Liputan6.com, Jakarta Kemajuan teknologi khususnya dibidang kedokteran, jelas membawa keuntungan tersendiri bagi pasien. Laparoskopi misalnya.Â
Laparoskopi adalah teknik bedah minimal invasif atau minimally invasive surgery yang dilakukan dengan cara membuat lubang kecil sekitar 0,5-1cm di bagian tubuh. Teknik bedah ini tidak menimbulkan bekas (di luar penderita keloid) dan pasca operasi nyaris tak merasakan nyeri. Â
Baca Juga
Super Apps BRImo dan Layanan 721 Ribu E-Channel BRI Dipastikan Handal dalam Rangka Natal dan Tahun Baru
BRI Pastikan Kehandalan Super Apps BRImo dan Optimalkan Layanan 721 Ribu E-Channel dalam Rangka Natal dan Tahun Baru
Kontribusi dalam Keberlanjutan Lingkungan, Pertamina Dukung Penuh Festival Ciliwung 2024
"Prinsip minimal invasif ini luka kecil, rasa nyeri sangat minimal, sembuh lebih cepat, nyeri post operasi lebih enteng, pasien kembali untuk aktivitas lebih cepat, lama rawatnya singkat. Juga penanganan handling untuk penanganannya lebih halus adalah tangan dokter tak masuk ke dalam tubuh pasien seperti operasi konvensional. Itu karena yang masuk adalah alat-alat bukan tangan dokter," jelas Dokter Spesialis Kebidanan & Kandungan Konsultan, sub spesialis Fertility & Hormon Reproduksi, dr Caroline Tirtajasa, Sp.OG(K) dari OMNI Hospital Pulomas saat berbincang dengan Tim Liputan6.com, Jumat (15/10).Â
Advertisement
Bagaimana Prosesnya?
Sebelum tindakan laparoskopi dilakukan, dr. Caroline menjelaskan bahwa asesmen awal sangat diperlukan, yaitu dengan melakukan pemeriksaan menyeluruh secara detail, di antaranya seperti pemeriksaan histeroskopi dan USG transvaginal.Â
Pemeriksaan tersebut, lanjut dr Caroline diperlukan untuk mencari tahu titik atau lokasi adanya penyakit. Setelah lokasi diketahui, dilanjutkan dengan tindakan laparoskopi.Â
Dalam prosesnya, tindakan dilakukan menggunakan alat khusus berupa kamera dan kanul yang akan masuk ke perut pasien. Nantinya dokter akan membuat tiga lubang di area perut. Dua di antaranya sayatan sekitar 0,5cm untuk masuknya alat dan satu lubang hanya sebesar 1cm untuk masuknya kamera laparoskopi.
"Jadi saat laparoskopi, tangan saya bergerak memegang alat dengan melihat LCD yang menampilkan gambar keseluruhan secara persis yang ditampilkan kamera dalam perut pasien," jelas dr Caroline.Â
Lalu kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam proses laparoskopi? dr Caroline menjelaskan, lamanya waktu pembedahan tergantung apakah ada perlengketan jaringan atau tidak.Â
"Di saat tidak ada perlengketan, laparoskopi hanya memakan waktu satu jam. Tapi kadang operasi bisa memanjang di saat tingkat perlengketannya hebat, waktu operasi sekitar dua jam atau lebih."
Advertisement
Penyakit yang Bisa Ditangani dengan Laparoskopi
Dalam tindakan pembedahan, dokter lulusan terbaik Universitas Schleswig-Holstein, Kiel, Jerman ini menjelaskan bahwa laparoskopi umumnya untuk penanganan penyakit yang berkaitan dengan kandungan.Â
"Paling sering tumor kandungan yang tergolong jinak, seperti miom, kista, polip, adenomiosis, Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) atau kehamilan di luar kandungan bisa dilakukan laparoskopi," jelas dr Caroline.Â
Selain itu, pasien dengan infertilitas atau sulit hamil yang sudah mencoba promil namun gagal terus, bisa juga dilakukan laparoskopi diagnostik. Tindakan tersebut dilakukan untuk melihat hal-hal yang tak terlihat dengan USG bahkan MRI.Â
"Contohnya endometriosis stadium 1 dan 2 yang berupa bercak di rongga panggul yang tak terlihat. Kondisi tersebut bisa memicu sulit hamil karena kadar radikal bebas yang tinggi di area organ reproduksi," jelas dr Caroline.Â
Jika pasien mengalami endometriosis stadium 1 dan 2, lanjut dr Caroline, dapat dilakukan reseksi (prosedur pembedahan) dengan laparoskopi. Kemudian kasus seperti PCO (Polycystic ovaries), diperlukan laparoskopi ovarian drilling, di mana ovarium ditingkatkan kinerjanya agar bekerja lebih baik agar lebih mudah berovulasi.Â
Nah, menariknya laparoskopi ternyata bukan hanya dapat menjadi solusi pengobatan penyakit kandungan. Laparoskopi juga bisa menjadi alternatif bagi wanita yang ingin melakukan program keluarga berencana.Â
"Pasien yang sudah cukup anak dan mau kontrasepsi mantap, dapat menempuh sterilisasi. Pasien dapat melakukan laparoskopi karena tindakan ini sangat nyaman. One day care, pasien bisa langsung pulang tanpa rasa nyeri," ujar dr Caroline.
Keuntungan Bagi Dokter dan Pasien
Dalam proses penanganannya ternyata tak semua dokter kandungan bisa melakukan tindakan pembedahan ini. Kalaupun ada dokter yang bisa melakukannya, dilihat dari level operator atau jam terbangnya sudah sampai tahap apa.Â
"Itu karena laparoskopi very delicate instrument and very delicate prosedure. Oleh karena itu jam terbang berpengaruh dan laparoskopi dilakukan dengan sangat cermat dengan kamera beresolusi tinggi," ujarnya.Â
Nah, bagi dokter dengan jam terbang yang mumpuni, ada keuntungan yang didapatkan. Ya, lantaran menggunakan kamera beresolusi tinggi, dokter dapat melihat organ dalam dengan lebih cermat. Â
"Misalnya jika ada perlengketan usus dengan usus, pembatas organ dapat terlihat lebih jelas. Berbeda jika dilakukan dengan operasi konvensional yang hanya mengandalkan mata dokter dan perabaan tangan," kata dr Caroline.Â
Oleh karena itu, jika dibandingkan operasi konvensional, dalam proses pembedahan, dokter dapat melakukan tindakan dengan lebih bersih, cermat, dan detail.Â
Sementara dari segi pasien, jika dokter dapat melakukan tindakan pembedahan lebih bersih tentu sangat diuntungkan. Hasil operasi akan jauh lebih baik dibandingkan operasi konvensional.Â
Kemudian rasa nyeri yang dirasakan pasien jauh lebih minimal bahkan hampir tak terasa sakit karena sayatan pembedahan kecil. Nah, pengalaman tersebut ternyata dirasakan Emiliana (48), ketika laparoskopi dilakukan untuk pengangkatan kista berukuran 11cm, adenomiosis sebesar 8cm, dan adanya perlengketan dengan jaringan lain.Â
"Saya 18 tahun melahirkan caesar dan itu sakit sekali. Tapi ini setelah di laparoskopi saya tunggu-tunggu sakitnya, kok nggak sakit-sakit ya. Saya juga terheran-heran, sampai saya tanya ke dr Caroline," ujar Emiliana.Â
Bahkan lanjutnya, pasca dilakukan laparoskopi angkat rahim, Emiliana tak merasakan mual, muntah, dan pusing. Hanya dalam 1x24 jam, Emiliana bisa berjalan sendiri.Â
"Kalau waktu caesar, jalan saya mesti dipegangin di kiri dan kanan, bahkan limbung. Kalau ini, setelah laparoskopi, saya jalan seperti biasa saja," jelasnya.Â
Setelah menjalani laparoskopi, Emiliana sebagai pasien pun mengaku kualitas hidupnya meningkat. Rasa nyeri yang dirasakan selama ini, dipastikan menghilang.Â
"Better of life pastinya. Sekarang saya nggak perlu khawatir dan yang pasti saya sudah tak merasakan nyeri lagi. Dengan tindakan ini, semoga makin banyak orang di luar sana yang tak perlu takut untuk laparoskopi karena minimal sekali efeknya," jelas Emiliana.Â
Untuk informasi lebih lanjut dan konsultasi dengan dr. Caroline Tirtajasa, Sp.OG(K) atau Follow akun Instagram @drcarolinetirtajasaspogk Spesialis Kebidanan & Kandungan Konsultan, sub spesialis Fertility & Hormon Reproduksi, Ahli Bedah Laparoskopi OMNI Hospital Pulomas, dapat menghubungi 0819-1453-7518 (Ronald).
Â
(*)Â
Advertisement