Liputan6.com, Jakarta Pemberlakuan Pengetatan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dilakukan untuk memutus rantai penyebaran COVID-19. Strategi yang diterapkan pemerintah dibuat adaptif dan dinamis agar dapat merespon dengan baik perubahan yang terjadi sehari-hari.
Penentuan status level situasi pandemi tiap kabupaten/kota berdasarkan indikator tentang Penyesuaian Upaya-Upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya-Upaya Sosial dalam penanggulangan pandemi yang diadaptasi dari rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Baca Juga
“Pengetatan ini bertujuan untuk mengendalikan pandemi, khususnya mencegah kesakitan dan kematian, serta menjaga keberlangsungan sistem layanan kesehatan kita,” ujar Juru Bicara Vaksin COVID-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmidzi saat memaparkan perkembangan terbaru PPKM Darurat di Pulau Jawa dan Bali dan PPKM Mikro di wilayah lain di Indonesia, Rabu (7/7).
Advertisement
Lebih lanjut dr. Nadia menjelaskan bahwa situasi pandemi terbagi dalam lima tingkat mulai dari nol sampai empat. Semuanya menggambarkan kecukupan kapasitas respon sistem kesehatan, seperti kapasitas testing, tracing dan treatment relatif terhadap transmisi penularan virus di wilayah tersebut.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Level Situasi Pandemi
Level situasi tingkat nol, menggambarkan situasi suatu wilayah yang memiliki kapasitas respons memadai dan tidak memiliki kasus sama sekali. Wilayah ini tidak perlu memperketat protokol kesehatan masyarakat atau membatasi aktivitas sosial mereka.
Sebaliknya, lanjut dr. Nadia, level situasi tertinggi, yaitu level situasi empat. Situasinya transmisi virus sangat tinggi sedangkan kapasitas respons terbatas. Dalam situasi ini, protokol kesehatan masyarakat dan pembatasan sosial harus diperketat, agar jumlah kasus turun, sampai ke level yang dapat ditangani fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Dia menambahkan, dalam penilaian untuk menentukan level situasi suatu wilayah, ada dua hal yang dibandingkan. Komponen itu adalah level transmisi penularan dengan kapasitas respons sistem kesehatan di wilayah tersebut.
“Untuk pengukuran tingkat transmisi, kita membagi transmisi COVID-19 ke dalam 7 tingkat, dari ‘tidak ada transmisi’, ‘kasus impor atau sporadic’, ‘kasus terklaster’, dan “transmisi komunitas’ yang kita bagi lebih jauh ke dalam empat tingkat, transmisi komunitas tingkat satu sampai dengan tingkat empat,” ujar dr Nadia.
Dalam penentuan tingkat transmisi komunitas ini, pihaknya menggunakan tiga indikator utama, yaitu: jumlah kasus, jumlah kasus rawat, dan jumlah kematian COVID-19 yang dihitung per 100 ribu penduduk per minggu.
Pemerintah telah menetapkan nilai-nilai ambang untuk masing-masing indikator untuk dapat mengkategorikan indikator-indikator tersebut ke dalam tingkat transmisi tertentu. Dia mencontohkan, kasus konfirmasi di bawah 20 per 100.000 penduduk per minggu dikategorikan sebagai transmisi komunitas tingkat 1.
Sedangkan kematian di atas 5 per 100.000 penduduk per minggu dikategorikan sebagai transmisi komunitas tingkat 4.
Kesimpulan tentang tingkat transmisi komunitas diambil berdasarkan indikator dengan tingkat transmisi tertinggi.
Advertisement
Kapasitas Respon Kesehatan
Lebih lanjut, dr. Nadia mengatakan, untuk kapasitas respons kesehatan, dikategorikan memadai, sedang, atau terbatas berdasarkan tiga indikator.
Indikator-indikator ini adalah positivity rate dari testing dengan mempertimbangkan rasio testing, rasio kontak erat yang dilacak untuk setiap kasus, dan keterisian tempat tidur perawatan. Pihaknya telah menetapkan nilai-nilai ambang untuk setiap indikator, dan kesimpulan tentang kapasitas respons di suatu wilayah diambil berdasarkan kapasitas respons terendah.
“Sebagai contoh, jika suatu wilayah memiliki positivity rate testing 10 persen dan dapat melacak 10 kontak erat untuk setiap kasus, dengan kata lain memiliki kapasitas respon sedang di kedua indikator itu, tapi memiliki keterisian tempat tidur >80%, daerah tersebut dikategorikan memiliki kapasitas respons yang terbatas,” ujarnya.
Dia menyebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah merekomendasikan agar daerah dengan positivity rate di atas 25 persen testing dilakukan 15 kali lipat dari standar WHO, dan daerah dengan positivity rate 15-25% testing dilakukan 10 kali lipat, dan untuk positivity rate 5-15% testing dilakukan 5 kali lipat.
Setelah mendapatkan hasil perhitungan tingkat transmisi dan kapasitas respons di suatu wilayah, maka bisa menentukan level situasi pandemi di wilayah tersebut. Kabupaten tadi, misalnya, dengan transmisi komunitas tingkat 4 dan kapasitas respon terbatas memiliki situasi pandemi level 4.
Menurut dr Nadia, asesmen level situasi pandemi ini dilakukan setiap satu minggu di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Dan berdasarkan hasil asesmen terakhir, level situasi pandemi di hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa dan Bali berada di level 3 atau 4.
“Artinya bahwa tingkat penularan di lingkungan masyarakat terjadi dengan sangat cepat dan mengakibatkan kapasitas respons sistem kesehatan yang ada dengan cepat terpakai bahkan sampai terlampaui,” ujarnya.
Dia kembali menegaskan, pemberlakuan PPKM Darurat sebagai respons kebijakan untuk daerah-daerah dengan situasi pandemi level 3 dan 4 di Jawa dan Bali diharapkan dapat mengurangi tingkat transmisi dengan segera, berbarengan dengan berbagai upaya meningkatkan kapasitas respons kesehatan, sehingga level situasi pandemi dapat membaik.
“Karena itu, pada kesempatan ini kami ingin mengingatkan dan menghimbau masyarakat untuk tetap menjalankan prokes dengan ketat dan tetap di rumah saja,” katanya.
Infografis
Advertisement