Liputan6.com, Jakarta - Gastroesophageal Reflux Disease atau yang juga dikenal dengan GERD merupakan penyakit yang terjadi di saluran cerna.
Dokter spesialis Gastroenterologi FKUI-RSCM, Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, mengungkapkan bahwa sebenarnya GERD bukanlah penyakit yang dapat mengancam jiwa secara langsung.
Baca Juga
Namun penyakit ini dapat mengakibatkan beberapa komplikasi yang dapat diwaspadai. Komplikasi tersebut dapat berupa peradangan pada saluran kerongkongan atau esofagus, serta kanker esofagus.
Advertisement
"Apabila terjadi terus-menerus, diabaikan, dan tidak diobati dengan benar dapat menyebabkan iritasi dan peradangan pada dinding dalam kerongkongan (esofagus)," ujar Ari dalam virtual media briefing pada Kamis, (10/2/2022).
"Lama kelamaan akan menyebabkan luka kronis, penyempitan pada kerongkongan bawah, sampai terjadi kanker esofagus,” tambahnya.
Terlebih, menurut Ari, penanganan GERD yang tidak tuntas juga dapat menimbulkan peradangan, yang mana dapat menyebabkan munculnya luka di jaringan parut kerongkongan.
"Sehingga penderita menjadi sulit menelan. Kondisi ini juga memicu terjadinya Esofagitis, Striktur Esofagus, dan Barrett’s Esophagus yaitu penyakit yang berisiko menimbulkan kanker esofagus," ujar Ari.
Faktor risiko
Dalam kesempatan tersebut, Ari juga memaparkan faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan risiko terjadinya GERD. Ternyata, faktornya pun begitu beragam.
"Beberapa faktor risiko yang memang dapat meningkatkan risiko terjadinya GERD adalah obesitas, hernia hiatal, kehamilan, pengosongan lambung yang terlambat dan skleroderma," kata Ari.
Hernia hiatal sendiri merupakan kondisi ketika bagian lambung berkembang ke area dada melalui lubang diafragma. Selain itu, Ari menjelaskan bahwa GERD juga dapat dipicu oleh gaya hidup sehari-hari.
"Seperti merokok, mengonsumsi makanan dalam porsi besar sekaligus, makan terlalu larut, mengonsumsi makanan berlemak atau digoreng, mengonsumsi minuman atau makanan berkafein, serta obat tertentu seperti aspirin," ujarnya.
Advertisement