Sukses

Perbedaan Nyeri Kronik dan Akut pada Lansia

Rasa nyeri yang sering dikeluhkan lanjut usia (lansia) bukan hal normal. Menurut Ketua Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia Dr. Arya Govinda Roosheroe, rasa nyeri ada yang kronik ada pula yang akut.

Liputan6.com, Jakarta - Rasa nyeri yang sering dikeluhkan lanjut usia (lansia) bukan hal normal. Menurut Ketua Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia Dr. Arya Govinda Roosheroe, rasa nyeri ada yang kronik dan ada pula yang akut.

Nyeri kronik adalah nyeri yang telah berlangsung lama. Nyeri ini menetap lebih dari tiga bulan, tidak hilang, atau hilang timbul.

Sedang, nyeri akut adalah nyeri yang datang tiba-tiba. Nyeri akut dapat disebabkan trauma, benturan, jatuh, patah, usus buntu, atau batu ginjal.

Baik nyeri akut maupun nyeri kronik keduanya sangat subjektif, lanjut Arya. Artinya, sangat bergantung dengan individunya.

“Ada yang darahnya sangat tinggi tapi tidak nyeri kepala, ada juga yang darahnya tidak terlalu tinggi tapi merasakan nyeri kepala,” ujar Arya dalam seminar daring Geriatri TV dikutip Senin (25/10/2021).

Secara umum, pengertian nyeri menurut Arya adalah suatu pengalaman emosional dan rasa (sensori) yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan kerusakan jaringan tubuh yang sudah atau akan terjadi.

2 dari 4 halaman

Nyeri Kronik Primer Sekunder

Arya menambahkan, nyeri kronik dibagi dalam dua jenis yakni nyeri kronik primer dan sekunder.

“Kalau yang primer memang biasanya nyeri itu sebagai masalah yang utama, bahkan kita kadang-kadang sulit untuk mengetahui penyebabnya. Jadi, hati-hati pada nyeri primer.”

Sedang, nyeri sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit. Jadi, ada suatu penyakit yang mendasari terjadinya nyeri, lanjutnya.

Nyeri kronik primer dapat terjadi pada lebih dari satu daerah organ tubuh, tidak hanya di kepala, nyeri ini bisa terjadi juga di tulang belakang dan daerah tubuh lainnya.

“Jika penyebabnya kanker dan sudah menyebar ke berbagai bagian tubuh maka nyerinya bisa terjadi di berbagai tempat.”

3 dari 4 halaman

Berpengaruh pada Emosi

Tak hanya berpengaruh pada tubuh, rasa nyeri juga berpengaruh pada emosi. Bisa menimbulkan rasa marah, cemas, gelisah, hingga depresi yang akhirnya memengaruhi status fungsional dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Nyerinya pun bisa bermacam-macam, seperti fibromyalgia atau nyeri di jaringan ikat, otot, dan tulang. Ada pula nyeri kepala primer hingga nyeri kronik otot.

 “Nyeri bisa memengaruhi kualitas hidup, jadi salah satu tujuan tatalaksana nyeri adalah agar kualitas hidup pasien bisa lebih baik,” pungkasnya.

 

 

4 dari 4 halaman

Infografis Waspadai 3 Gejala Khusus COVID-19 pada Lansia