Liputan6.com, Jakarta Produsen obat-obatan medis yang berbasis di Amerika Serikat (AS), Pfizer baru saja mengumumkan hasil eksperimental obat antivirus buatannya yang mampu menurunkan kemungkinan rawat inap atau kematian bagi orang dewasa yang berisiko penyakit parah hingga 89%.
Hal ini diunggah oleh perusahaan Pfizer melalui website resminya. Dalam keterangannya, Pfizer mengumumkan hasil uji coba yang menunjukkan bahwa obat pil Pfizer melampaui pil Merck & Co Inc (MRK.N), molnupiravir, yang bulan lalu dinyatakan mengurangi separuh kemungkinan kematian atau dirawat di rumah sakit untuk pasien COVID-19 yang berisiko tinggi berpenyakit serius.
"Perusahaan ini mengumumkan hasil uji coba pil antivirus yang mampu memangkas risiko COVID-19 parah hingga 89%. Pil ini akan menjadi senjata baru dalam perang melawan pandemi dan akan tersedia secara global secepat mungkin," tulis perusahaan tersebut, seperti dikutip NBCNews, Sabtu (6/11/2021).
Advertisement
Baca Juga
Cara minum pil antivirus
Pil Pfizer, dengan nama merek Paxlovid, dapat memperoleh persetujuan peraturan AS pada akhir tahun. Pfizer mengatakan pihaknya berencana untuk menyerahkan hasil uji coba sementara ke Food and Drug Administration (FDA) sebelum liburan Thanksgiving AS 25 November. Pfizer juga mengatakan dewan ahli independen yang memantau uji klinisnya merekomendasikan agar penelitian dihentikan lebih awal karena manfaat obat bagi pasien telah terbukti sangat meyakinkan.
“Hasilnya benar-benar di luar ekspektasi kami,” kata Annaliesa Anderson, seorang eksekutif Pfizer yang memimpin pengembangan obat tersebut, dikutip dari NYTimes. Ia menyatakan harapan bahwa Paxlovid dapat memiliki dampak besar dalam membantu semua kehidupan kita kembali normal dan melihat akhir pandemi.
Pfizer mengatakan pihaknya berharap dapat memproduksi pil untuk lebih dari 180.000 orang pada akhir tahun ini dan untuk lebih dari 21 juta orang pada paruh pertama tahun depan. Merck juga mengatakan pihaknya berencana untuk meningkatkan produksi selama tahun depan.
Seorang pejabat senior administrasi menyatakan bahwa pemerintah AS telah bernegosiasi dengan Pfizer untuk 1,7 juta program pengobatan, dengan opsi tambahan untuk 3,3 juta. Itu hampir sama dengan jumlah yang dipesan Amerika Serikat dari Merck.
"Jika disahkan oleh FDA, kami mungkin segera memiliki pil yang mengobati virus pada mereka yang terinfeksi. Terapi ini akan menjadi alat lain kami untuk melindungi orang dari hasil terburuk COVID-19," kata Presiden AS Joe Biden. Tetapi ia juga menekankan bahwa pendekatan terbaik adalah mencegah infeksi melalui vaksinasi.
Pil Pfizer diberikan dalam kombinasi dengan antivirus yang disebut Ritonavir. Cara pemberian pil yaitu dengan meminum tiga pil yang diberikan dua kali sehari. Antivirus perlu diberikan sedini mungkin, sebelum infeksi terjadi, agar efektif.
Pil Pfizer dan Merck sangat dinanti karena pilihan yang tersedia saat ini untuk merawat orang yang sakit dengan COVID-19 masih terbatas. Data uji coba lengkap belum tersedia dari kedua perusahaan.
Pfizer saat ini tengah bernegosiasi dengan 90 negara mengenai kontrak pasokan untuk pilnya, kata Chief Executive Officer Albert Bourla. "Tujuan kami adalah agar semua orang di dunia dapat memilikinya secepat mungkin," kata Bourla.
Menurut NYTimes, sejumlah negara kaya, termasuk Inggris dan Australia, juga berlomba mengunci pasokan obat Pfizer.
Pfizer mengatakan pihaknya berencana untuk menawarkan obat itu kepada negara-negara miskin dengan harga diskon. Perusahaan telah melakukan pembicaraan dengan organisasi nirlaba yang didukung PBB, Medicines Patent Pool, untuk memungkinkan pil tersebut dibuat dan dijual dengan harga murah di negara-negara tersebut; Merck telah mencapai kesepakatan serupa.
Advertisement
Vaksin masih efektif
Dengan potensi yang ditawarkan oleh pil Pfizer dan Merck, pakar penyakit menular tetap merekomendasikan vaksin untuk mencegah infeksi COVID-19.
"Vaksin masih menjadi alat paling efektif dan andal yang kita miliki dalam pandemi ini. Sedangkan obat oral ini akan meningkatkan kemampuan kita untuk benar-benar mengurangi risiko penyakit parah, rawat inap, dan kematian, yang sangat besar, tetapi tidak akan mencegah infeksi," kata Dr. Grace Lee, profesor pediatri di Stanford University School of Medicine.
Angka kemanjuran Pfizer 89 persen berasal dari kelompok sukarelawan yang memulai pengobatan dalam waktu tiga hari setelah gejala berkembang. Termasuk orang yang memulai pengobatan pada hari keempat atau kelima, pil mengurangi risiko rawat inap atau kematian hingga 85 persen.
Sebaliknya, pil Merck sekitar 50 persen efektif bila diberikan dalam waktu lima hari sejak timbulnya gejala, meskipun desain dan waktu yang berbeda dari uji coba Pfizer dan Merck membuat perbandingan tersebut tidak tepat. Perawatan antibodi monoklonal mengurangi rawat inap dan kematian setidaknya 70 persen pada pasien COVID-19 berisiko tinggi, tetapi perawatan itu lebih mahal dan lebih rumit untuk dilakukan.
Obat Pfizer termasuk dalam kelas yang disebut protease inhibitor yang biasanya digunakan untuk mengobati HIV dan hepatitis C. Obat ini dirancang untuk menghentikan replikasi virus corona dengan memblokir aktivitas enzim kunci yang digunakan virus corona untuk bereplikasi di dalam sel.
Pfizer juga mengatakan bahwa penelitiannya menunjukkan bahwa obat itu aman dan tidak menyebabkan mutasi yang mengkhawatirkan. Beberapa ilmuwan telah mengangkat kekhawatiran tentang pil Merck, yang bekerja dengan memasukkan kesalahan ke dalam kode genetik virus untuk menghentikan replikasi. Pil Pfizer tidak melakukan itu.
Infografis Pfizer vaksin mRNA Covid-19
Advertisement