Liputan6.com, Jakarta Telah banyak konfirmasi soal chip yang terdapat dalam vaksin COVID-19. Namun, nyatanya masih banyak masyarakat yang masih percaya akan disinformasi ini.
Salah seorang peneliti vaksin Astrazeneca asal Indonesia Indra Rudiansyah mengatakan bukan vaksin yang berbahaya melainkan informasi menyesatkan dan berbahaya.
Baca Juga
"Masyarakat yang sudah teredukasi bisa menghindari berita-berita yang bohong. Oleh sebab itu, kita harus melindungi masyarakat yang masih belum paham terkait vaksin. Dengan memberikan edukasi tentang vaksin agar tidak menyesatkan," katanya dalam diskusi media daring “Fakta Seputar Vaksin dan Upaya Menuju Kekebalan Komunal", Kamis (29/7/2021).
Advertisement
Indra yang juga alumni Beswan Djarum sebagai penerima program Djarum Beasiswa Plus angkatan 2011/2012, Bakti Pendidikan Djarum Foundation ini menjelaskan bahwa vaksin mengandung bahan sebagian protein virus atau virus yang sudah dimatikan.
"Ada juga komponen tambahan, yaitu larutan penyangga yang bisa menstabilkan virus tersebut agar tidak mudah hancur dan juga untuk menyeimbangkan dengan cairan di dalam tubuh," ujar pria yang tengah studi di Jenner Institute Inggris kepada wartawan.Â
Simak Video Berikut Ini:
Tambahan Bahan Tertentu dalam Vaksin
Menurut Indra, sejumlah vaksin memang ada yang ditambahkan bahan tertentu untuk menstabilkan vaksin tersebut.
"Misalnya vaksin polio ditambah gula agar manis untuk menstabilkan vaksin. Ada juga komponen yang dimasukkan agar vaksin tidak mudah rusak saat disimpan."
Namun, jelas Indra, tidak ada yang menaruh chip di dalam vaksin.
Indra pun menuturkan, video hoax yang beredar membawa nama Bill Gates tersebut memang bisa meresahkan. Perlu diketahui bahwa Bill Gates tidak menyinggung adanya chip di dalam vaksin.
"Bill Gates adalah salah satu org terkaya di dunia. Dia pernah punya perusahaan IT. Dia juga punya Gates Foundation. Dia support sanitasi, obat malaria, dan mendukung vaksinasi. Dia juga punya program koorporat sosial yang artinya profit yg diambil perusahaaan dikembalikan ke masyarakat. Jadi berita itu sangat menyesatkan. Berita tentang microchip ini sangat meresahkan jadi dapat menjebak para masyarakat yang masih ragu untuk divaksin," jelasnya.
Untuk vaksin AstraZeneca sendiri, kata Indra, menggunakan teknologi virus yang dimatikan atau disebut mRNA. Materi genetik ini berisi petunjuk pembuatan protein yang dapat memicu reaksi kekebalan tubuh.
Cara kerjanya, setelah masuk ke dalam tubuh, mRNA dari vaksin yang ditangkap oleh sel imun akan mengarahkan sel tersebut untuk memproduksi spike protein. Protein ini merupakan protein yang menyusun bagian dari permukaan virus COVID-19. Vaksin yang dihasilkan ini memiliki kunci untuk melawan virus tersebut.
Advertisement
Sulit Chip Masuk Jarum Suntik
President Director of RS Harapan Sehat Bumiayu, Brebes dokter Ursula Penny Putrikrisila dalam acara yang sama turut menambahkan bahwa alat suntik untuk vaksinasi ini bentuknya kecil sehingga sulit untuk memasukkan benda padat ke dalam benda cair.
"Di dalam alat suntik hanya muat 1cc dan cairan yang digunakan untuk vaksin hanya setengah cc. Chip tidak muat dimasukkan di dalam suntikkan, karena bentuknya benda padat sedangkan vaksin benda cair. Chip tidak bisa ditanamkan ke dalam tubuh melalui suntikan vaksin," pungkas wanita yang juga alumni Beswan Djarum itu.
Infografis Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca
Advertisement