Jika Anda menemukan diri Anda di dapur pada saat larut malam meracik makanan aneh seperti kentang tumbuk dan biskuit Oreo, sayuran beku dicampur mayones, dan kentang goreng dengan lemon, maka Anda merupakan yang suka makan berlebihan.
Setidaknya itulah kesimpulan dari sebuah penelitian dari University of Alabama at Birmingham (UAB), yang mengaitkan ramuan makanan aneh dengan gangguan makan yang berlebihan. Satu dari empat peserta survei diam-diam mencampur makanan.
Peneliti UAB menyelidiki perilaku yang dianggap sebagai gangguan makanan tapi tidak pernah diselidiki secara sistematis.
Ini disebut dengan meracik dan peneliti UAB mengatakan, kelompok peracik lebih mungkin menjadi 'pemabuk makanan' dibanding dengan orang yang suka makan berlebihan tapi tak suka 'mabuk makanan'. Pemakan yang senang meracik dilaporkan memiliki emosi yang sama seperti pengguna obat-obatan selama melakukan aksinya. Selain itu, orang yang suka makan berlebihan perasaan sesudahnya malu dan jijik, yang bisa memicu gangguan.
Mary Boggiano, peneliti utama studi itu, mengatakan bahwa peserta studi yang melaporkan dirinya sendiri mengalami emosi saat meramu makanan. Jawabannya mengungkapkan, sebagian besar peserta penelitian merasa 'bersemangat' dan 'cemas' selama proses tersebut.
"Ketika mereka meramu makanan dan makan berlebihan,mereka melaporkan bersemangat, dan hiruk pikuk, dan melayang, tapi setelahnya mereka merasa buruk dengan dirinya sendiri," jelas Boggiano seperti dikutip Zeenews, Selasa (8/1/2012).
Menurut Boggiano, jumlah orang yang suka makan berlebihan dengan meracik makanan sebenarnya cenderung lebih tinggi dibanding yang terungkap dalam survei mereka. "Kami menemukan jumlah yang signifikan pada populasi non-klinis," kata Boggiano.
Tim Boggiano berteori, meramu makanan dihubungkan dengan kekurangan kalori. Ini didasarkan pada dokumentasi dari ramuan makanan aneh yang diciptakan korban kelaparan dan tawanan perang, serta pengungsi perang yang kekurangan makanan.
Namun tim peneliti menemukan alasan ketika seseorang mempraktikkan meramu makanan. Peneliti melihat peramu makanan lebih menonjol pada orang yang suka makan berlebihan karena menahan diri dari diet atau kekurangan makanan. Mayoritas, 41,2 persen dari peserta studi yang meracik makanan, mengatakan, perilaku itu karena hasrat. Hanya 9 persen melaporkan kelaparan sebagai motifnya.
Boggiano mengatakan, tidak mengherankan karena makan berlebihan paling banyak terjadi setelah makan normal, ketika kenyang, dan dapat menjadi bagian dari 'hilangnya kontrol' kriteria makan yang berlebihan.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa memiliki riwayat diet, terlepas dari kelaparan, menyebabkan makan berlebihan ketika makanan yang disukai tersedia. Boggiano percaya meracik makanan belum pernah dipelajari secara ilmiah karena tak seorang pun berpikir untuk mengukur perilaku atau menganggap bahwa hal itu dapat memperburuk gangguan makan jika dikaitkan dengan emosi negatif.
Selain itu, pasien tidak dapat mengungkapkan perilaku ini karena malu. Studi ini telah dipublikasikan secara online dalam International Journal of Eating Disorders.(MEL/IGW)
Setidaknya itulah kesimpulan dari sebuah penelitian dari University of Alabama at Birmingham (UAB), yang mengaitkan ramuan makanan aneh dengan gangguan makan yang berlebihan. Satu dari empat peserta survei diam-diam mencampur makanan.
Peneliti UAB menyelidiki perilaku yang dianggap sebagai gangguan makanan tapi tidak pernah diselidiki secara sistematis.
Ini disebut dengan meracik dan peneliti UAB mengatakan, kelompok peracik lebih mungkin menjadi 'pemabuk makanan' dibanding dengan orang yang suka makan berlebihan tapi tak suka 'mabuk makanan'. Pemakan yang senang meracik dilaporkan memiliki emosi yang sama seperti pengguna obat-obatan selama melakukan aksinya. Selain itu, orang yang suka makan berlebihan perasaan sesudahnya malu dan jijik, yang bisa memicu gangguan.
Mary Boggiano, peneliti utama studi itu, mengatakan bahwa peserta studi yang melaporkan dirinya sendiri mengalami emosi saat meramu makanan. Jawabannya mengungkapkan, sebagian besar peserta penelitian merasa 'bersemangat' dan 'cemas' selama proses tersebut.
"Ketika mereka meramu makanan dan makan berlebihan,mereka melaporkan bersemangat, dan hiruk pikuk, dan melayang, tapi setelahnya mereka merasa buruk dengan dirinya sendiri," jelas Boggiano seperti dikutip Zeenews, Selasa (8/1/2012).
Menurut Boggiano, jumlah orang yang suka makan berlebihan dengan meracik makanan sebenarnya cenderung lebih tinggi dibanding yang terungkap dalam survei mereka. "Kami menemukan jumlah yang signifikan pada populasi non-klinis," kata Boggiano.
Tim Boggiano berteori, meramu makanan dihubungkan dengan kekurangan kalori. Ini didasarkan pada dokumentasi dari ramuan makanan aneh yang diciptakan korban kelaparan dan tawanan perang, serta pengungsi perang yang kekurangan makanan.
Namun tim peneliti menemukan alasan ketika seseorang mempraktikkan meramu makanan. Peneliti melihat peramu makanan lebih menonjol pada orang yang suka makan berlebihan karena menahan diri dari diet atau kekurangan makanan. Mayoritas, 41,2 persen dari peserta studi yang meracik makanan, mengatakan, perilaku itu karena hasrat. Hanya 9 persen melaporkan kelaparan sebagai motifnya.
Boggiano mengatakan, tidak mengherankan karena makan berlebihan paling banyak terjadi setelah makan normal, ketika kenyang, dan dapat menjadi bagian dari 'hilangnya kontrol' kriteria makan yang berlebihan.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa memiliki riwayat diet, terlepas dari kelaparan, menyebabkan makan berlebihan ketika makanan yang disukai tersedia. Boggiano percaya meracik makanan belum pernah dipelajari secara ilmiah karena tak seorang pun berpikir untuk mengukur perilaku atau menganggap bahwa hal itu dapat memperburuk gangguan makan jika dikaitkan dengan emosi negatif.
Selain itu, pasien tidak dapat mengungkapkan perilaku ini karena malu. Studi ini telah dipublikasikan secara online dalam International Journal of Eating Disorders.(MEL/IGW)