Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan bahwa pandemi COVID-19 akan genap menginjak dua tahun pada hari Minggu mendatang.
"Hari Minggu ini menandai dua tahun sejak saya mendeklarasikan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC), tingkat alarm tertinggi dibawah hukum internasional terkait penyebaran COVID-19," ujar Tedros melalui unggahan pada akun Twitter pribadinya @DrTedros, Selasa (25/1/2022).
Baca Juga
PHEIC juga dikenal dengan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD), yang mana sebuah pengumuman resmi dari WHO tentang kejadian luar biasa yang mengancam kesehatan masyarakat.
Advertisement
Tedros mengungkapkan, pada saat itu hanya ada kurang dari 100 kasus dan belum ada kematian yang dilaporkan di luar China. Namun, dua tahun kemudian keadaan pun telah berbeda.
"Dua tahun setelahnya, hampir 350 juta kasus sudah dilaporkan, dan sudah ada ada lebih dari 5.5 juta kematian," kata Tedros.
"Minggu lalu, ada sebanyak 100 kasus yang dilaporkan setiap tiga detik, dan orang kehilangan hidupnya akibat COVID-19 setiap 12 detik. Jadi dari manakah kita berdiri? Kapan ini akan berakhir?" tambahnya.
Menurut Tedros, sangat berbahaya untuk mengasumsikan bahwa Omicron akan menjadi varian terakhir dari virus SARS-CoV-2 tersebut.
"Bahaya untuk mengasumsikan bahwa Omicron akan jadi varian terakhir, dan kita sudah berada di penghujung semua ini. Mengakhiri fase akut pandemi ini harus tetap menjadi prioritas kita bersama," ujar Tedros.
Hidup bersama, bukan berarti bebas
Tedros menyampaikan, memang benar bahwa kita akan hidup berdampingan dengan COVID-19 untuk masa mendatang. Namun, belajar untuk hidup bersama COVID-19 pun bukan berarti kita tidak peduli.
"Belajar untuk hidup bersama COVID-19 bukan berarti kita memberikan virus ini kebebasan. Itu bukan berarti kita menerima bahwa ada hampir 50 ribu kematian setiap minggunya dari penyakit yang bisa kita cegah dan kita obati," ujar Tedros.
Terkait hal tersebut, Tedros mengungkapkan bahwa hidup bersama COVID-19 bukan berarti kita menerima begitu saja beban tersebut. Ketika setiap harinya, tenaga kesehatan sebenarnya telah begitu kelelahan.
"Bukan berarti kita mengabaikan konsekuensi dari long COVID-19, yang mana kita juga belum sepenuhnya memahami," kata pria berusia 56 tahun tersebut.
Advertisement