Liputan6.com, Jakarta - Global Burden of Cancer Study memaparkan bahwa kasus dan kematian karena kanker di Indonesia meningkat hingga 8.8 persen.
Kanker paru-paru menjadi salah satu dari tiga jenis kanker yang paling umum diidap pasien di Indonesia. Dua lainnya adalah kanker payudara dan kanker serviks.
Baca Juga
Pada 2020, terdapat 34.783 kasus kanker paru, dengan angka kematian yang meningkat hingga 18 persen dibandingkan 2018. COVID-19 pun turut menambah risiko bagi pasien kanker paru karena virus Corona dapat memperburuk kondisi pasien, dan sel kanker yang berkembang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh yang berfungsi untuk melawan infeksi virus.
Advertisement
Medical Oncologist di Parkway Cancer Centre, Singapura, Dr Chin Tan Min menjelaskan bahwa kanker merupakan penyakit yang dapat tumbuh, bermutasi dan menyebar, serta memberikan respons yang beragam terhadap perawatan yang dilakukan.
Oleh sebab itu, hingga saat ini pun belum ada satu obat tunggal untuk mengobati kanker. Namun, kata Dr Chin, upaya keras para peneliti dalam beberapa dekade terakhir telah menghasilkan metode-metode pencegahan, diagnosis, dan perawatan yang lebih baik.
"Mulanya, kemoterapi merupakan solusi pengobatan bagi pasien kanker stadium lanjut. Tetapi dalam tiga dekade terakhir, berbagai perawatan baru yang dilengkapi dengan pendekatan holistik telah berkembang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dengan efek samping seminimal mungkin," kata dia seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputa6.com pada Jumat, 10 Desember 2021.
"Namun, bukan berarti kemoterapi sudah ketinggalan zaman. Kemoterapi dapat digunakan secara tunggal maupun dikombinasikan dengan terapi target atau imunoterapi, untuk mendapatkan hasil klinis yang optimal," Dr Chin menambahkan.
Pendekatan Holistik untuk Pasien Kanker Paru
Mengingat pentingnya pendekatan holistik dalam perawatan kanker, Parkway Cancer Centre (PCC) Singapura menghadirkan perawatan kanker komprehensif.
Perawatan tersebut ditangani langsung tim medis multidisplin berpengalaman dan ditunjang dengan teknologi modern, mulai dari skrining kanker, diagnosis, pengobatan, hingga perawatan paliatif.
Meskipun sudah banyak yang mengetahui apa itu kanker paru, kata Dr Chin, hanya sedikit orang yang mengerti bahwa terdapat dua tipe kanker paru, yaitu kanker paru sel kecil (SCLC) dan kanker paru non-sel kecil (NSCLC).
Indonesia Cancer Care Community (ICCC) mencatat bahwa 10 hingga 15 persen kasus kanker paru merupakan tipe SCLC, yang diketahui lebih agresif serta dapat berkembang dan menyebar secara cepat ke bagian tubuh lainnya. Tipe kanker paru ini erat kaitannya dengan efek samping dari merokok.
Lebih lanjut Dr Chin, mengatakan, sebagian besar kasus kanker paru di Indonesia merupakan tipe NSCLC, yang terbukti tidak seagresif SCLC serta cenderung berkembang dan menyebar secara lebih lambat.
"Merokok tentunya menjadi faktor risiko terbesar timbulnya kanker paru, yang bertanggung jawab atas lebih dari 80 persen kasus kanker paru di dunia. Kandungan berbahaya pada rokok dapat merusak sel paru-paru dan seiring berjalannya waktu bisa berkembang menjadi kanker," kata dia.
"Perokok pasif juga berisiko terjangkit kanker paru. Ini sangat memprihatinkan mengingat tingginya jumlah perokok di Indonesia dan banyak pula orang yang terpapar asap rokok setiap harinya," Dr Chin menambahkan.
Advertisement
COVID-19 Meningkatkan Keparahan
Dr Chin, menambahkan, COVID-19 pun dapat meningkatkan risiko bagi pasien kanker paru karena virus Corona atau SARS-CoV-2 berdampak pada organ pernapasan, sehingga dapat memperburuk kondisi pasien.
Menurut dia, perkembangan sel kanker pun dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh yang melawan infeksi virus. Selain itu, perawatan kanker yang tertunda atau terhenti selama masa pandemi juga dapat menyebabkan risiko yang lebih tinggi bagi pasien.
Terapi Target dan Imunoterapi menjadi terobosan medis
Berbagai studi dan uji klinis kanker terus dikembangkan selama 15 tahun terakhir. Saat ini, terapi target terbukti sebagai salah satu terobosan besar. Terapi target memanfaatkan obat-obatan untuk menargetkan gen dan protein tertentu yang berpengaruh pada pertumbuhan sel kanker.
Terapi target sangat efektif untuk membunuh sel kanker dan memiliki efek samping yang lebih sedikit.
"Obat-obatan tertentu yang digunakan dalam pengobatan yang berfokus di pembuluh darah juga dapat memengaruhi lingkungan jaringan yang memungkinkan sel kanker tumbuh dan bertahan hidup," kata Dr Chin.
Selain terapi target, PCC pun menghadirkan metode perawatan lainnya kepada pasien kanker paru, seperti imunoterapi. Imunoterapi dikatakan mampu meningkatkan kesempatan hidup pasien kanker melalui manajemen perawatan jangka panjang.
"Imunoterapi bekerja dengan cara meningkatkan sistem kekebalan tubuh pasien, yang memungkinkan sistem kekebalan tubuhnya mengenali sel kanker dan menghancurkannya dari dalam. Saat ini, imunoterapi semakin banyak digunakan untuk mengobati pasien kanker stadium tiga dan empat,” Chin menambahkan.
Kasus Imunoterapi
Kasus-kasus imunoterapi sebelumnya pun membuktikan bahwa pasien tidak lagi mengalami kerontokan rambut maupun sakit kepala atau mual sebanyak terapi yang ada sebelumnya.
Imunoterapi, kata Dr Chin, memiliki efek samping yang lebih rendah dan mudah ditoleransi pasien. Sehingga, mampu meningkatkan tingkat kesembuhan pasien dan memberikan lebih banyak kesempatan bagi pasien untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik.
Sebuah pendekatan multidisiplin yang holistik
Kanker tentu dapat memengaruhi kondisi fisik dan mental pasien. Ditambah lagi dengan tantangan secara sosial dan finansial yang harus mereka hadapi, yang juga bisa berdampak pada keluarga dan orang-orang terdekat.
"Merawat pasien kanker juga berarti memahami segala kesulitan yang tengah mereka alami. Sehingga, seorang onkologi tidak dapat bekerja sendiri. Oleh sebab itu, kami selalu dibantu oleh tim multidisiplin PCC yang terdiri dari para ahli dan profesional di bidangnya masing-masing, agar dapat memastikan perawatan yang lebih holistik bagi para pasien kami," kata dia.
Salah satu bagian yang tidak kalah penting dari sebuah perawatan holistik adalah memastikan asupan nutrisi dan kalori yang cukup bagi pasien, untuk membantu proses pemulihan mereka. Itu mengapa para dokter di PCC pun merujuk pasien-pasiennya ke ahli gizi yang dapat membantu perencanaan program diet mereka.
Senior Principal Dietitian and Senior Manager, Parkway Cancer Centre, Singapore, Fahma Sunarja menambahkan bahwa perawatan kanker dapat memengaruhi pola makan, minum, bahkan pencernaan pasuan.
Sehingga, pemberian pola makan untuk mereka tak bisa sembarangan. Rekomendasi asupan nutrisi yang diberikan akan tergantung kepada efek samping yang dialami pasien kanker tersebut.
Sebagian pasien mungkin kehilangan nafsu makan, mual, mengalami perubahan rasa atau timbulnya luka di mulut.
"Setiap pasien tentunya memiliki kondisi yang berbeda-beda. Maka dari itu, pendekatan dan program diet yang dibuat harus disesuaikan dengan kondisi mereka masing-masing. Salah satu contoh yang cukup efektif bagi pasien yaitu dengan menjadikan waktu makan sebagai sebuah kegiatan sosial yang dapat dinikmati bersama keluarga dan teman. Apabila pasien merasakan pahit atau seperti ada rasa logam di mulutnya, kami menyarankan untuk memakai sendok dan garpu dari plastik atau kayu. Kemudian, memasak dengan peralatan dari bahan gelas tahan panas daripada panci dan wajan logam pun disarankan," Kata Fahma.
Kondisi pasien yang berbeda-beda ini semakin membuktikan pentingnya perawatan kanker yang terpersonalisasi dan komprehensif. Oleh sebab itu, penting bagi pasien dan keluarga untuk memahami bahwa mereka tidak bisa hanya mengandalkan satu pendekatan atau perawatan saja.
“Di CanHOPE, sudah menjadi misi kami untuk terus mengedukasi pasien dan masyarakat agar mereka memiliki pemahaman yang tepat dan mendalam tentang kanker serta perawatan klinis yang tersedia,” kata Manager CanHOPE Indonesia, Risma Yanti.
Sebagai bagian dari pelayanan komprehensif PCC, CanHOPE berperan sebagai layanan konseling dan dukungan kanker nirlaba, yang menyediakan akses informasi, edukasi dan bimbingan seputar perawatan kanker.
CanHOPE saat ini mencakup tujuh kota di Indonesia, dengan kegiatan konseling, saran gizi, rehabilitasi, edukasi, koordinasi perawatan dan kelompok pendukung sebagai inti dari kegiatan organisasinya.
"Kami mendorong para penderita kanker untuk tidak ragu mencari pendapat dan perawatan profesional. Kami bekerja dengan para ahli medis untuk membantu pasien dan pendampingnya dalam membuat keputusan perawatan yang paling efektif. Kami memahami beban yang dipikul oleh pasien kanker dan kami hadir untuk membantu," pungkas Risma.
Advertisement