Liputan6.com, Jakarta - Berita tentang B.1.1.529 yang kini diberi nama varian Omicron memang terus berkembang cepat, setidaknya dalam tiga hal.
Pertama, dalam beberapa minggu ini jumlah kasus COVID-19 naik tajam di hampir semua provinsi Afrika Selatan.
Kedua, kalau tadinya di Eropa baru hanya ditemukan di Belgia, sejak Sabtu, 27 November 2021, bertambah tiga negara lain, yaitu Jerman, Inggris dan Italia. Selain itu terdapat juga di Israel dan Hongkong. Sehingga penyebaran varian Omicron sudah lintas benua.
Advertisement
Baca Juga
Bukan tidak mungkin varian Omicron akan menyebar juga ke negara-negara lain di dunia dalam hari-hari mendatang ini. Pakar Amerika Serikat, Dr Anthony Fauci juga mengatakan bahwa bukan tidak mungkin varian baru ini akan ada di Amerika juga.
Ketiga, WHO juga cepat sekali mengelompokkan Omicron sebagai variant of concern (VOC) atau kelompok kewaspadaan tertinggi.
Perlu diketahui bahwa varian Omicron pertama kali ada dan terkonfirmasi pada 9 November 2021. Dan, pada 26 November 2021 WHO sudah menggolongkannya dalam VOC. Jadi, jarak antara virus ditemukan dengan dinyatakan sebagai VOC adalah hanya 17 hari saja.
Bandingkan dengan varian Delta yang sudah banyak makan korban di dunia dan juga di negara kita. Varian Delta pertama dilaporkan pada Oktober 2020, baru enam bulan kemudian dinyatakan sebagai VOI, dan pada 11 Mei 2021 diklasifikasi sebagai VOC. Artinya, tujuh bulan lama jaraknya
Â
Bagaimana dengan Indonesia?
Untuk negara kita, memang sudah ada Surat Edaran DirJen Imigrasi yang isinya antara lain menyebutkan penolakan masuk sementara ke wilayah Indonesia bagi orang asing yang pernah tinggal dan/atau menunjungi wilayah Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambik, Eswatini, dan Nigeria dalam kurun waktu 14 hari sebelum masuk Indonesia.
Untuk ini maka ada empat hal yang dapat jadi perhatian:
1. Untuk mereka yang sudah masuk Indonesia dalam beberapa hari ini dan masih dalam karantina, sebaiknya karantinanya diperpanjang  sampai satu atau dua minggu. Karantina hanya tiga hari tentulah tidak cukup.
2. Karena dalam surat edaran DirJen Imigrasi ini ada pengecualian untuk orang asing yang akan mengikuti pertemuan terkait G20, maka mereka juga tentu harus menjalani pemeriksaan ketat serta menjalani masa karantina yang memadai.
3. Harus diingat bahwa mungkin saja sebelum tanggal 26 November sudah ada warga asing dari delapan negara itu yang masuk ke Indonesia. Mungkin dalam dua minggu terakhir ini yang bukan tidak mungkin sudah pernah terpapar varian baru ini.
Untuk itu, perlu dilakukan penelusuran, apakah mereka sekarang sehat saja atau barangkali ada yang sakit yang tentu harus diisolasi dan ditangani dengan seksama, termasuk whole genome sequencing.Â
4. Tentu saja akan diperlukan kajian mendalam apakah penolakan hanya dilakukan pada delapan negara ini, khususnya kalau nanti varian baru terus meluas ke negara-negara lain.Â
Khusus tentang pemeriksaan whole genome sequencing atau WGS secara umum di negara kita, jelas masih perlu ditingkatkan.
Data di GISAID 26 November menunjukkan bahwa Indonesia memasukkan 8.906 sampel WGS. Sementara Afrika Selatan dengan penduduk tidak sampai 60 juta sudah memasukkan 23.452 sampel WGS, serta India bahkan sudah memasukkan 80.446 WGS.
Penduduk kita kira-kira adalah seperempat penduduk India, jadi kalau India sekarang sudah memeriksa lebih 80 ribu sampel maka seyogyanya kita dapat juga harusnya sudah memeriksa 20 ribu sampel.
Penulis Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
Advertisement