Sukses

Benarkah Transplantasi Tinja Bantu Terhindar dari Risiko Parah Akibat COVID-19?

Sebuah laporan kasus baru menunjukkan transplantasi tinja kemungkinan telah membantu dua pasien terhindar dari faktor risiko parah COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta Sebuah laporan kasus baru menunjukkan transplantasi tinja kemungkinan telah membantu dua pasien terhindar dari faktor risiko parah COVID-19. Maka bisakah metode tersebut membantu mengobati COVID-19? Begini penjelasan para ahli.

Dilansir dari Live Science, prosedurnya disebut fecal microbiota transplantation (FMT), melibatkan transplantasi tinja orang sehat ke dalam usus pasien yang memiliki masalah pada ususnya, misalnya infeksi bakteri Clostridium difficile (juga disebut Clostridioides difficile atau disingkat C. diff). Tinja "sehat" ini diperkirakan memiliki campuran bakteri sehat yang dapat membantu tubuh melawan patogen berbahaya yang menyebabkan masalah seperti diare atau sindrom iritasi usus.

Adapun menurut laporan penelitian tersebut, yang dipublikasikan 6 Juli di jurnal Gut, didasarkan pada dua pasien yang baru-baru ini dirawat di rumah sakit di Polandia.

"Keduanya menderita infeksi bakteri (tidak muncul tanda-gejala COVID-19) dan untuk pengobatannya diberi transplantasi tinja. Setelah menjalani perawatan transplantasi tinja untuk infeksi bakteri, barulah keduanya dinyatakan positif COVID-19, namun tak satupun yang mengembangkan penyakit parah meskipun memiliki kondisi yang mendasarinya. Sehingga satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa transplantasi tinja, yang diberikan untuk meningkatkan respons kekebalan, mungkin telah mencegah pasien menjadi sangat sakit," dikutip dari penelitian tersebut.

 

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

Kata Ilmuwan

Sebelumnya, transplantasi tinja juga telah digunakan untuk membantu meningkatkan efek imunoterapi untuk pasien kanker. Sehingga ini bukan pertama kalinya transplantasi tinja diusulkan atau diberikan tanpa masalah pada pasien dengan infeksi bakteri dan COVID-19. Meski demikian, para ilmuwan tidak tahu apakah transplantasi dapat mengobati atau mengurangi keparahan COVID-19.

Dalam studi kasus ini, pasien pertama adalah seorang pria berusia 80 tahun yang pertama kali dirawat di rumah sakit karena pneumonia dan sepsis, atau keracunan darah. Tetapi pria itu juga kebetulan terinfeksi C. diff, yang membuatnya menjalani FMT.

Setelah memulai FMT, ia juga dinyatakan positif SARS-CoV-2 (virus yang menyebabkan COVID-19) dan memulai pengobatan dengan plasma konvalesen (darah yang mengandung antibodi yang diambil dari pasien COVID-19 yang pulih) dan obat antivirus yang dikenal sebagai remdesivir. Penulis penelitian juga mencatat penggunaan remdesivir dapat mengarah pada perbaikan setelah rata-rata 10 hari, sementara manfaat plasma konvalesen terbatas.

Namun yang mengejutkan, dua hari setelah ia diberi transplantasi tinja, gejala COVID-19-nya sembuh dan radang paru-parunya tidak bertambah parah.

 

3 dari 4 halaman

Pasien Kedua

Pasien kedua adalah seorang pria 19 tahun yang memiliki jenis penyakit radang usus yang dikenal sebagai kolitis ulserativa. Ia saat itu tengah dalam terapi obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh. Ia dirawat di rumah sakit setelah infeksi berulang dengan C. difficile. Ia juga diberi transplantasi tinja dan antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri.

Sekitar 15 jam kemudian, ia mengalami demam dan dinyatakan positif SARS-CoV-2. Meskipun ia mengalami gangguan kekebalan dan tidak diberi pengobatan apa pun untuk COVID-19, ia hanya mengalami gejala ringan.

“Kesimpulan utama kami dari kasus-kasus ini adalah bahwa FMT tampak aman dan memiliki kemanjuran yang sebanding dalam mengobati (infeksi Clostridioides difficile) berulang pada pasien dengan COVID-19 yang hidup berdampingan. Pertanyaan lebih lanjut yang lebih spekulatif adalah apakah FMT dapat memengaruhi perjalanan klinis COVID-19,” tulis peneliti, dikutip dari Live Science.

Dengan kata lain, transplantasi tinja mungkin telah membantu mengurangi penyakit parah pada pasien ini, yang keduanya memiliki faktor risiko untuk mengembangkan COVID-19 yang parah. Namun, orang dengan faktor risiko biasanya tidak mengembangkan COVID-19 yang parah, sehingga kedua pasien ini mungkin juga pulih secara kebetulan.

Sementara laporan kasus ini hanya menyangkut dua pasien, sehingga sulit untuk memisahkan efek dari berbagai perawatan. Para penelitinya sekarang berencana untuk menguji efek transplantasi tinja pada pasien COVID-19 dalam uji klinis formal.

4 dari 4 halaman

Infografis Awas Kecolongan 10 Titik Lengah Rawan Covid-19