Liputan6.com, Jakarta Berbagai jenis kenakalan remaja tak jarang melewati batas sehingga tergolong dalam tindak kriminal, salah satunya klitih.
Klitih merupakan tindak pencegatan, penganiayaan, hingga perampasan yang dilakukan sekelompok pelajar kepada pelajar lain yang dianggap musuh guna mendapat pengakuan kekuasaan.
Baca Juga
Seiring berjalannya waktu, tindak kriminal yang banyak ditemukan di Daerah Istimewa Yogyakarta ini semakin meresahkan karena korbannya menjadi acak, bukan hanya sesama pelajar.
Advertisement
Guna mencegah anak terjerumus ke dalam lingkaran klitih, kriminolog Haniva Hasna M, Krim memberikan saran.
Menurutnya, harus ada kerja sama antara pihak keluarga, lembaga pendidikan, sekolah, masyarakat, komunitas keagamaan serta kepolisian.
“Upaya pencegahan tindak kejahatan yang dilakukan oleh pelaku aksi klitih yang paling utama adalah pengawasan dari orangtua. Karena orangtua adalah orang terdekat yang bisa membimbing dan memberikan arahan yang baik kepada anak agar tidak melakukan tindak kejahatan,” kata Kriminolog yang akrab disapa Iva kepada Health Liputan6.com, belum lama ini.
Simak Video Berikut Ini
Pembentukan Nilai
Ia menambahkan, pembentukan nilai, norma serta perilaku sangat bergantung pada keterlibatan keluarga sebagai komunitas terkecil dalam masyarakat.
Pembatasan aktivitas pada malam hari juga perlu dilakukan karena klitih dilakukan pada malam hari.
“Jika orangtua bisa melakukan pengawasan dengan ketat, kejahatan malam hari akan dapat dicegah.”
Advertisement
Ketahanan Keluarga
Ketahanan keluarga menjadi penting dalam penanganan klitih, lanjut Iva. Topik yang sering muncul dalam perbincangan tentang ketahanan keluarga adalah:
-Rasa saling mencintai
-Rasa saling menghormati
-Saling komitmen satu dengan yang lain
-Rasa tanggung jawab.
“Bila kondisi-kondisi dasar tersebut terjadi di sebagian besar keluarga di Yogyakarta, maka ketahanan keluarga dapat diharapkan menjadi obat yang mujarab dalam menangani fenomena klitih,” kata Iva.
Kontrol Diri Lemah
Ketahanan keluarga yang kuat diperlukan agar remaja tidak memiliki kontrol diri yang lemah.
Dalam fase mendapatkan pengakuan dan eksistensi, secara psikologis remaja memiliki kontrol diri yang lemah.
Remaja yang tidak dapat membedakan perilaku baik dan buruk untuk menemukan jati dirinya ataupun perannya mudah terseret pada perilaku nakal yang akan melahirkan bentuk-bentuk kejahatan.
Hal ini pun masih berpengaruh terhadap remaja yang mengetahui perbedaan perilaku baik dan buruk. Namun, tidak bisa mengembangkan kontrol dirinya untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
Lingkungan remaja itu sendiri memiliki pengaruh terkuat bagi remaja untuk menemukan peran maupun jati diri dalam hidupnya. Lingkungan sekolah, lingkungan bermain dengan teman sebaya merupakan tempat yang vital bagi remaja untuk mengekspresikan peran dalam kehidupannya.
Baik dan buruk suatu perilaku remaja dapat dipengaruhi oleh lingkungannya. Karena, remaja yang memiliki kontrol diri tidak dapat menyaring perilaku baik dan buruk untuk menentukan jati diri dan peran serta mendapatkan pengakuan maupun eksistensi di lingkungannya.
“Sayangnya, perilaku-perilaku negatif menjadi salah satu pilihan bagi remaja untuk mendapatkan peran dan eksistensi dalam kehidupannya,” kata Iva.
Advertisement