Sukses

Yoga Sebagai Alternatif Penyembuhan Holistik Pasien Skoliosis

Pasien skoliosis dianjurkan melakukan olahraga yoga

Liputan6.com, Jakarta Derajat kelengkungan tulang pasien skoliosis terbukti berkurang setelah rutin melakukan yoga. Putu Dwijendra, Dokter Gusti Putu Darmika, Redi Supradianto dan tim terapis membuktikannya melalui penelitian yang dilakukan pertengahan tahun ini.

Penelitian yang berlangsung selama tiga bulan (Juni-Agustus 2021) dilakukan secara intensif. Diawali dengan pencarian 10 anak dengan syarat mereka memiliki derajat kelengkungan tulang minimal 40 derajat, belum penah dioperasi dan berada di rentang usia minimal 14 tahun.

 

2 dari 5 halaman

Tentang Therapy Scoliosis Udana Method

Ide penelitian dengan Therapy Scoliosis Udana Method adalah untuk membantu anak-anak kita generasi selanjutnya mendapatkan alternatif meringankan atau menurunkan kelengkungan tulang punggung mereka akibat dari skoliosis secara holistik tanpa operasi melalui yoga.

“Hal ini sekaligus untuk membuktikan bahwa metode yang diterapkan oleh Udana Yoga yang dikenal dengan nama Therapy Scoliosis Udana Method memang benar mampu menurunkan derajat kelengkungan skoliosis jika dilakukan dengan benar dan terarah sesuai yang kami terapkan,” kata Putu Dwijendra pada Health Liputan6.com, di Bali, Rabu (27/10/21).

Syarat Mengikuti Penelitian Skoliosis

Adapun syarat yang harus dipenuhi yaitu pasien harus memiliki kelengkungan tulang di atas 40 derajat, dengan usia di atas 14 tahun.

“Disiplin untuk datang dan mengikuti proses terapi secara penuh sesuai dengan jadwal yang kami tentukan akan sangat memengaruhi hasilnya,” imbuh Putu Dwijendra.

Mereka juga wajib menyertakan foto rontgen sebelum dan sesudah terapi untuk mengetahui apakah benar kelengkungannya mengalami perubahan menurun atau bertambah atau justru tetap. Pun peserta diharapkan mengikuti latihan yoga terapi dengan penuh semangat.

Terapi atau Gerakan yang Digunakan

Therapy Udana Method yang mereka terapkan adalah dengan sistem holistik. Ini bekerja pada tubuh fisik dengan postur yoga melatih expansion (perluasan), extension (perpanjangan), twisting (perputaran) strengthening (penguatan) dan energi tubuh dengan pranayama (pernapasan) serta pikiran serta mental dengan Yoga Nidra.

3 dari 5 halaman

Hubungan Trauma dan Skoliosis

Dari pengalamannya selama menjalankan terapi, diketahui faktor trauma juga dapat memengaruhi atau memperparah serta menambah kelengkungan skoliosis baik yang diketahui secara sadar maupun tidak.

“Energi trauma ini termanifestasi dalam tubuh fisik di tulang punggung mereka, hal ini mengakibatkan bertambahnya kelengkungan tulang punggung seiring dengan bertambahnya usia dan akumulasi dari trauma tersebut,” kata pemilik Udana Yoga tersebut.

Hal ini pernah dibuktinya pada peserta terapi. Putu Dwijendra dan tim mendapati mereka yang kelengkungannya tidak mengalami penurunan dan cenderung kembali ke kondisi semula adalah yang belum melewati proses trauma healing.

Dokter Gusti Putu Darmika dengan teknik hypnotherapy memulakan proses terapi dengan melakukan sesi healing pada setiap peserta dan kemudia dibuatkan riwayat pasien untuk kebutuhan penelitian lebih lanjut.

“Terbukti bahwa proses healing tersebut dapat mempercepat penurunan kelengkungan tulang punggungnya,” ujar Putu Dwijendra.

4 dari 5 halaman

Dua Sample untuk Pembuktian

Sample 1

Claudia, perempuan berusia 14 tahun. Datang dengan kondisi skoliosis idiopatik tipe S (umumnya terjadi pada anak di masa pertumbuhan dan tanpa kecelakaan). Dengan derajat kelengkungan atas 49 derajat, dan bawah 48 derajat.Waktu duduk di TK B, dia pernah dipukul ayahnya. Karena tak dapat melampiaskan yang membuat hal itu meninggalkan trauma pada dirinya.

“Tampak kesedihan dan kemarahan yang sangat besar, namun dia tidak mampu menyadari sehingga berpengaruh kuat terhadap badan fisiknya,” ujar Gusti Putu Darmika melalui lembar riwayat klien yang ditulisnya di awal masa penelitiian.

Kondisi skoliosis pertama kali diketahui saat Claudia berusia 13 tahun. Keluhannya mudah lelah, sakit di daerah punggung, dan merasa tak nyaman jika duduk dalam waktu lama. Kondisi itu membuatnyaa menjadi anak sensitif dan mudah ngambek.

 

Setelah menjalani terapi selama 3 bulan di Udana Yoga dengan Therapy Scoliosis Udana Method, derajat kelengkungan tulangnya mengalami penurunan yaitu menjadi 45 derajat pada bagian atas, dan 40 derajat pada bagian tulang bawahnya.

Dia pun kini tampil menjadi anak yang lebih percaya diri karena punuknya sudah mulau tampak samar, mampu mengontrol emosi, tak mudah ngambek, juga tak lagi sering merasa sakit pada daerah punggungnya.

 

Sample 2

Eliza, perempuan asal Medan berusia 39 tahun. Skoliosis Thoracix tipe C dengan kelengungan 67 derajat. Di usianya yang baru menginjak 9 tahun, orangtuanya menyadari bahwa ada ketidakseimbangan pada tubuh bagian belakangnya. Menginjak remaja, Eliza gemar berolah raga karate dan basket.

Saat guru karatenya menyampaikan tentang ketidakseimbangan. Sejak saat itu, Eliza kerap merasakan gangguan pada kesehatannya seperti napas terganggu, mudah lelah, detak jantung tidak beraturan, posisi tidur yang tidak nyaman yang membuatnya tidur dalam posisi duduk, termasuk dirasakannya sakit yang hebat dan emosi yang tidak stabil saat datang masa haid bulanan.

Kekecewaan dirasakan Eliza pasca memeriksakan diri ke UMSC, Kuala Lumpur. Mereka menyarankannya untuk segera operasi, namun diurungkannya.Proses pengecekan dilakukannya Ke RS. NOAH, Singapura dan didapati bahwa memang betul derajat kelengkungan skoliosis 60 derajat.

Rontgen terakhir dilakukan di Quantum Sarana Medik Denpasar bulan Juni 2021 sebelum mengikuti penelitian dengan kelengkungan 67 derajat.Kondisi fisik itu kadang membuatnya meremia perkataan tak mengenakkan dari sang ibu saat beliau sedang marah, meski saat ini kondisi mereka sudah baik.

Setelah menjalani terapi selama 3 bulan di Udana Yoga dengan Therapy Scoliosis Udana Method, Eliza mengalami perubahan terhadap cara dia memandang dirinya sendiri, dan menjadi lebih periang. Kini, derajat kelengkungan tulang Eliza menjadi 58 derajat.
5 dari 5 halaman

Maintenance Pasca Terapi

Putu Dwijendra dan tim mengharapkan mereka tetap berlatih yoga secara rutin dan menjadikan yoga sebagai lifestyle yang akan membawa kehidupan mereka menjadi lebih baik. Seperti halnya kebiasaan menyikat gigi jika tidak dilakukan setiap hari dan terasa ada yang kurang jika terlewatkan.

Begitu pula dengan berlatih yoga hendaknya dilakukan dengan rutin sehingga kesehatan tetap bisa terjaga pada maksimum kapasitasnya.

“Agar tak ada lagi anak yang memukuli punuknya yang menonjol, pun tak lagi menghakimi tubuhnya yang tampak berbeda dari teman di sekelilingnya,” pungkas Putu Dwijendra sembari meyakini harapannya akan metode holistik yang dibuatnya.

 

Video Terkini