Liputan6.com, Jakarta Pernahkah muncul rasa tidak nyaman dalam diri Anda ketika melihat orang lain sedang bertengkar atau tidak berada dalam hubungan yang baik? Saling berargumen dengan nada tinggi atau bahkan saling menyindir satu sama lain, misalnya.
Rasa tidak nyaman tersebut ternyata memang wajar terjadi, lho. Uniknya, tak hanya gadget yang memiliki pancaran radiasi, kemarahan pun juga memiliki pancaran radiasi yang dikeluarkan.
Baca Juga
"Mungkin lagi marah, marah yang biasa-biasa saja mungkin radiasinya 10 meter. Jadi (orang-orang) di sekitaran 10 meter itu merasa tidak nyaman," ujar pendiri Spirit of Universal Life (SOUL) Arsaningsih dalam live Instagram bersama Liputan6.com pada Kamis (16/9/21).
Advertisement
Radiasi tersebut kemudian bisa bertambah parah ketika seseorang terbiasa memendam amarahnya. Kualitas dari energi kemarahan pun bisa menjadi lebih luas.
"Kualitas energi kemarahannya itu bisa lebih luas, misalnya bisa ratusan meter. Semakin marah, pancaran radiasi kemarahannya juga bisa semakin luas," kata Arsaningsih.
Arsaningsih menjelaskan bahwa segala sesuatu yang ada dalam pikiran manusia dapat memancarkan radiasi keluar. Entah lewat tindakan atau bahkan sekadar dari pancaran raut wajah.
Energi dan radiasi tersebutlah yang kemudian dapat terukur lewat satuan meter. Terlebih, pengukuran tersebut juga bisa digunakan untuk menyelesaikan proses batin untuk meredam kemarahan.
"Kita itu bisa mencicil, menyelesaikan proses batin kita untuk meredam semua kemarahan dengan cara yang damai," kata Arsaningsih.
Meredam amarah, harus mulai darimana ya?
Wanita yang terkenal dengan metode Soul Meters ini mengungkapkan, memaafkan orang-orang terdekat yakni keluarga bisa jadi hal pertama yang Anda lakukan untuk mengelola rasa marah yang muncul.
Pada dasarnya, kemarahan bisa timbul lewat banyaknya interaksi. Keluarga dianggap jadi orang-orang yang paling sering memiliki interaksi dengan manusia sejak lahir ke dunia.
"Keluarga itu bagian dari di mana kita harus menyelesaikan takdir kita atau karma kita yang paling banyak. Dari lahir kita sudah ketemu bapak, ibu, belum lagi kakek, nenek. Secara sosial kita berinteraksi sangat dekat dengan mereka," ujar Arsaningsih.
Terlebih, seringkali munculnya rasa ketidakpuasan bermula dari keluarga. Rasa-rasa yang tidak menyenangkan tersebut bisa menumpuk dan akhirnya mempengaruhi kehidupan secara keseluruhan.
"Tidak senang dengan ibu atau bapak, tanpa disadari terpendam. Ketika berinteraksi dengan orang lain, jadi memiliki kecenderungan untuk melampiaskan," kata Arsaningsih.
Advertisement