Sukses

Rentan Alami Gangguan Kesehatan Mental Selama Pandemi, Anak Muda Harus Bagaimana?

Anak muda disebut paling rentan alami gangguan kesehatan mental selama COVID-19

Liputan6.com, Jakarta - Psikolog Klinis, Jenyffer M Psi menyebut bahwa situasi pandemi COVID-19 membuat generasi milenial begitu rentan mengalami gangguan kesehatan mental, seperti depresi dan ansietas.

Gangguan kesehatan mental seperti itu muncul lantaran mereka seringkali merasa diabaikan, tapi ruang untuk mengekspresikan diri dan bersosialisasi terbatas.

Menurut Jenyffer, ada hal-hal yang dapat dilakukan agar mental tetap kuat selama pandemi COVID-19 masih berlangsung. Mengingat sampai hari ini, Virus Corona masih ada meski tren kasusnya mengalami penurunan.

"Yang bisa dilakukan adalah dengan melihat rasa cemas sebagai alat bantu untuk mengambil tindakan agar tetap bisa berkembang dalam situasi sulit, temukan cara baru untuk berinteraksi dengan teman, serta fokus pada diri sendiri agar bisa menemukan cara produktif untuk bertahan di masa pandemi COVID-19," kata Jenyffer dalam peluncuran program 'Good Knowledge, Good Health' pada Jumat, 29 Oktober 2021.

Program tersebut merupakan kolaborasi antara Good Doctor Technology Indonesia (GDTI) dengan The London School of Public Relation (LSPR) Communication & Business Institute guna meningkatkan literasi kesehatan dan menanamkan kebiasaan hidup sehat bagi generasi muda di Indonesia.

Saat ini, layanan kesehatan mental di Indonesia memang berkembang pesat. Good Doctor pun memiliki layanan tersebut.

Namun, kata Jenyffer, masih banyak yang perlu dilakukan guna menurunkan stigma yang diasosiasikan dengan kesehatan mental dan mendorong diskusi tentang kesehatan mental.

Dari sekitar 10 ribu puskesmas yang ada di Indonesia, baru 60 persen puskesmas yang memberikan layanan kesehatan mental.

Hal tersebut tak dapat dipungkiri mengingat kurangnya tenaga profesional yang bertugas menangani kesehatan mental.

Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPKI) menyebut bahwa jumlah psikolog klinis yang tersebar di tanah air saat ini hanya 2.782 orang.

"Kasarnya, hanya ada satu psikolog untuk 90 ribu orang di Indonesia. Sementara standar yang ditetapkan WHO, satu tenaga psikolog hanya melayani 30 ribu orang," katanya.

Ada pun sebarannya, 70 persen berada di Pulau Jawa, 20 persen terkonsentrasi di Jakarta.

Lebih lanjut Jenyffer, mengatakan, sampai hari ini pun jumlah psikiater untuk pelayanan kesehatan jiwa hanya mempunya 1.053 orang. Artinya, satu psikiater melayani sekitar 250 ribu penduduk.

"Oleh sebab itu, telemedis juga menjadi solusi atas keterbatasan penanganan kesehatan mental di Indonesia. Terutama untuk milenial yang akrab dengan dunia digital, akses pengobatan kesehatan mental jadi lebih riil dan terjangkau," kata pemilik akun Instagram @jen.psikolog.

2 dari 4 halaman

Tak Hanya Kesehatan Mental tapi Juga Kesehatan Menyeluruh

Kolaborasi edukasi kesehatan yang rencananya berlangsung selama enam bulan---sejak September 2021 sampai dengan Februari 2022---tidak hanya berfokus pada kesehatan mental semata. Program 'Good Knowledge, Good Health' juga akan membahas topik kesehatan yang relevan bagi masyarakat. 

Seperti pentingnya deteksi dini dari penyakit kronis kayak diabetes, tips sebelum dan sesudah mendapatkan vaksinasi COVID-19, kesehatan mental, dan cara mengatur pola makan sehat guna meningkatkan imunitas.

Hadir dalam seremoni penandatanganan kerja sama, Direktur Promosi dan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr Imran Agus Nurali SpKO.

Imran mengapreasiasi komitmen bersama Good Doctor dan LSPR untuk mempelopori inisiatif penyebaran informasi kesehatan dan mengadvokasi pentingnya membentuk pemikiran generasi muda melalui program edukasi kesehatan.

"Dengan banyaknya informasi kesehatan yang beredar di media tradisional maupun sosial, kami menyadari ancaman beredarnya penyebaran informasi kesehatan yang kurang tepat yang dapat membingungkan masyarakat terutama di masa pandemi COVID-19 ini," katanya.

 

Namun, khusus pada bulan Oktober, yang diketahui merupakan bulannya kesehatan mental, topik yang diangkat pun berkaitan dengan kesehatan mental. 

Dengan melihat data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang menunjukkan adanya lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 mengalami masalah mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia di atas 15 mengalami depresi, topik webinar yang diangkat adalah Kesehatan Mental untuk Semua: Mari Kita Wujudkan!.

Saat ini, kata Managing Director Good Doctor, Danu Wicaksana, prevalensinya di Indonesia meningkat tajam, yaitu satu dari lima orang atau 20 persen dari populasi berisiko mengalami masalah kesehatan mental.

"Artinya masalah kesehatan mental bisa terjadi pada siapa saja, termasuk anak muda," katanya.

 

 

 

3 dari 4 halaman

Telemedis, Tingkatkan Akses untuk Menghapus Stigma Kesehatan Mental

Head of Medical Management Good Doctor, dr Adhiatma Gunawan, Good Doctor sejak April 2020 menyediakan layanan telekonsultasi psikolog. Diharapkan dengan adanya fitur tersebut, membuat siapa saja bisa, terutama anak muda, dengan mudah mengakses pengobatan kesehatan kesehatan mental.

"Kebanyakan anak muda tidak nyaman menceritakan masalah emosional dan mental mereka kepada orangtua karena adanya stigma. Telemedis menjadi solusi terbaik bagi milenial untuk berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog tanpa takut dicap negatif," kata dr Adhiatma.

Dengan berbicara kepada tenaga kesehatan professional, lanjut Adhiatma, mereka akan mendapatkan bimbingan untuk mengatasi kondisi mereka dibandingkan dengan mengandalkan pada informasi generik yang didapatkan secara daring yang dapat mengarah ke swadiagnosis yang berbahaya.

"Di masa peningkatan kasus COVID-19 di antara bulan Mei dan Agustus, kami mencatat peningkatan jumlah konsultasi harian terkait kesehatan mental hingga 80 persen, yang menjadi indikator bahwa semakin banyak kaum milenial yang mau berbicara terbuka tentang kondisi kesehatan mental yang dihadapi," katanya.

 

4 dari 4 halaman

Infografis 12 Cara Sehat Hadapi Stres Era Pandemi Covid-19