Liputan6.com, Jakarta Bukan hanya spesialis, dokter jaga pun ikut tumbang karena merawat banyaknya pasien COVID-19 yang masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit. Tak ayal, ruang IGD di berbagai rumah sakit penuh dengan pasien, menunggu masuk ke ruang isolasi atau ICU.
Ketua Dewan Penasihat Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Menaldi Rasmin mengungkapkan, situasi yang dihadapi dokter jaga IGD kala berhadapan dengan pasien COVID-19. Terutama pasien yang sebelumnya menjalani isolasi mandiri di rumah.
Advertisement
Tak sedikit, pasien isolasi mandiri yang datang ke IGD dalam kondisi berat. Situasi tersebut membuat dokter jaga sangat rentan terpapar COVID-19, terlebih lagi jumlah dokter jaga terbatas.
"Isolasi mandiri hendaknya atas penilaian dokter. Jangan ada masyarakat yang memilih sendiri untuk isolasi mandiri. Kenapa? Karena kalau isolasi mandiri atas pilihan pribadi, tiba-tiba datanglah malam-malam dalam keadaan berat,"
"Padahal, dokter yang jaga malam itu terbatas jumlahnya. Lalu pasien bertumpahan ke dalam ruangan. Bisa saja dokter jaganya sudah bekerja sepanjang hari dengan baju yang terkurung (Alat Pelindung Diri), tidak (sulit) minum, tidak makan. Bahkan tidak bisa ke belakang (toilet), karena bajunya seperti itu tidak bisa dilepas."
Â
Â
** #IngatPesanIbuÂ
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Dokter Jaga Terinfeksi hingga Meninggal Akibat COVID-19
Banyaknya pasien COVID-19 di IGD, menurut Menaldi Rasmin, berujung pada dokter jaga yang ikut terinfeksi COVID-19. Ada juga di antaranya meninggal dunia.
Untuk mengurangi dokter jaga dari penularan virus Corona, isolasi mandiri sebaiknya sebagaimana penilaian dari dokter. Masyarakat hendaknya tidak memutuskan sendiri untuk isolasi mandiri.
"Ya, dokter jaganya sakit, ada yang meninggal dunia. Kita harus kurangi itu, caranya bagaimana? Kita sisir bahwa yang melakukan isolasi mandiri dengan penilaian dokter," jelas Menaldi.
"Misal, dokter yang datang pada poli pagi, dokter yang menentukan di poli pagi, 'Bapak/ibu, indikasi rawat, tapi lewatnya isolasi mandiri di rumah. Ini obatnya, setiap hari dikontrol.' Dengan demikian, dokter bisa bekerja maksimal untuk menyelamatkan masyarakat."
Advertisement
Nakes sebagai Aset Ketahanan Kesehatan Nasional
Selain kondisi yang dihadapi dokter jaga, Menaldi Rasmin menegaskan, tenaga kesehatan (nakes) sebagai aset ketahanan kesehatan nasional. Dalam hal ini, bukan perkara soal penambahan nakes saja dalam upaya penanganan COVID-19.
"Kita berbicara soal tambah tenaga (nakes) dari mana lagi? Itu bukan soal penambahan tenaga, melainkan penjagaan dan perawatan terhadap nakes. Tenaga kesehatan adalah aset nasional, aset menjaga kesehatan sebagai ketahanan nasional," tegasnya.
Menaldi meminta seluruh elemen masyarakat dapat bekerja bersama menekan kasus COVID-19.
"Semua anggota profesi nakes juga punya keluarga yang harus dijaga, punya anak kecil yang harus dia besarkan, punya orang tua yang harus dirawat bila keluarganya ada yang sakit," pintanya.
"Tapi para tenaga medis dan perawat ini juga bertanggung jawab merawat orang yang sakit. Untuk menjaga supaya mereka bisa juga kembali ke keluarga masing-masing, mari sama-sama kita menjadi pahlawan kemanusiaan, menjaga supaya kita semua selamat dan keluar dari pandemi."
Infografis Harga Eceran Tertinggi Obat dalam Masa Pandemi Covid-19
Advertisement