Sukses

Hari Pahlawan Nasional, Ismail Marzuki Muncul di Google Doodle

Perjuangan Ismail Marzuki memang bukan dengan mengangkat senjata, sebaliknya, ia menggubah lagu yang memotret perjuangan bangsa hingga menggugah rasa nasionalisme.

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan Nasional yang jatuh setiap 10 November, Google Doodle menampilkan sosok "pahlawan" Indonesia, Ismail Marzuki.

Perjuangan Ismail Marzuki memang bukan dengan mengangkat senjata, sebaliknya, ia menggubah lagu yang memotret perjuangan bangsa hingga menggugah rasa nasionalisme. Sebut saja "Gugur Bunga", "Halo-Halo Bandung", "Sepasang Mata Bola", "Indonesia Pusaka" dan banyak lainnya.

Sekilas mengenai sang komposer asal Tanah Betawi, ia lahir dan besar di daerah Kwitang 107 tahun silam, tepatnya 11 Mei 1914. Ayah Ismail, Marzuki adalah pemilik bisnis bengkel mobil, sementara ibunya tutup usia ketika dia berusia tiga tahun. 

Namun, alih-alih mengikuti jejak sang ayah, Ismail yang karib disapa Maing lebih menyukai dunia musik. Sejak kecil ia senang mendengar alunan musik dari gramofon milik keluarganya. Ismail pandai bermain beberapa alat musik seperti gitar, ukulele dan rebana.

Dalam hal akademis, Ismail Marzuki menempuh pendidikan di HIS Idenburg Menteng dan ilmu agama di Madrasah Unwanul Wustha. Ijazah terakhir yang dimilikinya adalah dari MULO Menjangan Jakarta. Dengan ijazah tersebut dan kemampuan berbahasa asing, Belanda dan Inggris, Ismail diterima bekerja di Socony Service Station sebagai kasir. Saat itu, dia mendapat gaji 30 gulden sebulan, seperti dilansir Historia.

 

2 dari 3 halaman

Berkarier di Bidang Musik

Tak merasa cocok, Ismail pun beralih kerja sebagai penjual piringan hitam di Jalan Noordwijk yang kini menjadi Jalan Juanda, Jakarta. Piringan hitam yang dijualnya produksi Columbia dan Polydor. Meski penghasilannya tidak tetap seperti ketika di Socony, Ismail tak mempermasalahkan hal itu. Yang dicarinya adah kesempatan memperluas koneksi di bidang seni, utamanya musik. Dia pun kemudian terhubung dengan seniman dan pemusik seperti Kartolo, Roekiah, Zahirdin, dan Yahya.

Musik menjadi kegemaran yang serius ia tekuni. Meski tak pernah belajar khusus di lembaga pendidikan seni, pada usia 17, Ismail telah mampu mencipta lagu berbahasa Belanda "O Sarinah". Meski berjudul demikian, syair lagu itu menggambarkan kondisi kehidupan bangsa yang tertindas.

Berbekal kemampuan musik alami atau otodidak, Ismail mengawali karier bermusik sebagai anggota grup Lief Java, orkes terkenal di zaman itu. Bersama grup musik pimpinan Hugo Dumas itu, Ismail pun mendapat pengalaman bermusik hingga ke Malaya dan kerap mengisi acara musik di radio Nederlands Indische Radio Omroep Maaeshappi (NIROM) yang didirikan Belanda pada 1934.

3 dari 3 halaman

Gubah Ratusan Lagu

Tak hanya piawai bermain alat musik dan menggubah lagu, Ismail juga memiliki suara yang bagus. Dalam catatan Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900-1950 diketahui Ismail Marzuki membantu pelakon Raden Mochtar bernyanyi diiringi Lief Java. Raden Mochtar yang bukan penyanyi kesulitan mencapai nada tinggi sehingga dibantu oleh Ismail.

Bicara soal film, beberapa karya Ismail Marzuki juga dijadikan tema lagu untuk film Terang Boelan (1937) yakni "Bunga Mawar dari Kayangan" dan "Duduk Termenung". Bersama Lief Java, Ismail terlibat dalam mengisi lagu-lagu untuk film tersebut.

Ismail aktif berkarya hingga masa pendudukan Jepang. Jika awalnya karya Ismail banyak bernuansa jazz, kini berganti kroncong dan perjuangan. Kurang lebih ada 200 lagu yang telah diciptakan Ismail Marzuki.

Sang komposer besar tutup usia pada 25 Mei 1958 di rumahnya, di Tanah Abang akibat sakit paru-paru. Ia pun dimakamkan di tempat pemakaman Karet Bivak, Jakarta.

Â