Liputan6.com, Jakarta - Setiap tahunnya, tanggal 10 November selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional. Berbicara soal pahlawan dan perjuangan, terdapat begitu banyak nama yang berjasa untuk Indonesia. Mulai dari masa perjuangan kemerdekaan RI hingga saat ini.
Kita semua pun tahu, sejak pandemi COVID-19 berlangsung, dokter dan tenaga medis jadi sosok yang tak kunjung henti berjuang. Perjuangan para dokter-dokter pun sebenarnya sudah dimulai sejak masa-masa perjuangan Indonesia, lho.
Baca Juga
Terdapat beberapa nama yang tak pernah luput dari jajaran dokter yang berjasa di masa perjuangan. Bahkan, mereka pun masuk dalam daftar pahlawan nasional. Siapa sajakah mereka? Berikut diantaranya.
Advertisement
1. Wahidin Soedirohusodo
Nama Wahidin Soedirohusodo biasanya selalu bermunculan dalam laman Google yang khas dengan kata kunci dokter di masa perjuangan RI. Bagaimana tidak? Dokter satu ini kerap merasakan masa-masa penjajahan Belanda dan memperjuangkan kecerdasan bagi anak-anak kurang mampu.
Kala itu, Wahidin mengunjungi tokoh masyarakat di Jawa untuk mendirikan 'dana pelajar' yang rencananya akan digunakan untuk menolong para pemuda cerdas yang tak mampu melanjutkan pendidikan.
Meskipun kurang mendapatkan sambutan yang baik, Wahidin pun tetap melanjutkan perjuangannya dengan mengunjungi para pelajar di STOVIA (School toot Opleiding voor Indische Artsen) Jakarta, tempatnya menimba ilmu sebagai dokter dengan tujuan merealisasikan gagasannya tersebut.
Usahanya berbuah manis, gagasan untuk mendirikan organisasi yang ditujukan untuk memajukan pendidikan itu disambut dengan baik. Terciptalah organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908, yang setiap tahunnya juga diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Nama dr. Wahidin Soedirohusodo selalu dikaitkan dengan organisasi tersebut, sebab ia menjadi penggagas berdirinya organisasi tersebut. Namun, namanya tak masuk dalam daftar pendiri Budi Utomo.
2. Sutomo
Berkat gagasan dr. Wahidin Soedirohusodo, dokter Sutomo yang kala itu masih belajar di STOVIA Jakarta pun mendirikan Budi Utomo dengan rekan-rekannya. Perkumpulan tersebut akhirnya pun dibentuk.
Tujuan didirikannya Budi Utomo adalah memajukan bangsa ditingkat pengajaran, pertanian, peternakan, teknik dan industri, kebudayaan, dan mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan yang terhormat.
Tak berhenti di situ, setelah lulus dari STOVIA, Sutomo melanjutkan perjalanannya ke Semarang, Tuban, Lubuk Pakam, dan Malang. Dahulu, Sutomo memerangi wabah penyakit pes atau sampar yang terjadi di Kota Malang.
3. Radjiman Wedyodiningrat
Dokter Radjiman Wedyodiningrat juga menjadi salah satu dokter berjasa di masa perjuangan kemerdekaan. Radjiman memilih karirnya sebagai seorang dokter lantaran merasa prihatin pada masyarakat Ngawi kala itu yang juga dilanda penyakit pes.
Radjiman pun belajar secara khusus terkait ilmu kandungan untuk menyelamatkan para generasi kedepannya. Mengingat kala itu banyak ibu-ibu yang meninggal dunia usai melahirkan. Ia pun memilih untuk tinggal di Kabupaten Ngawi pada tahun 1934 sebagai dokter ahli penyakit pes.
Tak hanya menjadi dokter, nama Radjiman Pun tercatat sebagai salah satu pendiri organisasi Budi Utomo. Saat memimpin Budi Utomo pada 1914-1915, ia pun mengusulkan pembentukan milisi rakyat di setiap daerah di Indonesia.
4. Tjipto Mangoenkoesoemo
Nama Tjipto Mangoenkoesoemo tentu tak asing, bahkan di telinga masyarakat saat ini. Dokter Tjipto Mangoenkoesoemo merupakan dokter yang lebih dikenal sebagai tokoh pejuang di masa kemerdekaan Indonesia.
Dokter satu ini banyak melakukan perjuangan lewat tulisan-tulisannya yang mengkritik pemerintah Belanda di Indonesia. Akibatnya, ia pun sering dibuang bahkan ditahan ke berbagai pelosok negeri, bahkan hingga ke Belanda.
Tjipto Mangoenkoesoemo seringkali menulis tentang penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda, yang kala itu diterbitkan pada harian De Express. Ia pun yang sedang bertugas sebagai dokter pemerintah di Demak diberhentikan dari pekerjaannya karena tulisan tersebut.
Tetapi, hal itu justru membuat Tjipto Mangoenkoesoemo menjadi lebih intens melakukan perjuangannya. Ia mendirikan Indische Partij bersama dengan Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara pada tahun 1912 silam.
Pada saat itu, Belanda tengah mempersiapkan acara besar-besaran untuk memperingati 100 tahun bebasnya Belanda dari Perancis. Namun, hal itu diprotes Tjipto dan para pejuang lainnya di Komite Bumiputera. Alhasil, Tjipto dikirim ke Belanda.
Tak sampai setahun, Tjipto dikembalikan ke Indonesia karena penyakit asma yang dideritanya. Keberaniannya tak berhenti di sana, kritiknya terhadap Belanda terus dilakukan melalui dewan rakyat Volksraad. Lagi-lagi, Tjipto pun akhirnya ditahan di Kota Bandung.
Padahal, saat itu ia tengah membuka praktik dokternya di Solo.
Advertisement