Liputan6.com, Jakarta Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama menyampaikan bahwa di kediamannya ada enam orang yang positif COVID-19.
Keenam anggota keluarganya sudah pernah PCR positif tahun lalu, jadi ini merupakan infeksi kedua.
Baca Juga
“Semuanya juga sudah divaksinasi dua kali, kecuali cucu saya yang baru berumur 5 tahun. Juga, lima orang yang di rumah saya itu sudah divaksinasi sesudah mereka sembuh dari sakit tahun yang lalu, jadi harusnya sudah sesuai dengan fenomena super immunity (imunitas super),” kata Tjandra dalam keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Selasa (8/2/2022).
Advertisement
Walau diperkirakan sudah memiliki super immunity, tapi mereka tetap terinfeksi. Maka dari itu, Tjandra berpendapat bahwa setidaknya ada tiga kemungkinan seseorang dapat terinfeksi kembali walaupun sebelumnya sudah pernah sakit dan bahkan sudah di vaksin.
Kemungkinan pertama adalah terkait varian yang menyerang sekarang, yakni Omicron. Sudah banyak penelitian yang menyebutkan bahwa varian Omicron memang dapat menembus pertahanan tubuh yang terbentuk karena seseorang pernah sakit sebelumnya.
Ada penelitian menunjukkan risiko relatif terinfeksi ulang adalah 6,36 kali pada yang belum divaksinasi dan 5,02 kali pada yang sudah divaksinasi.
“Jadi walaupun sudah divaksinasi maka kemungkinan tetap terinfeksi Omicron memang mungkin terjadi, hanya diharapkan tanpa gejala atau keluhannya ringan saja.”
Simak Video Berikut Ini
Efikasi Vaksin Tidak 100 Persen
Kemungkinan kedua yakni terkait efikasi vaksin yang tidak 100 persen. Hal ini menyebabkan orang yang yang sudah mendapat tiga kali suntikan pun masih mungkin terinfeksi COVID-19.
“Karena memang efikasi vaksin tidaklah 100 persen, jadi masih mungkin akan ada yang sakit yang disebut breakthrough infection, yang derajatnya dinilai dalam bentuk breakthrough infection rate (B-Infection rate).”
Walau masih mungkin terinfeksi, tapi pemberian vaksin secara lengkap ditambah booster akan secara bermakna mengurangi angka masuk rumah sakit dan jauh mengurangi kemungkinan gejala berat, tambah Tjandra.
Advertisement
Suseptibilitas Genetika
Kemungkinan ketiga terkait status suseptibilitas genetika seseorang. Menurutnya, yang sudah diteliti antara lain peran polimorfisme ACE2, fenomena type 2 transmembrane serine proteases (TMPRSS2) dan genotype HLA-B*15:03 yang dihubungkan dengan kejadian sakit.
“Memang bukti ilmiah untuk ini belumlah terlalu jelas, tetapi akan baik kalau dilakukan juga penelitian suseptibilitas genetika COVID-19 di Indonesia,” ujar pria yang juga sempat menjabat Direktur World Health Organization (WHO) Asia Tenggara.
Infografis Gejala COVID-19 Omicron dan Cara Penanganan
Advertisement