Sukses

Positivity Rate COVID-19 Belum Terkendali Selama PPKM, Kenapa?

Epidemiolog Dicky Budiman ungkap penyebab belum terkendalinya positivity rate selama PPKM.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah resmi memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Level 3-4 hingga 16 Agustus 2021.

Terkait hal ini ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman, mendukung keputusan tersebut karena PPKM memang memberi dampak positif pada kondisi pandemi.

Namun, perubahan baik tidak terjadi secara signifikan. Masih ada hal yang belum terkendali selama pelaksanaan PPKM. Hal tersebut yakni terkait positivity rate atau angka positif.

“Sayangnya selama PPKM, positivity rate masih jauh sekali dari yang ditargetkan di bawah 10 persen, apalagi 5 persen,” ujar Dicky melalui pesan suara kepada Health Liputan6.com, Selasa (10/8/2021).

2 dari 5 halaman

Simak Video Berikut Ini:

3 dari 5 halaman

Laju Penularan Masih Tinggi

Positivity rate yang masih tinggi menunjukkan bahwa laju penularan di komunitas sangat tinggi, lanjut Dicky.

Artinya, sebagian besar kasus infeksi di masyarakat atau di sebagian besar klaster tidak terdeteksi.

“Itu yang berbahaya karena itulah yang akan menambah percepatan penyebaran dari virus ini, kemudian bertambah kasus infeksi dan akhirnya menambah kasus kematian di masyarakat.”

Ia menambahkan, tidak terkendalinya positivity rate selama PPKM disebabkan oleh cakupan tes tidak meningkat secara signifikan dan belum sesuai dengan skala penduduk di masing-masing daerah maupun eskalasi pandeminya.

4 dari 5 halaman

Terkait Eskalasi Pandemi

Terkait eskalasi pandemi, Dicky menjelaskan bahwa hal tersebut bukan hanya soal positivity rate harus di bawah 10 atau 5 persen.

Namun, eskalasi pandemi juga membahas tentang jumlah tes yang perlu dilakukan berdasarkan kasus positif yang ditemukan.

“Misalnya, jika ada 30 ribu kasus baru maka perlu ada minimal 600 ribu tes, itu minimal. Jika kasus ada 50 ribu, maka besoknya harus ada tes satu juta. Ini yang belum pernah kita lakukan,” katanya.

Pada akhirnya, ini menjadi penyebab Indonesia mengalami penurunan komunitas menurut organisasi kesehatan dunia (WHO).

“Ini sangat serius, itu sebabnya di komponen indikator akhir kita melihat angka kasus kematian tinggi dan itu adalah kontribusi dari kasus kesakitan yang tidak terdeteksi,” tutupnya.

5 dari 5 halaman

Infografis Wilayah Luar Jawa-Bali Perpanjang Level PPKM 3 dan 4