Sukses

Mahalnya Harga Makanan Bergizi Jadi Penyebab Stunting, Ini Upaya KemenPPPA

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melaporkan prevalensi stunting meningkat dari 35,6 persen di tahun 2007, menjadi 36,8 persen di tahun 2010.

Liputan6.com, Jakarta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melaporkan prevalensi stunting meningkat dari 35,6 persen di tahun 2007, menjadi 36,8 persen di tahun 2010.

Peningkatan kembali terjadi pada 2013 menjadi 37,2 persen dan menurun menjadi 30,8 persen di tahun 2018, di mana 11,5 persen adalah prevalensi anak sangat pendek dan 19,3 persen adalah prevalensi untuk anak pendek.

Laporan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada 2017 menyebutkan empat faktor yang memengaruhi terjadinya stunting yakni:

1. Praktik pengasuhan yang dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan orangtua tentang kesehatan gizi sebelum hamil, saat masa kehamilan, dan sesudah melahirkan.

2. Pelayanan Antenatal Care dan Post-Natal Care (ANC) yang kurang berkualitas.

3. Akses ke makanan bergizi yang masih kurang, karena harga makanan bergizi yang relatif mahal.

4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi yang dapat memengaruhi terjadinya infeksi berulang yang berdampak pada perkembangan anak.

2 dari 4 halaman

Upaya untuk Faktor Ke-3

Untuk itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyampaikan bahwa KemenPPPA mendapat mandat untuk berkontribusi pada faktor ketiga.

Faktor ketiga ini terkait konvergensi dalam perencanaan dan penganggaran, serta pelaksanaan kegiatan untuk meningkatkan jenis, cakupan, dan kualitas intervensi gizi di pusat dan daerah.

“Keluarannya berupa 100 persen kabupaten/kota mendapatkan fasilitasi sebagai Daerah Ramah Perempuan dan Layak Anak dalam percepatan penurunan stunting,” kata Bintang dalam Rakor BKKBN dengan KemenPPPA secara virtual ditulis Senin (20/09/2021).

3 dari 4 halaman

Yang Sedang Dilakukan

Bintang menambahkan, saat ini pihaknya telah berupaya dalam Program Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) untuk mendorong tersedianya fasilitas yang sensitif gender dan ramah perempuan di tempat kerja.

Ini termasuk penyediaan ruang laktasi dan pemberian makanan bergizi pada ibu hamil dan menyusui. Selain itu, dibentuk pula pelayanan publik yang ramah anak seperti:

-Puskesmas Ramah Anak (PRA).

-Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga).

-Sekolah Ramah Anak (SRA).

-Forum Anak.

-Pusat Kreativitas Anak (PKA).

-Rumah Ibadah Ramah Anak (RIRA).

-Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA).

“Kementerian PPPA juga melakukan upaya pemberdayaan ekonomi perempuan agar perempuan dapat lepas dari kemiskinan melalui berbagai peningkatan kapasitas maupun memfasilitasi terbentuknya jejaring.”

“Di masa pandemi kami melakukan penyediaan kebutuhan spesifik bagi perempuan dan anak, bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga maupun dunia usaha agar gizi anak tetap terpenuhi”, tutup Bintang.

4 dari 4 halaman

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi