Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, mengatakan, tidak memberi ruang penularan Virus Corona menjadi kunci pengendalian dalam menghadapi gelombang ketiga COVID-19 di Indonesia.
Menurut Wiku ini harus dilakukan disebabkan kasus COVID-19 secara nasional cukup tinggi yang disertai peningkatan angka kematian dan keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR).
Baca Juga
Bahkan, kata Wiku, beberapa provinsi kasusnya sudah menembus rekor gelombang kedua,"Terlebih pula kita perlu waspadai, karena di tengah kondisi saat ini, mobilitas masih sangat tinggi, bahkan tertinggi sejak awal pandemi.".
Advertisement
Lebih lanjut dijelaskan Wiku bahwa kasus COVID-19 nasional pada gelombang ketiga melonjak tajam dan lebih cepat dibanding gelombang kedua. Kenaikan mingguannya pun sudah mendekati kenaikan pada puncak kedua akibat varian Delta.
"Perbandingannya, kasus positif minggu lalu sebesar 290.000 sementara kasus tertinggi di puncak kedua mencapai 350.000 kasus," kata Wiku.
Â
Dampak
Wiku, mengatakan, meningkatnya penambahan kasus harian COVID-19 gelombang ketiga ini berpengaruh pada tren kematian yang juga meningkat. Meski peningkatannya jauh lebih rendah dibanding di masa lonjakan kedua.
Tercatat kasus kematian yang diakibatkan COVID-19 pada minggu ini sebanyak 505 kasus. Sementara di masa lonjakan Delta melebihi 12.000 orang meninggal.
"Walaupun demikian nyawa tetaplah nyawa yang tidak tergantikan. Penambahan kasus positif penting terus ditekan utamanya demi menghindarkan kelompok rentan dari paparan virus yang saat ini banyak menyumbangkan angka kematian,"Â Wiku menambahkan.
Â
Advertisement
Dampak lain
Dampak lain yang ditimbulkan, meningkatnya tren persentase BOR. Meskipun, angkanya masih lebih rendah dibanding lonjakan kedua.
Saat ini, persentase nasional 32,85 persen. Sementara rekor tertinggi lonjakan kedua adalah 77,32 persen. Untuk hal ini, kata Wiku, pemerintah menjamin ketersediaan tempat tidur termasuk upaya konversi bed yang telah dilakukan di beberapa provinsi.
Namun, penting diingat bahwa kapasitas kesehatan memiliki batasan. Terlebih banyak tenaga kesehatan yang sudah tertular.
Oleh sebab itu, menekan penularan perlu diupayakan oleh pemerintah daerah di provinsi-provinsi Pulau Jawa - Bali sebagai penyumbang terbesar kasus nasional.
Seperti di DKI Jakarta sendiri, menyumbang 28 persen dari kasus nasional. Bahkan, angka ini lebih tinggi dibanding masa lonjakan kedua yaitu sebesar 24 persen.
Provinsi lainnya yang juga harus diperhatikan adalah Jawa Barat dan Banten. Sebab, jumlah kasus mingguan di minggu melebihi rekor masa lonjakan kedua.
Â
Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah pun diminta untuk segera mengevaluasi kembali penerapan PPKM. Terlebih PPKM sudah berjalan sekitar seminggu dan kasus masih belum berhasil ditekan. Harus dipastikan bahwa setiap aturan dalam instruksi Menteri Dalam Negeri terlaksana dengan baik.
"Juga, dimohon mengaktifkan kembali pembentukan dan kinerja posko di daerahnya," kata Wiku.
Terkait posko, data menunjukkan kinerja posko konsisten turun sangat rendah. Saat ini tercatat hanya di bawah 1 juta kegiatan.
Padahal, pada periode lonjakan kedua kinerja posko ada di kisaran 4 juta. Bahkan, kinerja posko pernah mencapai titik tertinggi pada bulan September 2021 sebesar 5,5 juta kegiatan. Dari data saat ini dapat dikatakan pelaksanaan PPKM di tingkat mikro belum berjalan baik.
"Penting diingat peran posko dalam upaya PPKM merupakan Garda terdepan. Posko merupakan modal pengendalian kasus tidak hanya untuk saat ini namun juga di masa depan termasuk periode libur panjang yang akan datang,"Â Wiku menambahkan.
Â
Advertisement
Pesan Wiku
Di tengah tingginya kasus, kata Wiku, nyatanya tren mobilitas meskipun fluktuatif justru mencapai level tertinggi. Bahkan tertinggi sejak awal pandemi.
Terutama di pusat perbelanjaan, lokasi ritel, tempat rekreasi dan taman. Tingkat mobilitasnya masih setara dengan periode Idul Fitri 2021 lalu yang terjadi tepat sebelum lonjakan kasus kedua.
Hal yang sama juga pada mobilitas di perkantoran dan lokasi transportasi publik lebih tinggi dibanding masa sebelum lonjakan kedua. Meskipun di minggu lalu trennya sedikit menurun, tapi level mobilitas yang masih tinggi ini perlu dijadikan kewaspadaan.
Terlebih pula, provinsi penyumbang kasus tertinggi di Jawa - Bali sebagian besar wilayah aglomerasi dengan mobilitas antar wilayah yang tinggi.
"Mobilitas yang tinggi ini tidak semata-mata perlu ditekan, tapi perlu dikendalikan dan dipastikan bahwa mobilitas yang ada dilakukan dengan aman," Wiku melanjutkan.
Memastikan mobilitas yang aman dapat dilakukan dengan tetap menerapkan disiplin protokol kesehatan 3M, melakukan skrining ketat baik dengan tes syarat perjalanan dan penggunaan PeduliLindungi, agar perpindahan orang positif yang dapat menulari banyak orang lainnya dapat dihindari.
Sehingga dapat menjaga kasus dari daerah tinggi tidak keluar dan meluas, sama dengan menjaga wilayah lain yang kasusnya belum naik.
"Ingat yang terpenting adalah tidak memberi ruang untuk penularan terjadi," pungkas Wiku.
Â
Infografis Anak Muda Sayangi Lansia, Ayo Temani Vaksinasi Covid-19
Advertisement