Liputan6.com, Jakarta - Amin Soebandrio menyebut bahwa kemunculan sejumlah varian Virus Corona tidak menghambat produksi vaksin Merah Putih di laboratorium Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Jakarta.
Amin yang menjabat sebagai Kepala LBM Eijkman, mengatakan, justru mereka mengembangkan vaksin Merah Putih yang berbasis varian-varian virus Corona yang baru, yang dilakukan secara paralel.
Baca Juga
Sejauh ini yang menjadi patokan Eijkman dalam mengembangkan vaksin Merah Putih adalah varian Delta.
Advertisement
"Sementara ini baru yang varian Delta, karena sudah meluas. Sedangkan varian Mu masih sedikit dan Indonesia belum ada yang masuk," kata Amin saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Kamis, 16 September 2021.
Â
Varian Delta Mendominasi Virus Corona di Indonesia
Dari semua varian virus Corona yang meluas ke banyak negara, varian Delta yang diketahui kasusnya cukup banyak di Indonesia.
"90 persen dari virus yang bersikulasi di Indonesia kan varian Delta," ujarnya.
Berdasarkan hasil Whole Genome Sequencing (WGS) yang dilakukan sejak Januari 2021, varian Delta mendominasi 90 persen kasus virus Corona di Indonesia.
"Kalau jumlah total dari sejak Januari sudah 2.500-an. Kira-kira segitu jumlahnya," katanya.
Advertisement
Update Vaksin Merah Putih Lembaga Eijkman
Vaksin Merah Putih merupakan vaksin COVID-19 buatan RI yang diproduksi tidak hanya oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Universitas Airlangga (UNAIR), tapi juga Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjajaran (UNPAD), serta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Kepala LBM Eijkman, Prof dr Amin Soebandrio PhD, SpMK menjelaskan bahwa meski sama-sama bernama vaksin Merah Putih, tapi platform yang digunakan berbeda-beda sehingga hasilnya nanti pun akan berbeda pula.
Terkait sudah sejauh mana perkembangan vaksin Merah Putih dari Eijkman, Amin, menyebut, masih dalam tahap proses peralihan dari laboratorium ke industri.
"Kami ingin semuanya cepat. Kami sekarang sedang berupaya memercepat prosesnya, tapi ada beberapa proses yang memang butuh waktu lama," kata Amin.
Amin, menambahkan, dalam proses peralihan itu ada tiga hal yang perlu Eijkman lakukan.
"Dari skala laboratorium ke skala industri itu kan berbeda. Kalau di laboratorium volumenya kecil, tapi kalau industri volumenya harus lebih besar. Kemudian, optimasi kondisinya harus disesuaikan dengan kondisi industri," kata Amin.
Akan Vaksin Merah Putih Eijkman Akan Diproduksi?
Bila UNAIR berharap vaksin Merah Putih garapannya bisa disuntikan kepada masyarakat pada Juli 2022, Eijkman masih belum bisa memastikan akan memproduksinya.
Menurut Amin, waktu produksi tergantung uji klinisnya. Sebab, uji klinis vaksin Merah Putih yang akan lahir dari 'rahim' Eijkman harus menggunakan populasi yang belum vaksinasi.
"Salah satu yang mungkin menjadi tantangan adalah populasi yang akan diuji itu tidak bisa di Pulau Jawa lagi, tapi harus di luar Pulau Jawa karena Pulau Jawa mungkin sampai akhir tahun yang divaksinasi sudah sangat banyak," katanya.
"Itu kan akan memengaruhi karena kita harus pakai populasi yang belum vaksinasi," Amin menekankan.
Untuk pengujian pertama, lanjut Amin, akan menyasar populasi usia 18 sampai dengan 59. Apabila mendapatkan hasil yang bagus, akan diuji coba ke usia yang lebih muda lagi, yaitu 12 sampai 18 tahun.
Advertisement