Sukses

Pfizer: Obat COVID-19 Paxlovid Efektif Cegah Rawat Inap, Kematian, dan Infeksi Omicron

Pil antivirus COVID-19 Pfizer menunjukkan kemanjuran hampir 90 persen dalam mencegah rawat inap dan kematian pada pasien berisiko tinggi.

Liputan6.com, Jakarta Pil antivirus COVID-19 yang dikembangkan Pfizer menunjukkan kemanjuran hampir 90 persen dalam mencegah rawat inap dan kematian pada pasien berisiko tinggi. Hal ini disampaikan pihak Pfizer pada Selasa 14 Desember.

Data laboratorium baru-baru ini menunjukkan obat itu mempertahankan efektivitasnya terhadap varian Omicron yang menyebar cepat.

Produsen obat AS bulan lalu mengatakan obat oral sekitar 89 persen efektif dalam mencegah rawat inap atau kematian bila dibandingkan dengan placebo. Ini berdasarkan hasil sementara pada sekitar 1.200 orang yang diamati.

Melansir Channel News Asia (CNA), tak seorang pun dalam uji coba yang menerima pengobatan Pfizer meninggal, dibandingkan dengan 12 kematian di antara penerima plasebo.

Pil Pfizer diminum dengan ritonavir antivirus setiap 12 jam selama lima hari yang dimulai segera setelah timbulnya gejala. Jika diizinkan, obat akan dijual sebagai Paxlovid.

"Ini hasil yang menakjubkan," kata kepala petugas ilmiah Pfizer, Mikael Dolsten dalam sebuah wawancara.

"Kita berbicara tentang jumlah nyawa yang diselamatkan dan rawat inap yang dicegah. Dan tentu saja, jika Anda menyebarkan ini dengan cepat setelah infeksi, kita cenderung mengurangi penularan secara dramatis," kata Dolsten mengutip CNA Rabu (15/12/2021).

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mengurangi Rawat Inap 70 Persen

Pfizer juga merilis data awal dari studi kedua yang menunjukkan bahwa pengobatan mengurangi rawat inap sekitar 70 persen dalam uji coba yang lebih kecil dari orang dewasa berisiko standar, termasuk beberapa orang yang divaksinasi berisiko lebih tinggi.

Pfizer mengatakan hasil tersebut menunjukkan tren positif, tetapi tidak signifikan secara statistik. Mereka mengikuti hasil dan berencana untuk merilis data dari 20 persen terakhir peserta dalam uji coba 1.100 pasien. Uji coba tidak menunjukkan bahwa obat tersebut mengurangi gejala COVID-19 pada populasi itu.

Dolsten berharap adanya otorisasi untuk digunakan pada individu berisiko tinggi dari Food and Drug Administration AS (FDA) dan badan pengatur lainnya sesegera mungkin.

"Kami sedang dalam dialog regulasi yang sangat maju dengan Eropa dan Inggris, dan kami memiliki dialog dengan sebagian besar badan pengatur utama secara global," kata Dolsten.

3 dari 4 halaman

Meminta EUA

Bulan lalu, Pfizer mengirimkan data ke FDA dan meminta otorisasi penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) untuk obat tersebut.

Sementara itu, profesor di Harvard Medical School Dr Paul Sax mengatakan bahwa ini adalah hasil yang sangat menarik.

“FDA harus mencoba untuk mempercepat proses otorisasi, mencatat ada pilihan pengobatan yang sangat terbatas untuk orang berisiko tinggi di luar rumah sakit.”

 

 

4 dari 4 halaman

Infografis Vaksin COVID-19 Booster, Butuh atau Enggak?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.