Sukses

9 Cara Mengatasi Anak yang Susah Makan, Jangan Menyerah Ya Bunda

Hampir semua orang tua pernah menghadapi kondisi anak susah makan. Sebagai orang tua, Anda tentu membutuhkan cara membujuk, memaksa, hingga mengejar-ngejar anak untuk mau makan.

Liputan6.com, Jakarta Hampir setiap orang tua pasti pernah menghadapi situasi anak yang susah makan. Sudah disiapkan makanan paling enak dan mahal, tapi ternyata anak menolak, sudah dibujuk-bujuk tetapi saja mulutnya tidak mau terbuka. Akhirnya si Kecil sibuk dengan susu dan snack sampai terasa kenyang.

Meski anak susah makan, sebagai orang tua jangan sampai membiarkan hal tersebut terus terjadi. Pasalnya, si Kecil butuh asupan gizi dan nutrisi agar pertumbuhannya optimal.

Penyebab Anak Susah Makan

Menurut dr. Karin Wiradarma dari KlikDokter, ada beberapa penyebab yang dapat membuat anak mengalami kesulitan atau gangguan makan. 

Pertama, adanya kelainan anatomi atau organ, seperti hidung, bibir, mulut, lidah, dan lainnya. Kedua, adanya kelainan pada saraf yang berfungsi untuk menelan.

"Meskipun pada umumnya kelainan tersebut relatif lebih jarang terjadi, dua faktor tersebut dapat menyebabkan gangguan besar pada pola makan anak. Akibatnya, anak jadi kesulitan membuka mulut, mengunyah, dan menelan," ujarnya. 

Maka dari itu, Bunda bisa cek kondisi mulut dan gigi, apakah ada masalah yang menjadi penyebab si Kecil susah makan.

Faktor ketiga yang paling banyak ditemui adalah karena perilaku anak itu sendiri. Secara alamiah, anak pada umumnya memang mengalami kesulitan makan, terlebih saat mencoba makanan baru. Dalam medis disebut neophobia, yang menonjol pada anak usia 2-3 tahun dan perlahan akan menghilang pada usia 5-8 tahun.

Selain itu adalah faktor pola asuh orang tua memiliki andil dalam menyebabkan anak susah makan. Hal ini karena pola makan anak sedikit banyak dibentuk dari peran orang tua dalam memberikan teladan, batasan, dan aturan yang baik. 

Bila faktor pola asuh yang jadi penyebab anak susah makan, Bunda bisa mempraktekkan beberapa cara ini di rumah untuk mengatasi anak yang susah makan.

 

2 dari 4 halaman

Cara Mengatasi Anak yang Susah Makan

1. Buatlah Jadwal Makan Utama dan Camilan

Berikan makan utama tiga kali sehari dan camilan 2-3 kali sehari. Untuk camilan, Anda bisa sediakan di antara waktu makan kurang lebih berselang 2-3 jam. Camilan pertama di antara makan pagi dan makan siang, sedangkan yang kedua di antara makan siang dan makan malam, lalu yang ketiga sebelum tidur malam. 

2. Ciptakan Suasana Tenang dan Kondusif

Alangkah baiknya bila Bunda bisa menciptakan suasana makan yang santai dan tenang. Sehingga anak dapat fokus untuk menyelesaikan makanannya. Makan sambil menonton TV dapat membuat si Kecil sulit fokus makan dan cenderung akan membutuhkan waktu lama untuk menghabiskan porsi makannya, bahkan satu suapan bisa memakan waktu.

3. Ajarkan Tata Krama saat Makan

Semenjak anak sudah mampu makan makanan padat, biasakanlah si Kecil untuk duduk di tempatnya baik di kursi khusus anak, maupun kursi biasa di meja makan. Kebiasaan ini baik untuk menanamkan disiplin serta dapat mencegah risiko tersedak hingga muntah.

 

3 dari 4 halaman

4. Berikan Porsi Makan yang Sesuai

Melihat porsi makanan yang melimpah tentu bisa membuat kaget anak. Maka dari itu berikan porsi yang sesuai. Ukuran saji untuk anak berusia 1-3 tahun umumnya adalah 1/4 porsi untuk dewasa. Untuk daging, ukuran sajinya adalah seukuran telapak tangannya. Sedangkan untuk sayur, ukurannya adalah 1-2 sendok makan.

5. Jangan Bereaksi Berlebihan

Anak-anak memainkan alat makan di awal-awal kenal dengan makanan merupakan hal yang wajar. Jangan bereaksi berlebihan, bila anak jadi pusat perhatian maka perilakunya akan menjadi-jadi. Bila sadar perilakunya tidak mendapat perhatian, anak cenderung akan berhenti main-main.

6. Coba Makanan Baru dalam Jumlah Kecil

Jika Bunda ingin memberikan jenis makanan baru untuk si Kecil, lakukanlah secara bertahap dan selalu sertakan minimal satu makanan favoritnya bersama makanan baru tersebut.

Selain itu, siapkan juga jenis makanan baru seperti potongan buah mangga, melon, apel, dan lainnya  untuk dikonsumsi pada jam-jam lapar, sehingga anak lebih mau menerima makanan baru tersebut. 

4 dari 4 halaman

7. Sediakan Camilan Sehat dan Menarik

Anak-anak mudah sekali tertarik dengan makanan cepat saji yang umumnya tinggi akan kalori, gula dan lemah. Seperti permen, fast food, soda, coklat, kerupuk dan sebagainya. 

Agar anak tidak memiliki ketergantungan dengan makanan itu, Bunda perlu menyediakan camilan alternatif berupa makanan sehat yang mudah dijangkau. Terlebih anak-anak suka dengan makanan bentuk yang menarik. Sediakan potongan buah yang mudah dikunyah (seperti melon, semangka, beri, dll) dengan yoghurt atau potongan sayur. 

8. Perhatikan Kondisi Anak

Pastikan bahwa si Kecil sedang lapar, tidak terlalu lelah, atau mengantuk sebelum makan. Hindari pemberian makanan kecil 2 jam sebelum waktu makan agar ia tidak terlalu kenyang saat tiba waktu makan besar.

Saat makan, Bunda juga perlu tahu reaksi ketika si Kecil akan muntah. Refleks muntah merupakan refleks normal tubuh untuk mencegah tersedak. Refleks tersebut dapat muncul pada beberapa kondisi. 

Misalnya, apabila si Kecil makan terlalu cepat, jika dalam mulutnya terdapat terlalu banyak makanan, jika anak tidak menyukai tekstur atau rasa dari makanan yang masuk, atau jika ada benda asing yang tidak seharusnya berada di dalam mulut.

Untuk menghindarinya, posisikan agar anak tenang selagi makan, jangan berlari-lari ketika makan, berikan porsi makanan secukupnya, dan perhatikan ukuran makanan yang masuk.

9. Bersikap Fleksibel dan Sabar

Seperti halnya orang dewasa, anak-anak juga dapat merasa bosan pada suatu jenis makanan. Akan tetapi, anak belum mampu untuk menunjukkan penolakannya secara verbal, sehingga ia cenderung diam, pergi, atau melakukan tindakan lain yang dapat membuat Bunda kadang menjadi kesal. 

Kunci yang terpenting dalam menghadapi anak susah makan adalah perbanyak kesabaran dan keuletan. Apabila merasa kebingungan dan putus asa, Bunda bisa meminta bantuan dari tenaga profesional seperti psikolog anak dan dokter anak. 

 

(*)