Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus mendorong provinsi memperbarui data COVID-19 dan mensinkronkan dengan pemerintah pusat. Upaya ini melihat masih banyak provinsi yang belum memperbarui data kasus COVID-19 lebih dari 21 hari, terutama kasus aktif dan kematian.
Lalu apakah pembaruan data kasus COVID-19 bisa mengubah status Level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) daerah yang bersangkutan? Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, indikator leveling daerah tak hanya dari satu-dua aspek.
Advertisement
Baca Juga
"Tidak hanya dilihat dari aspek laju penularan atau laju kasus aktif dan kematian, melainkan mempertimbangkan aspek kapasitas respons daerah," terang Wiku di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, ditulis Senin (13/9/2021).
"Oleh karena itu, perubahan pada salah satu aspek belum tentu mampu secara langsung memberikan perubahan yang signifikan, khususnya pada hasil leveling daerah."
Di sisi lain, evaluasi leveling PPKM perlu dilakukan kualitas pencatatan dan pelaporan kasus COVID-19 menjadi objek pengamatan dan perbaikan berkelanjutan.
"Ini mengingat data adalah aspek krusial dalam mengambil keputusan, termasuk upaya akumulasi data sekitar 21 hari ke belakang," imbuh Wiku.
Â
** #IngatPesanIbuÂ
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Sinkronisasi Data COVID-19 Pusat dan Daerah
Selama masa migrasi data COVID-19 akan ditemukan perubahan kondisi yang perlu ditindaklanjuti. Misalnya, angka kasus aktif yang berkurang akibat kasus tersebut sudah sembuh atau meninggal.
Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah saling berkoordinasi agar tidak ada gap atau keterlambatan data kasus COVID-19.
"Kementerian Kesehatan maupun pemerintah daerah harus berkoordinasi aktif untuk mensinkronisasikannya segera, dengan harapan data bisa semakin interoperable dan mencegah hal yang sama terjadi (keterlambatan) di masa yang akan datang," ucap Wiku Adisasmito.
Namun, jika hendak mengetahui kondisi kasus yang terjadi pada suatu periode waktu tertentu, kata Wiku, sebaiknya melihat angka yang terlapor di periode waktu yang sama.
"Walaupun angka yang dihasilkan tidak persis sama, khususnya pada beberapa daerah, tapi data tersebut masih cukup representatif untuk mengambil keputusan kebijakan berskala nasional," katanya.
Pada konferensi pers, Rabu (8/9/2021), Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan, sejumlah penyebab provinsi belum memperbarui data kasus COVID-19.
"Hal ini terjadi adanya keterlambatan dalam melakukan input data kematian ke dalam sistem. Keterlambatan ini terjadi karena ada prosedur administrasi berjenjang yang dibutuhkan," ungkapnya. (Selengkapnya: Walau COVID-19 RI Turun, Banyak Provinsi Belum Perbarui Data Lebih dari 21 Hari)
Advertisement