Sukses

Cerita Pasien Isoman COVID-19 Gunakan Telemedicine Kemenkes: Gratis Sih tapi Lama!

Layanan telemedicine Kemenkes RI diperuntukkan bagi pasien COVID-19 yang isolasi mandiri

Liputan6.com, Jakarta - Layanan telemedicine dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) untuk pasien COVID-19 yang isolasi mandiri di rumah bukan isapan jempol semata. Empat orang ini telah menjajal layanan cuma-cuma dari pemerintah tersebut.

Meski tidak semuanya mendapat respons kurang dari 24 jam, mereka tak memersoalkannya lantaran bila menggunakan uang dari kantong sendiri harganya obatnya lumayan bikin boncos.

Ella, 30 tahun, terkonfirmasi positif tertular Virus Corona pada Selasa sore, 26 Januari 2022. Namun, saat aplikasi PeduliLindungi sudah berubah hitam yang menandakan dia adalah kasus COVID-19, Ella belum menerima pesan apapun dari Kemenkes RI lewat WhatsApp.

Akan tetapi saat Ella mengecek Nomor Induk Kependudukan (NIK) miliknya di situs Isoman Kemkes sudah tercatat positif COVID-19.

"Langsung deh diarahkan ke aplikasi telemedisin. Karena di ponsel saya adanya Halodoc, ya, ke Halodoc," kata Ella saat berbincang dengan Health Liputan6.com melalui pesan singkat.

"Konsultasi lalu dikasih resep," dia melanjutkan.

Resep yang diterima Ella kembali diunggah ke situs tersebut. Selang dua hari kemudian, tepatnya Kamis, 28 Januari 2022, obatnya sampai lewat Si Cepat.

"Dari antigen, sih, NIK yang tercatat sudah (+), jadi, pas masukin ke web isoman langsung bisa konsul ke Halodoc," ujarnya.

Dalam panduan penggunaan layanan telemedicine, poin nomor satu ditekankan bahwa pasien melakukan swab test PCR di laboratorium yang terafiliasi dengan Kementerian Kesehatan RI.

Jika hasil tesnya positif dan laboratorium melaporkan hasilnya ke database kasus positif COVID-19 di Kemenkes (NAR), pasien akan menerima WhatsApp dari Kemenkes RI (dengan centang hijau) secara otomatis.

Terkait poin tersebut, Ella mengaku memang melakukan antigen dan swab test PCR di tempat yang kliniknya terafiliasi dengan Kemenkes RI.

"Aku di klinik Rosella Indah. Masuk, sih, di list Kemenkes," katanya.

Hal berbeda dialami Yoga Takai. Karyawan swasta di perusahaan provider ternama Indonesia berumur 34 tahun justru harus 'pindah' ponsel dulu agar bisa menggunakan layanan telemedicine Kemenkes.

Di satu sisi, Takai tidak memungkiri bahwa telemedisin dari Kemenkes RI amat membantu dia yang harus isoman. Terutama dalam kemudahan memeroleh akses ke dokter dan juga obat.

"Jadi, begitu terdeteksi PCR positif, sekitar 10 sampai 12 jam berikutnya langsung dapat WhatsApp dari Kemenkes. Isinya link (tautan) isoman kemkes dan panduan buat konsultasi via telemedisin, juga penebusan obat," kata Takai.

Hanya saja, begitu Takai dapat tautannya, tidak ada satu telemedicine pun yang muncul tautannya.

"Jadi, meski NIK teridentifikasi bisa dapat bantuan, ya, percuma enggak bisa diklaim. Pakai voucher ISOMAN buat klaim pun enggak bisa karena tidak dari hyperlink itu," ujarnya.

 

2 dari 5 halaman

Selanjutnya

Setelah dua hari, lanjut Takai, dirinya mencoba menggunakan ponsel lain dan ternyata bisa terbuka tautannya, serta tautan buat telemedisin. Takai langsung menjajalnya.

"Saya coba konsultasi, deh. Saat itu kena biaya Rp35 ribu, tapi karena ada voucher ISOMAN dan potongan harga, jadinya nol rupiah," kata Takai.

"Saya diresepin Avigan dan banyak obat lain," Takai menambahkan.

Disebabkan ingin memeroleh opini kedua (second opinion), Takai konsultasi dengan dokter berbeda. Kali ini voucher ISOMAN dari Kemenkes tak dapat digunakan. Takai membayarnya sendiri.

"Nah, yang ini diresepin agak beda. Lebih banyak vitamin," katanya.

"Terus, saya coba klaim lewat tautan pemesanan obat dari Kemenkes. Waktu itu hari Sabtu sore, ternyata obat dari Kemenkes dikirim dari Kimia Farma Jakarta Pusat, pakai logistik Si Cepat," Takai melanjutkan.

Di pengalaman kali ini, yang Takai rasakan pick up atau pengambat obat lumayan lama. Baru pada Minggu pesanannya di-pick up logistik dan disampaikan ke beberapa hub transit.

"Obatnya Paket B untuk ISOMAN, baru sampai ke tangan saya di hari Senin malam," katanya.

"Setelah lihat paket ini, agak kecewa karena saya kira seluruh obat dan vitamin yang diresepkan yang didapat. Ternyata cuma tiga jenis saja, dan sisanya saya mesti beli secara terpisah," Takai menambahkan.

Takai mengaku kecewa karena tidak disebut secara rinci obat apa saja yang harus dibeli terpisah. Kalau memang tidak seluruh resep, mestinya pasien diberitahu, jadi, pasien bisa antisipasi.

"Tapi saya juga senang karena Avigan yang paling dibutuhkan sudah masuk di Paket B dan gratis," katanya.

Selain telemedicine, pengalaman kurang menyenangkan dari layanan isoman puskesmas dirasakannya.

Takai, mengatakan, mengontak pihak puskesmas dengan harapan bisa konsultasi mengenai waktu PCR dan ketika obatnya sudah habis.

Puskesmas menyarankan Takai untuk ke Wisma Atlet dan mengatakan bahwa buat isoman harus izin RT dan RW.

"Ini konyol sekali mengingat posisi saya tinggal di kosan dan melakukan banyak hal juga sendiri," katanya.

"Masak ketika obat saya sudah mau habis, gejala sudah banyak yang hilang, dari layanan kesehatan masyarakat malah begitu," ujar Takai.

Takai berharap ke depannya telemedicine bukan sekadar penyedia layanan kesehatan swasta saja. Mestinya puskesmas juga seperti ini.

"Masak kayak standarnya beda. Dari Kemenkes menyarankan isoman di mana pun berada asal tempatnya layak, yang dari puskesmas memaksakan izin RT RW segala. Warga enggak bermasker berkeliaran saja tidak pernah diurusin RT RW," pungkas Takai.

 

3 dari 5 halaman

Cerita Lainnya

Cerita serupa Takai dialami Yuki Afriani. Jelang ulang tahun anak laki-lakinya, suami Yuki, Sigit, malah harus 'jaga jarak' sementara waktu setelah dinyatakan positif COVID-19.

Yuki, bercerita, pada Selasa 26 Januari 2022, Sigit kontak erat dengan temannya yang ternyata (+) COVID-19. Sigit lalu karantina mandiri karena sadar telah menjadi kontak erat.

Tiga hari kemudian atau Jumat, 29 Januari 2022, Sigit mendadak demam hingga 39 derajat Celsius. Suhu tak juga turun sampai keesokan pagi.

Sabtu pagi, 30 Januari 2022, sekitar pukul 10.00 WIB, suami Yuki melakukan swab test PCR. Selang tujuh jam kemudian, hasil keluar dan diketahui ada Virus Corona bersemayam di tubuh Sigit.

"Pada kondisi ini aku agak blank mau ngapain dulu. Yang pertama aku hubungi teman yang bekerja di RS COVID-19, terus dia kasih link (tautan Kemenkes), terus ada teman di Instagram juga kasih tautan yang sama," kata Yuki.

Begitu hasil di tangan, Yuki langsung melapor ke RT. Malam itu juga, kata dia, suaminya didaftarkan ke puskesmas.

"Itu kejadiannya sekitar pukul 7 malam. Nah, sekitar pukul 22.00, aku akses Halodoc buat cari dokter Covid, buat konsultasi sekalian minta resep. Aku bilang kalau aku menggunakan link dari Kemenkes," katanya.

Dokter lalu menanyakan riwayat kesehatan Sigit. Yuki lalu diberikan sebuah tautan untuk mengirim data secara rinci.

"Tapi, sayang, kayaknya ponselku bapuk kagak bisa dibuka, dan dokternya sudah capai kirim link terus. Terus dia kasih resep obat digital buat di-upload di situs Kemenkes," katanya.

Hal tersebut baru dilakukan Yuki pada Senin, 31 Januari 2022, sekitar pukul 07.00 pagi. Adapun yang diunggah ke dalam situs tersebut berupa NIK dan foto resep.

Resep digital yang diterima Yuki dari dokter di Halodoc isinya beragam. Vitamin D2 1.000 IU, Avigan 200 mg, Fluimucil 200 mg, Zegavit lima kaplet, Azithromycin 500 mg.

"Lalu ada konfirmasi di halaman situs. Obatnya akan dikirim dari Kimia Farma Tangerang, tapi statusnya masih menunggu konfirmasi," ujarnya.

Setiap saat Yuki memantau pergerakan yang terjadi di aplikasi telemedisin. Yuki merasa tak ada perubahan berarti. Baru pada Selasa, 1 Februari 2022, status berubah menjadi 'sedang pengiriman'.

"Bukannya apa-apa, aku agak ngejer ini soalnya kata ipar yang kebetulan dokter sebaiknya obat diminum setidaknya jangan sampai lewat hari ke-3 dari mulai positif," ujarnya.

Setelah semua data masuk, statusnya masih 'menunggu konfirmasi'.

 

4 dari 5 halaman

Cerita Pasien Sembuh

Respons positif diterima salah satu pasien COVID-19 yang kini sudah sembuh, Febi, 33 tahun. Dia mengatakan bahwa ketika dirinya positif COVID-19 dari tes PCR data tersebut tak langsung terhubung ke PeduliLindungi tapi ke data Dinas Kesehatan Kota Solo, Jawa Tengah.

Lalu, dokter puskesmas tempatnya tinggal langsung mengubungi dirinya. Dokter tersebut menanyakan kondisi Febi, ternyata tanpa gejala. Alhasil Febi hanya dikirim vitamin dari Puskesmas terdekat.

Dokter pun berpesan agar dia menjalani isolasi mandiri mengingat rumahnya memadai untuk melakukan hal itu.

"Namun dokter berpesan agar istri dan anak saya tidak keluar rumah meski mereka negatif COVID-19. Istri dan anak bisa keluar rumah bila saya jalani isolasi terpusat milik pemerintah," katanya lewat pesan teks.

Selain dokter puskesmas, perangkat desa setempat seperti Pak RT tempat tinggalnya pun juga mengetahui hal tersebut.

5 dari 5 halaman

Infografis Alur Telemedicine dan Obat Gratis untuk Pasien Isoman Covid-19