikirim ke rumah sakit seminggu dua kali. "Namun, di saat seperti ini ada yang pagi sudah diisi lalu sore sudah minta diisi lagi. Nah, hal yang seperti ini tidak bisa kita hindarkan," kata Lia.
Di kesempatan yang sama dengan Lia, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa lokasi produsen oksigen tidak merata. Hal ini turut berperan dalam kelangkaan pasokan oksigen medis di berbagai rumah sakit.
"Kita memang menyadari ada isu dari sisi distribusi, karena memang Jawa Tengah adalah daerah yang paling sedikit produksi oksigennya. Banyaknya ada di Jawa Barat, Jawa Timur," ujar Budi Gunadi saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Komplek Senayan, Jakarta pada Senin, 5 Juli 2021.
"Jadi, kita harus ada logistik (oksigen) yang disalurkan ke sana (Jawa Tengah)."
Selain persoalan distribusi, Budi mencatat, beberapa faktor lain yang menyebabkan pasokan oksigen kurang, terutama di Pulau Jawa. Di antaranya, tempat tidur tambahan perlu tabung gas medis, ketersedian tabung gas minim karena belum diproduksi di Indonesia, utilitas kapasitas produksi gas belum maksimal, serta listrik di lokasi industri kurang stabil.
Advertisement
Upaya Pemerintah Atasi Kelangkaan Oksigen Medis
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Budi Gunadi juga mengatakan bahwa kapasitas produksi oksigen nasional adalah sebesar 866 ribu ton per tahun.
"Tapi semua pabrik itu sekarang utilisasinya 75 persen. Jadi yang riil yang diproduksi setiap tahun adalah 640 ribu ton," katanya.
Menkes melanjutkan, dari jumlah tersebut, sekitar 75 persen digunakan untuk oksigen industri seperti baja, nikel, smelter, dan copper smelter yang angkanya mencapai 458 ribu ton. Sementara untuk oksigen medis hanya 25 persen atau 181 ribu ton per tahun.
Melihat kondisi ini, Kemenkes melakukan komitmen dengan Kementerian Perindustrian agar bisa menambah produksi oksigen medis.
"Kami sudah mendapatkan komitmen dari Kementerian Perindustrian, kita sudah berkoordinasi dengan Menteri Perindustrian, agar konversi oksigen dari industri ke medis diberikan sampai 90 persen," kata Menkes.
Budi Gunadi mengatakan, sekitar 575 ribu ton produksi oksigen dalam negeri per tahun, akan dialokasikan untuk medis.
Kemenperin menyatakan para produsen gas oksigen sudah 100 persen diwajibkan untuk menggeser produksi oksigennya ke oksigen medis.
Melalui kewajiban tersebut, bisa didapat 1.700 ton oksigen per hari nasional, di mana 1.400 ton di antaranya digunakan untuk Pulau Jawa.
Industri oksigen kecil juga sudah mulai dikerahkan juga untuk mengkonversi produksi gas oksigennya ke oksigen farmasi.
Selain itu, Menkes mengatakan bahwa banyak rumah sakit yang menggunakan oksigen tabung karena penambahan kamar darurat, sehingga tidak menggunakan oksigen likuid.
"Sehingga kita melihat ada sedikit isu di distribusi yang tadinya bisa kita kirim truk besar langsung masukkan ke tangki besar likuid untuk didistribusikan dengan jaringan oksigen, sekarang harus dilakukan dalam bentuk tabung."
Budi Gunadi mengatakan, untuk itu pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian dalam melakukan impor tabung 6 meter kubik dan 1 meter kubik, untuk memenuhi ruang darurat tambahan di rumah sakit.
Rencana Impor Tabung Oksigen
Direktur Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Fridy Juwono mengatakan pemerintah tengah mempertimbangkan untuk membuka keran impor tabung gas oksigen. Hal ini jika dalam negeri sudah tak mampu memproduksi tabung gas oksigen.
“Kita kan prirotias bisa dipenuhi dalam negeri tapi kami lihat dulu kebutuhannya. Kalau kebutuhan terus meningkat akhirnya kan melewati kemampuan kami memang harus dari sumber lain. Artinya kami coba berusaha memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Fridy, Senin (5/7/2021).
Kemenperin akan memantau dulu seberapa banyak permintaan yang mampu dipenuhi dalam negeri. Namun, jika permintaan ternyata melebihi kemampuan maka akan dilakukan impor tabung gas.
“Kebutuhan inikan datanya dapat terus dari Pemda, dinas kesehatan, dan kita akan melihat apakah permintaan itu mampu kita penuhi. Kalau enggak yah tadi kita buka keran impor, inikan masalah kemanusiaan jadi harus cepat. Kami membuka wacana itu,” jelasnya.
Terkait rencana impor tabung gas oksigen masih dalam tahap diskusi dengan pihak terkait. Sebab kata Fridy, melakukan impor itu tidaklah mudah. Melainkan banyak hal yang harus dipersiapkan, mulai dari syarat, hingga mencari sumber impor.
“Masih dirapatkan lebih lanjut kapan dan berapa banyak impornya. Impor itukan banyak yang harus dipersiapkan, syaratnya sangat penting. Ini bukan barang yang gampang di-lobby. Sumbernya dari mana, yang terdekat seperti apa, moda transportasi pakai apa. Terus distribusinya di pelabuhan mana yang paling strategis dengan kemampuan dan infrastruktur yang ada,” katanya.
Advertisement
DKI Jakarta Punya Posko Oxygen Rescue
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan posko Oxygen Rescue di Monas, Jakarta Pusat, untuk mempermudahkan RS di Ibu Kota yang membutuhkan oksigen.
"Di Monas disiapkan posko oksigen sehingga rumah sakit yang membutuhkan dan ada kebutuhan ekstra bisa ke sini," kata Anies di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Senin (5/7/2021).
Anies menjelaskan untuk mekanisme pengambilan dan permintaan oksigen setiap RS hanya perlu mengantarkan tabungnya saja di posko tersebut. Nantinya, pihak posko yang akan melakukan pengisian di pusat pengambilan.
Jika sudah diisi ulang pihak RS bisa datang untuk mengambil oksigennya kembali.
"Tidak ada oksigen di sini (Monas). Jadi rumah sakit bawa tabung, kemudian akan kita kirim untuk diisi nanti rumah sakit yang ambil di sini, supaya rumah sakit tidak perlu pergi ke tempat yang jauh," paparnya.
Lanjut dia, suplai oksigen tersebut diambil di Krakatau Steel, Cilegon, Banten. "Kemudian (oksigen) dibawa, diambil," ucap dia.
Aksi Swadaya Masyarakat
Bagi pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri dan kesulitan mendapatkan tabung oksigen beserta isinya, sebuah harapan datang dari beberapa gerakan.
Masyarakat bergerak dengan membuat gerakan untuk meminjamkan tabung oksigen kepada pasien COVID-19 yang membutuhkan. Tentu saja kehadiran gerakan dari masyarakat ini memberi harapan di tengah sulitnya mendapatkan tabung oksigen saat ini.
Gerakan Tabung Oksigen untuk Kemanusiaan
Layanan peminjaman tabung oksigen gratis dari Gerakan Tabung Oksigen untuk Kemanusiaan banyak masuk di WhatsApp Group. Dan, apa yang tertulis memang benar adanya bahwa ini adalah gerakan yang bisa meminjamkan tabung oksigen untuk pasien COVID-19.
"Iya betul," kata dokter Juanli yang juga Ketua Gerakan Tabung Oksigen untuk Kemanusiaan lewat pesan teks ke Liputan6.com.
Berikut hotline yang bisa dihubungi lewat pesan WhatsApp (tidak menerima telepon) terkait peminjaman tabung oksigen:
1. 0816 188 2850
2. 0811 190 9915
3. 0816 132 2277
Bila ingin meminjam tabung oksigen perlu mengisi inform consent dengan materai Rp10.000 dengan maksimal peminjaman lima hari dan dikembalikan dalam kondisi penuh kembali.
"Peminjam mengambil dan mengembalikan tabung di & ke titik relawan terdekat kami," begitu bunyi pesan tersebut.
Mengingat banyak orang yang membutuhkan, tidak semua bisa mendapatkan, bakal dilakukan screening oleh tim medis dengan skala prioritas gejala COVID-19.
Bila tim medis Gerakan Tabung Oksigen untuk Kemanusiaan memberi lampu hijau maka keluarga pasien perlu mengambil dan kemudian mengembalikan ke titik relawan terdekat. Hingga saat ini, relawan terdekat masih dalam jangkauan Jabodetabek.
Gerakan Indonesia Kita (GIT)
Gerakan Indonesia Kita (GIT) menyediakan jasa peminjaman tabung oksigen gratis untuk pasien COVID-19. Durasi layanan peminjaman di sini khusus untuk 5-7 hari isolasi mandiri.
Sama seperti gerakan sebelumnya, tim akan menentukan apakah calon peminjam bakal mendapatkan tabung oksigen atau tidak.
"Kami menentukan prioritas peminjaman berdasarkan situasi pasien. Tabung dapat kami antar ke rumah Anda (ambil sendiri tentu lebih baik)," kata mereka dalam akun @sejutates.
Untuk bisa meminjam isi formulir di tautan: https://bit.ly/pinjamoksi. Lalu, siapkan materai Rp10 ribu untuk pernyataan peminjaman.
Layanan ini tersedia untuk warga Jakarta, Kota Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
Namun, saat berita ini ditulis sedang tidak dibuka lagi mengingat jumlah pasien COVID-19 yang mendaftar amat banyak. Pembukaan peminjaman bakal diinformasikan lewat akun Instagram @sejutates.
Advertisement
Pertolongan Pertama bagi Pasien Isoman yang Sesak Napas Tanpa Oksigen Tambahan
Dokter spesialis paru, Praseno Hadi mengungkapkan ada pertolongan pertama yang bisa dilakukan untuk pasien COVID-19. Khususnya untuk pasien yang mengalami sesak napas, tetapi belum bisa dibawa ke rumah sakit atau tidak memiliki akses oksigen di rumah.
"Salah satu caranya adalah cobalah tidur tengkurap. Tidur tengkurap secara berkala. Lakukanlah selama satu jam atau setengah jam. Dilakukan berulang-ulang," katanya.
Praseno menjelaskan, tujuan dari tidur tengkurap ini adalah untuk mendistribusikan oksigen di dalam paru menjadi lebih merata.
Namun apabila tidak bisa tidur tengkurap, Praseno menyarankan pasien COVID-19 untuk tidur miring ke kanan atau ke kiri. "Itu adalah salah satu cara untuk memperbaiki oksigenasi di dalam paru kita, terutama pada penderita yang sakit."
Selain itu, Praseno juga menyarankan agar pasien COVID-19 atau keluarga memiliki alat pulse oximeter.
"Dulu kita di rumah punya thermometer atau tensimeter untuk mengukur suhu atau tekanan darah. Saat ini pulse oximeter atau alat untuk mengukur saturasi oksigen menjadi sangat penting," ujarnya
Apabila pasien memiliki saturasi oksigen kurang dari 90, maka dia harus segera diberikan oksigen, lalu tidur tengkurap atau miring ke kanan maupun ke kiri.
"Kalau dengan usaha itu kita tidak bisa lakukan, maka mau tidak mau kita harus membeli oksigen atau mengupayakan oksigen. Kalau tidak bisa juga mau tidak mau harus dirujuk ke rumah sakit."