Liputan6.com, Jakarta - Penyesuaikan kembali durasi karantina seiring perkembangan varian Omicron dapat dipertimbangkan. Apalagi Pemerintah sudah menyiapkan opsi penambahan masa karantina, dari 10 hari menjadi 14 hari jika situasi penyebaran Omicron meluas.
Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, pemantauan terhadap varian Omicron, salah satunya terkait lama waktu kemunculan gejala varian Omicron, yang mana membuat seseorang positif terinfeksi. Para peneliti di dunia juga masih meneliti masa inkubasi dan gejala Omicron.
Advertisement
Baca Juga
"Pemerintah menetapkan rencana karantina 14 hari jika terjadi kenaikan jumlah kasus nasional secara signifikan dan terjadi secara terus-menerus. Untuk itu, pemantauan kondisi kasus (Omicron) terus dilakukan," jelas Wiku menjawab pertanyaan Health Liputan6.com di Media Center, IS Plaza, Jakarta pada Selasa, 21 Desember 2021.
"Apabila dari hasil studi populasi di kemudian hari ditemukan bahwa masa munculnya gejala seseorang terinfeksi varian Omicron membutuhkan waktu yang panjang, maka durasi karantina akan disesuaikan kembali."
Sebuah jurnal penelitian berjudul, Outbreak caused by the SARS-CoV-2 Omicron variant in Norway, November to December 2021, para ilmuwan mencatat, gejala Omicron tampaknya muncul dengan cepat—biasanya dalam waktu sekitar tiga hari.
Hampir setiap orang yang melaporkan terinfeksi Omicron adalah mereka yang sudah divaksinasi dan menerima hasil tes antigen negatif sekitar dua hari sebelum muncul gejala. Penelitian yang diunggah di jurnal Eurosurveillance pada 16 Desember 2021 memberikan petunjuk bahwa kemungkinan Omicron berkembang biak di dalam tubuh orang dengan sangat cepat.
Â
** #IngatPesanIbuÂ
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Masa Inkubasi Omicron dan Kemunculan Gejala
Hasil penelitian dari jurnal Outbreak caused by the SARS-CoV-2 Omicron variant in Norway, November to December 2021 memaparkan, masa inkubasi untuk kasus simtomatik berkisar antara 0 sampai 8 hari dengan rata-rata kemunculan gejala 3 hari.
Satu kasus, tidak menunjukkan gejala dan 74 kasus (91 persen) melaporkan setidaknya tiga gejala. Dari 81 kasus, gejala yang paling umum adalah batuk (83 persen), diikuti pilek/hidung tersumbat (78 persen), lelah/lesu (74 persen), sakit tenggorokan (72 persen), sakit kepala (68 persen), dan demam (54 persen).
Ketika diminta menilai tingkat keparahan gejala pada skala dari 1 (tanpa gejala) hingga 5 (gejala signifikan), 42 persen (33 dari 79 orang) melaporkan gejala tingkat 3, sedangkan 11 persen (9 dari 79 orang) melaporkan gejala tingkat 4. Tidak ada kasus yang memerlukan rawat inap hingga 13 Desember 2021.
Advertisement
Belum Ada Bukti Keparahan dari Omicron
Adapun per 20 Desember 2021, Wiku Adisasmito menyampaikan, diketahui bahwa varian Omicron telah ditemukan di 92 negara, termasuk Indonesia.
Sejauh ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, temuan karakteristik dari Omicron dengan dasar awalan yang dilakukan, di antaranya belum ada bukti peningkatan kemampuan penularan dan keparahan gejala.
"Ada kemungkinan peningkatan peluang penularan atau secara tidak langsung mampu melawan imunitas yang telah terbentuk," imbuh Wiku.
"Sampai saat ini, PCR dianggap masih mampu mendeteksi Omicron, sedangkan rapid antigen masih dalam penelitian."
Di sisi lain, masyarakat diminta untuk tetap tenang dan ikut serta membuat suasana kondusif dengan mengikuti perkembangan terkini varian Omicron dari Pemerintah.
"Alih-alih menyebabkan rasa ketakutan yang berlebihan dengan menyebarluaskan hal-hal yang belum tentu benar. Alangkah lebih baik, kita bersikap lebih hati-hati dengan tetap menerapkan kesehatan secara disiplin," pungkas Wiku.
Infografis 5 Cara Tidak Tertular Covid-19 dari Orang Tanpa Gejala
Advertisement