Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama menyampaikan bahwa Whole Genome Sequencing (WGS) tidak hanya bisa digunakan untuk mendeteksi varian virus Corona penyebab COVID-19, tapi juga bisa untuk tuberkulosis (TB).
“Kita selama ini mengenal penggunaan WGS untuk mendeteksi adanya kemungkinan varian baru COVID-19. Tentu saja pemeriksaan WGS juga dapat dilakukan untuk berbagai penyakit lain, salah satu di antaranya adalah tuberkulosis (TB),” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Rabu, 24 November 2021.
Advertisement
Baca Juga
Global TB Report 2021 menunjukkan bahwa Indonesia adalah penyumbang kasus TB ketiga terbesar di dunia dan masuk dalam 10 negara dengan beban tinggi TB, TB HIV, dan juga TB MDR/RR.
Indonesia juga disebut sebagai penyumbang kedua terbesar yang menyebabkan penurunan notifikasi kasus TB di dunia akibat COVID-19, sesudah India.
Penggunaan WGS untuk TB
Penggunaan WGS untuk TB saat ini, kata Tjandra, belum digunakan dalam aspek keputusan klinik sehari-hari. Penggunaan WGS sekarang adalah lebih untuk surveilans resistensi obat dan dapat pula untuk pemetaan daerah dengan masalah tertentu.
“WGS juga dapat digunakan sebagai salah satu modalitas analisa epidemiologi tuberkulosis serta juga untuk keperluan riset," katanya.
Pada 25 Juni 2021 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk pertama kalinya menerbitkan buku katalog mutasi kuman tuberkulosis dalam kaitan dengan resistensi obat TB. Buku ini menganalisa 38.000 isolat dari 40 negara, sayangnya tidak termasuk Indonesia.
Advertisement
6 Manfaat Program Surveilans Resistensi Obat
Tjandra menambahkan, pada dasarnya ada enam manfaat dari program surveilans resistensi obat, yakni:
-Untuk memperkirakan besarnya masalah penyakit (disease burden).
-Untuk memonitor kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu.
-Untuk perencanaan pelayanan diagnosis dan pengobatan.
-Untuk menilai efektivitas program intervensi.
-Untuk merumuskan regimen terapi yang efektif.
-Untuk kebijakan program manajemen resistensi tuberkulosis di disuatu negara.
Penanggulangan TB Paru RO
Program penanggulangan TB paru yang resisten obat (RO) di Indonesia masih harus terus ditingkatkan, karena:
-Data 2020 menunjukkan penemuan dan notifikasi kasus TB resisten obat baru 34 persen dari estimasi kasus yang ada.
-Dari yang ditemukan baru 57 persen yang kemudian menjalani pengobatan.
-Berdasar data kohort sejak 2018 maka keberhasilan pengobatan TB resisten obat Indonesia adalah sekitar 47 persen.
-Belum semua kabupaten/kota memiliki pusat pelayanan untuk penanganan pasien TB resisten obat.
-Belum semua provinsi memiliki fasilitas pemeriksaan kultur resistensi atau laboratorium Line Probe Assay (LPA) (2020).
Advertisement