Liputan6.com, Jakarta - Ketua Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia Dr. Arya Govinda Roosheroe menerangkan terkait nyeri yang dialami individu lanjut usia (lansia).
Menurutnya, nyeri adalah suatu pengalaman emosional dan rasa (sensori) yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan kerusakan jaringan tubuh yang sudah atau akan terjadi.
“Rasa nyeri itu subjektif, bisa berbeda-beda ada rasa tertusuk, tertindih, berat, ngilu, perih, bahkan rasa tidak enak saja sekarang digolongkan pada nyeri,” kata Arya dalam seminar daring Geriatri TV ditulis Minggu (24/10/2021).
Advertisement
Rasa nyeri adalah salah satu kondisi yang paling banyak dikeluhkan oleh lansia dengan angka kejadian yang bervariasi yakni 15,2 hingga 69,8 persen. Bahkan, angka kejadian nyeri di panti jompo bisa dilaporkan mencapai 83 persen.
Baca Juga
“Tapi kadang-kadang (nyeri) jarang dilaporkan karena dianggap sebagai hal normal akibat proses menua. Padahal, nyeri itu bukan bagian dari proses menua.”
Perlu Penelusuran
Mengingat nyeri bukan hal normal, maka perlu dilakukan penelusuran, lanjut Arya.
“Kalau ada nyeri pasti ada sesuatu dan itu harus dilakukan penelusuran apa penyebab atau penyakit yang mendasarinya.”
Selain sering dianggap normal, faktor lain yang membuat nyeri jarang dilaporkan adalah adanya gangguan kognitif. Misal, pada lansia yang menyandang demensia. Rasa nyeri tetap ada, tapi tidak dikeluhkan.
“Selain demensia bisa juga terjadi pada pasien depresi, gangguan mata, atau gangguan telinga, mestinya sih ada nyeri tapi tidak dikeluhkan.”
Advertisement
Awal Mula Nyeri
Arya juga menjelaskan, nyeri pada lansia bisa terjadi secara mendadak maupun sudah berlangsung lama.
“Permulaan nyeri bisa mendadak atau tiba-tiba (akut), kalau ini misalnya ada trauma, benturan, jatuh, patah, usus buntu, batu ginjal. Ini bisa menimbulkan nyeri mendadak dengan waktu singkat.”
Sedang, nyeri yang telah berlangsung lama disebut nyeri kronik. Nyeri ini menatap lebih dari tiga bulan, tidak hilang, atau hilang timbul.
Baik nyeri akut maupun nyeri kronik keduanya sangat subjektif, lanjut Arya. Artinya, sangat bergantung dengan individunya.
“Ada yang darahnya sangat tinggi tapi tidak nyeri kepala, ada juga yang darahnya tidak terlalu tinggi tapi merasakan nyeri kepala.”
Untuk itu, Arya menganjurkan lansia untuk melaporkan kondisi nyerinya ke dokter agar dapat ditelusuri penyebabnya.
Infografis Vaksinasi COVID-19 Lansia di Indonesia Masih Rendah
Advertisement