Liputan6.com, Jakarta Ahli Mikrobiologi sekaligus Staf Pengajar Biologi di Universitas Padjadjaran (Unpad), Dr Mia Miranti menjelaskan terkait COVID-19 varian Delta Plus yang kini terdeteksi di Indonesia.
Menurutnya, varian Delta asli yang pertama kali ditemukan di India memiliki kode B16172. Sedang, varian Delta Plus memiliki kode B16172 (AY1). Ada pula Delta Plus dengan kode B16172 (AY2).
Baca Juga
“Jadi B16172 (AY1) itu ditemukan di 9 negara, tapi B16172 (AY2) hanya ditemukan di Amerika Serikat,” ujar Mia kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis (29/7/2021).
Advertisement
“Kenapa disebut Plus? Karena kode aslinya masih B16172 jadi masih varian Delta. Plus-nya itu karena ada mutasi lagi di spike-nya.”
Ia menambahkan, varian Delta sendiri adalah varian yang selalu mendominasi. Misalnya di Australia yang 90 persen varian virus yang menginfeksi penduduknya adalah varian Delta. Begitu pula di Indonesia yang 86 persen sampel yang diteliti adalah varian Delta.
“Nah, kalau untuk Delta Plus, di India sendiri baru ditemukan pada 7 Juni 2021, memang masih terhitung baru.”
Simak Video Berikut Ini:
Mutasi Delta Plus
Mia menambahkan, varian Delta Plus sebetulnya adalah varian yang mengalami mutasi di spike protein K417N.
“Dan untuk varian ini kelihatannya lebih menyerang ke usia-usia muda. Hal ini dapat disebabkan faktor ngumpul. Penularan terjadi karena anak muda ini kan banyak ngumpul,” kata Mia.
Salah satu hal yang dikhawatirkan dari varian Delta Plus adalah memicu gelombang ketiga, lanjutnya. Namun, yang menjadi masalah dari Delta Plus adalah kemampuannya untuk memengaruhi antibodi tubuh.
“Yang dikhawatirkan dari varian Delta Plus ini adalah dia resisten terhadap antibodi yang terbentuk dari vaksin terutama vaksin dari rekombinan gen seperti AstraZeneca.”
Selama ini, jika virus masuk ke dalam tubuh maka yang berperang melawan virus-virus tersebut adalah antibodi. Yang ditakutkan, akibat varian ini, antibodi di dalam tubuh jadi tidak berdaya.
Advertisement
Tidak Berarti Lebih Ganas
Walau dikhawatirkan dapat tahan terhadap antibodi, tapi bukan berarti varian Delta Plus lebih virulen atau ganas.
“Resisten terhadap antibodi ini bukan berarti virus lebih virulen. Mungkin virus ini tidak terlalu ganas, tapi karena dia bisa memengaruhi antibodi, akibatnya antibodi kita yang harusnya perang malah tidak bisa melawan.”
Tingkat keganasan kecepatan penularan varian Delta Plus diperkirakan masih sama dengan varian Delta sebelumnya. Hanya saja ketika imun tubuh melawan, virus tersebut malah bertahan, tambahnya.
Untuk penanganannya sendiri, Mia mengatakan bahwa masih dengan protokol kesehatan yang ketat seperti memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan yang terutama menghindari kontak.
“Saya selalu berpesan, jangan mau jadi inang virus, makanya diam dulu saja di rumah,” tutupnya.
Infografis Sudah Vaksinasi COVID-19? Jangan Kendor 5M!
Advertisement